Jurusita bersama TNI.POLRI menjelang ekseskusi rumah warga Kebonsari.[Joko/radarindonesianews.com] |
Lalu dalam pernikahan tersebut beliau dikaruniai 5 putra yaitu 1,Rikasim 2,Dullalim 3,Sutia 4,Satah 5,Sumo Prayitno.namun sayang sisilah keluarga para termohon exsekusi tidak dicantumkan pada kedua putusan tersebut,sehingga akan diketahui secara ditail tentang riwayat tanah yang disengketakan,padahal sengketa tanah yang disidangkan beberapa tahun yang lalu dengan perkara No 98/PDT.G/2008/PN.Jr bukan antara ahli waris dengan orang lain maupun dengan pengusaha melainkan sesama saudara sedangkan yang berperan sebagai penggugat salah satunya yaitu Jaka Trilaksono masih ada hubungan keluarga sedarah dengan tergugat hal itu berdasarkan dari silsilah keluarga sebab Suhartono (Alm) adalah putra dari Ibu Kasmi (Alm) dan cucu mendiang Bunadin,sedangkan Jaka Trilaksono adalah putra dari ( Alm ) Suhartono.
Namun sayang persaudaraan itu tidak diakui oleh saudara Jaka trilaksono ungkapan tersebut terlontar dari pihak termohon eksekusi,lantas kalau pemohon eksekusi tidak ada hubungan saudar dengan termohon eksekusi salah satunya adalah Bpk Misnandar lantas siapa kah orang tua pemohon eksekusi yaitu Jaka Trilaksono kalau memang pihak termohon eksekusi tidak diakui sebagai saudara dengan kata lain Jaka Trilaksono bisa dikatakan bukan ahli waris,karena Suhartono (Alm) masih ada hubungan darah dengan Bpk Budi Santoso dari mendiang kakek yang bernama Bunadin,
Akan tetapi kejanggalan tidak hanya sampai disitu saja, selesai persidangan dalam nomer perkara 98/PDT.G/2008/PN.Jr pihak tergugat ternyata sampai saat rumah nya di hancurkan oleh pihak PN Jember melalui juru sita yang di saksikan Oleh aparat TNI/POLRI belum pernah menerima salinan putusan dari PN Jember justru yang diterima adalah salinan putusan dari PT Surabaya dengan nomer 206/PDT/2010/PT menyatakan bahwa mengadili.menerima permohonan banding dari pemohon para pembanding – para tergugat,menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jember Tgl 15 Oktober 2009 nomor 98/PDT.G/2008/PN.Jr,menghukum para pembanding – para tergugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp 100 ribu namun sayang nya Nama pihak termohon eksekusi tidak sesuai nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk termohon eksekusi.
Nama termohon eksekusi yang tidak sesuai dengan kartu indititas ternyata bukan hanya terjadi pada putusan PT Surabaya melainkan putusan Makamah Agung nomor 3318 K/PDT/2010 juga demikian,
Padahal menurut undang undang Republik Indonesia no 23 thn 2006 tentang administrasi kependudukan pasal 1 ayat 14 yang mengatakan ( Kartu Tanda Penduduk,selanjutnya disingkat KTP adalah indititas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang berlaku diseluruh Wilayah Negara Republik Indonesia ) lantas kenapa putusan PT maupun MA RI nama termohon eksekusi kok tidak sama dengan kartu indititas termohon eksekusi?
Namun sayang walau pun kedua putusan dan surat aanmaning serta pemberitahuan pengosongan nama termohon eksekusi tidak sesuai Indititas yang dilegalkan oleh undang undang tapi eksekusi tetap dilaksanakan hingga saat ini rumah para warga sudah rata dengan tanah,
Lantas apakah dalam pengajuan permohonan banding maupun kasasi pengacara termohon eksekusi mencantumkan kartu indititas?
Bpk Misnandar selaku termohon eksekusi mengatakan:saya tidak tahu karena banding maupun kasasi,karena kita tidak tahu isi surat putusan dari Pengadilan,tahu tahu pengacara kami bilang kalah.kemudian pengacara kami menyarakan banding ya kami langsung setuju,beberapa kemudian kami dikatakan kalah.kalau mengenai kami dimintai KTP untuk pengajuan permohonan banding kami tidak merasa dimintai kartu indititas.ungkapnya,
Oleh sebab itu lah kedua putusan dan surat aanmaning juga surat pemberitahuan nama termohon eksekusi tidak sesuai dengan kartu indititas,
Hal senada juga diungkapkan Bpk Budi Santoso juga termohon eksekusi bahwa beliau juga belum pernah dimintai copy KTP dalam pengajuan permohonan banding maupun kasasi oleh pengacara selaku kuasa hukum termohon eksekusi.
Ironis sekali proses hukum di negeri ini,bahkan yang lebih memperihatinkan lagi pada saat para termohon eksekusi dan pemohon eksekusi dipertemukan di kantor Kelurahan Kebonsari Kecamatan Sumbersari dan dihadiri oleh juru sita dari Pengadilan Negeri Jember serta aparat TNI dan Polri termasuk Kepala Kantor Kelurahan yaitu Hafid panggilan akrabnya,
Termohon eksekusi tidak diberi kesempatan berbicara oleh pihak Pengadilan Negeri Jember bahkan wartawan sendiri pada waktu mengajukan pertanyaan sebelum eksekusi berlangsung justru ditolak oleh pihak Pengadilan Negeri Jember,tapi kuasa hukum dari pihak pemohon eksekusi dipersilakan angkat bicara.
Yang lebih memprihatinkan lagi Kepala kantor Kelurahan Kebonsari hanya diam seribu bahasa padahal jika beliau benar benar menjadi penengah dan memperlihatkan buku kerawangan dan buku tanah sudah dipastikan eksekusi tersebut tidak mungkin terjadi,tapi sayang Hafid hanya menjadi seorang penonton.ada apakah?
Comment