Vita Agrati Eliani, S.Pd*: Mencari Solusi Daring di Papua

Opini505 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Sejak adanya wabah corona (COVID-19) di Indonesia, sistem belajar mengajar yang semula luring (luar jaringan) kini beralih ke daring (dalam jaringan). Namun, pelaksanaan belajar daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini tak bisa dilakukan mulus tanpa kendala. Apalagi di daerah 3T yaitu daerah tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia.

Sebagian besar daerah 3T menjadi gerbang tapal batas Indonesia. Letak daerah yang berada jauh dari ibu kota provinsi menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan pembangunan invrastruktur yang belum merata. Salah satu daerah yang termasuk 3T yaitu Papua.

Daring di Papua

Dilansir dari CNN Indonesia, Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua Christian Sohilait menyampaikan jika pihaknya mendapat banyak kendala dalam mengelola pembelajaran jarak jauh. Terutama mengenai keterbatasan listrik dan internet serta gawai.

Christian menjelaskan bahwa pembelajaran di Papua dilakukan dengan dua metode, yakni via daring dan luring. Namun pembelajaran daring hanya bisa dilakukan 46 persen siswa di Papua.

Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua memastikan kegiatan belajar mengajar di wilayahnya masih akan dilakukan secara daring selama pandemi Covid-19.

Di samping kendala jaringan, keterbatasan kemampuan guru dan siswa mengoperasikan gawai juga jadi masalah. Tetapi ketika ada siswa atau guru yang bisa, kadang gawai yang akan digunakan tidak ada.

Ia mengaku sudah berupaya melakukan pelatihan kepada guru. Namun pelatihan hanya mampu mencakup 500 sampai 800 guru. Padahal jumlah guru di Papua ada 18 ribu dan hampir 40 persen tak paham teknologi.

Christian mengatakan pihaknya juga sudah memberikan 12 ribu radio dan 25 ribu buku cetak secara gratis untuk membantu PJJ bagi siswa di pedalaman Papua. Namun hal ini pun belum mencakup keseluruhan jumlah siswa. (CNN Indonesia, 21/7)

Minimnya infrastruktur listrik dan jaringan internet menjadi kendala utama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di sekolah-sekolah terpelosok. Selain itu, banyak orang tua tidak mampu membelikan anak-anaknya gawai sebagai sarana pembelajaran jarak jauh.

Di Papua, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Papua mendata ada 14 daerah Kabupaten yang sama sekali tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ)  selama pandemi Covid-19.  Daerah-daerah itu meliputi Puncak, Puncak Jaya, Yalimo, Mamberamo Tengah, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Lanny Jaya, Nduga, Asmat, Boven Digul, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Mamberamo Raya. (Kompas.com, 13/7)

“Sebanyak 14 daerah itu   minim infrastruktur  internet,” kata Kepala LPMP Provinsi Papua Adrian Howay, Minggu (12/7/2020) di Jayapura.

Karena itulah, PJJ praktis  hanya bisa dilaksanakan  di kota besar  seperti Jayapura dan Mimika. Di kota  pun, tidak semua orang  tua  mampu menyediakan kuota internet atau membelikan gawai  bagi anaknya  untuk mengikuti PJJ.

Dari Survei LPMP Papua pada April 2020 di 915 sekolah, hanya 45,9 persen siswa bisa mengikuti PJJ. Sisanya, belajar secara luring dan bahkan  ada yang  tidak belajar atau diliburkan. (Kompas.com, 13/7)

Kendala dalam mengelola pembelajaran jarak jauh, seharusnya bisa diatasi jika pemerintahan tanggap dan serius dalam mengatasi permasalahan ini. Ditengah wabah, dan kesulitan ekonomi mayoritas masyarakat di Papua, seharusnya pemerintah bisa memberikan akses internet gratis dan menyediakan gawai gratis untuk sarana belajar daring.

Jika daring tidak mudah dilakukan, maka belajar luring masih bisa jadi pilihan dengan mengutamakan protokol kesehatan yang ketat agar terhindar dari meluasnya penularan virus covid-19.

Permasalahan yang terjadi di Papua, terutama dalam masalah pemerataan pendidikan harusnya bisa diatasi sejak awal. Sehingga masyarakat Papua tidak lagi merasa dianaktirikan oleh pemerintahan pusat.

Kehadiran COVID-19 menunjukkan ketidaksiapan sistem pendidikan di Indonesia baik di tingkat sekolah maupun universitas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran daring.

Padahal, dengan dukungan infrastruktur digital yang baik, pembelajaran daring dapat mendistribusikan materi pembelajaran yang berkualitas kepada siswa dari berbagai daerah di Indonesia.

Siswa dengan keterbatasan fisik dan mental yang menyebabkan mereka harus tinggal di rumah, juga akan memperoleh layanan pendidikan yang layak seperti siswa lainnya.

Pemerintah semestinya menjadi stakeholder utama, alih-alih menjadi pelayan umat. Sistem ini justru menempatkan negara hanya sebagai regulator yang melayani kepentingan para pengusaha.

Bahkan tanpa ragu negara turut bermain. Berselingkuh dengan pengusaha dan berdagang mencari untung dari tugas penjaminan hak dasar umat dan hak publik mereka.

Wajar pula jika layanan publik termasuk pendidikan dipaksa masuk dalam mekanisme pasar. Menjadi komoditas yang dikapitalisasi dan diperjualbelikan. Hingga pendidikan berkualitas pun makin tak terjamah kemampuan rakyat.

Demikianlah buruknya sistem Kapitalisme saat ini yang tidak mampu memberikan pelayanan pendidikan optimal lagi sahih kepada rakyatnya baik pada kondisi wabah maupun tidak.

Sudah selayaknya kita tinggalkan sistem yang sudah rusak ini dan menggantinya dengan sistem yang lebih baik. Dan sebagai Muslim kita wajib meyakini bahwa hanya sistem Islamlah yang layak menggantikannya.[]

*Aktivis Muslimah Papua

Comment