Air yang Membawa Kehidupan

Opini481 Views

 

 

Oleh:  Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sejak dahulu, para penyair biasa menguntai kata untuk melukiskan keindahan sungai. Bisa jadi karena kala itu, sungai masih tampak bersih dan sedap dipandang mata.

Maka tak heran, banyak gubahan lagu dan syair tentang sungai, salah satunya karya Gesang, lagu ‘Bengawan Solo’. Namun sayangnya kini ia tak lagi seindah lagunya.

Seperti halnya sungai di beberapa wilayah lain, Bengawan Solo pun terkena pencemaran. Hasil identifikasi Pemprov Jawa Tengah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, warna merah pekat airnya berasal dari limbah cair industri tekstil, alkohol (ciu), dan peternakan babi baik skala kecil atau besar. (Radarcirebon, 28/7/2021)

Berdasar data BPS, sebanyak 46% sungai di Indonesia tercemar berat. Baik yang berasal dari limbah industri seperti migas dan pertambangan, limbah rumah tangga (sisa-sisa makanan, plastik, gelas, kaleng, deterjen, dan batu baterai) dan peternakan. Akibatnya, kualitas air menurun, dan mengganggu kehidupan manusia dan biota sungai.

Padahal setiap tanggal 27 Juli diperingati sebagai Hari Sungai Nasional. Diharapkan ini menjadi pengingat agar masyarakat dan penguasa bersinergi memperhatikan keberadaan sungai. Tapi sepertinya itu belum cukup. Diperlukan aksi nyata untuk memperbaiki kondisi alam, terutama sungai.

Bentang air yang luas yang meliputi negeri ini, menjadikan keberadaan air sangat melimpah. Dengan luas total perairan 6.400.000 km2, bandingkan dengan luas keseluruhan darat dan perairan yaitu 8.300.000 km2. (maritim.go.id), menjadikan air sebagai unsur penting bagi kehidupan manusia, flora dan fauna.

Tentu saja hal ini membutuhkan pengelolaan yang baik. Jika tidak, akan menjadi petaka. Pola hidup manusia, baik rakyat maupun penguasanya, sangat memengaruhi kondisi alam. Lihat saja bagaimana pendangkalan dan pencemaran terjadi, setelah rumah-rumah berdiri di sepanjang tepian sungai, akibat sulitnya rakyat memperoleh hunian layak di kota besar.

Begitu pula halnya di bagian hulu, aktivitas penambangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian, menyebabkan banyak DAS (Daerah Aliran Sungai), tidak mampu lagi menyimpan air. Sehingga laju air pun mengalir dengan cepat di musim penghujan, mengakibatkan banjir dan longsor yang menyapu ratusan rumah dan fasilitas umum seperti jalan, jembatan.

Sementara bagian hilir, kerusakan sungai diakibatkan sampah plastik dan limbah beracun dari industri, rumah sakit, mall, dan rumah tangga. Juga disebabkan oleh pembangunan jalan atau perumahan, yang menyebabkan badan sungai tertimbun. Maka rumah-rumah penduduk yang berada di hilir pun, tak pelak menjadi langganan banjir.

Berbeda dengan kondisi tanah air, banjir besar yang melanda Jerman dan wilayah lain di barat Benua Biru, menjadikan isu pemanasan global sebagai tertuduh. Cuaca menjadi tak biasa karenanya. Sehingga baru-baru ini terjadi banjir besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemanasan global membuat permukaan bumi menjadi lebih hangat dan menimbulkan uap air yang banyak. Massa air menjadi semakin padat, menimbulkan cuaca ekstrem dan curah hujan yang tinggi. Lagi-lagi ulah tangan manusia ikut andil di sini, melalui alih fungsi lahan atau penggunaan bahan bakar fosil yang menyebabkan peningkatan jumlah karbon dioksida di udara.

Bahkan belum lama ini, Presiden Amerika Serikat (AS), Biden, menyinggung bahaya pemanasan global ketika berpidato di Kantor Direktur Intelijen Nasional, Selasa (27/7/2021). Dampaknya bisa mencairkan es di kutub dan menaikkan permukaan air laut. Sehingga kemungkinan yang muncul dalam 10 tahun ke depan, Ibu Kota Indonesia akan tenggelam, kata Biden.

Allah ta’ala telah menggambarkan situasi ini dalam salah satu ayatnya,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42)

Air pun perlu penjagaan dari tangan pemimpin negara yang bertakwa. Melalui legalisasi aturan dan perizinan pendirian bangunan, penguasa bertanggung jawab menjaga alam. Begitu pula halnya dalam menegakkan sanksi yang tegas dalam setiap pelanggaran perusakan lingkungan.

Perbaikan tata kota dengan memberi perumahan yang baik, sebagai pemenuhan kebutuhan dasar warganya, menjadi faktor penting.

Kemudian membuat pengaturan untuk saluran pembuangan dan air bersih, juga menghidupkan tanah mati dan pengadaan lahan hijau. Visi misi negarawan adalah memenuhi kebutuhan rakyat dan menjaga alam.

Upaya preventif pun bisa disiapkan jauh-jauh hari demi mencegah terjadinya musibah. Disertai sikap terbaik dalam bentuk perubahan sistemik, merubah arah pandang bangsa yang kerap kali mengeksploitasi alam secara serampangan menjadi pemelihara dan penjaga alam.

Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang dibekali akal. Sebagai khalifah yang menguasai bumi, manusia akan dibimbing syariat untuk menjaga seluruh ciptaan Allah subhaanahu wa ta’ala, agar lahir kebaikan yang ada di dalamnya. Ini akan menjadi hujah kelak di hadapan Allah. Allahumma ahyanaa bil Islam.[]

Comment