Alvi Rusyda*: Rezim Semakin Represif, Rakyat Makin Cerdas

Opini512 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tampaknya,rezim jilid II makin represif dan sekuler. Kebijakan mereka menginginkan umat semakin jauh dari pemahaman Islam. Presiden Joko Widodo menunjuk mantan wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi masuk kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Jokowi meminta lulusan akademi militer 1970 itu duduk sebagai menteri agama dan mengurus pencegahan radikalisme dalam jabatan barunya.

Fachrul Razi, usai pelantikan kabinet Indonesia Maju mengatakan bahwa ia sedang menyusun upaya menangkal radikalisme di Indonesia.

Ia mengakui Presiden memilihnya karena dianggap mempunyai terobosan menghadapi radikalisme.

“Saya berpikir mungkin beliau membayangkan juga bahwa belakangan ini potensi-potensi radikalisme cukup kuat sehingga beliau berpikir pasti pak Fachrul mungkin punya terobosan-terobosan lah dalam kaitan menangkal radikalisme ini,” katanya Namun, ia mengakui belum merumuskan nama dari program radikalisasi.

Pria asal Aceh tersebut menilai tidak perlu membuat kejutan dalam program radikalisme bila pihaknya bisa melakukan dengan cara yang halus, tenang dan semua orang merasa dihormati dengan baik.

“Itulah ide-ide yang baik kita terapkan,” kata Fachrul meyakinkan. (Tirto.Id)

Di samping menteri, Presiden Jokowi telah melantik 12 wakil menteri (Wamen) di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10). Salah satu Wamen yang dilantik adalah Zainut Tauhid Sa’adi. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu akan menduduki jabatan Wakil Menteri Agama (Wamenag) mendampingi Menag Fachrul Razi.

“Zainut Tauhid Saadi, saya dan Pak Wapres (Ma’ruf Amin) berikan kepercayaan menjadi Wakil Menteri Agama. Beliau sudah lama jadi wakil ketua MUI pusat dan tadi disampaikan agar berikan dukungan membantu Pak Menag,” kata Presiden Jokowi.

Usai dilantik Presiden, salah satu tugas khusus yang disampaikan Jokowi adalah penanganan masalah radikalisme.

Menurut Zainut, masalah ini akan menjadi tugas dan pekerjaan pokoknya bersama Fachrul Razi di Kementerian Agama.

“Salah satu amanat yang disampaikan Pak Presiden itu terkait dengan penanganan masalah radikalisme. Saya kira ini sangat penting, karena apa? Kita ingin bahwa bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang rukun yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban, kesusilaan,” terang Zainut.

Penanganan paham radikalisme, lanjut Zainut, akan menjadi perhatian khusus penuh Kemenag, karena sudah masuk ke semua lini, mulai dari pendidikan hingga ke militer. Oleh karenanya, permasalahan radikalisme ini bisa diurai dengan baik.
(Jawa Pos.com)

Radikalisme yang Disalahartikan

Secara bahasa, kata radikal adalah: menadasar, amat keras, dan maju dalam bertindak. Menurut Istilah ide atau gagasan, dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial, dan politik dengan menggunakan cara-cara ekstrim. Intinya adalah sikap seseorang atau kelompok tertentu, yang menggunakan cara-cara tertentu untuk melakukan perubahan.

Mereka menujukan cap radikalisme ini kepada umat Islam, dengan dalih teroris, dan benci kepada Islam. Islam selama ini dituduh menyebarkan radikalisme.

Faktanya demokrasilah yang menjadi biang kerusakan. Radikalisme mereka jadikan alat stigmatisasi yang mendiskreditkan Islam dari ajaran sebenarnya.

Kebijakan melawan radikalisme menjadi terkesan ngawur dan serempangan. Bahkan, Nampak sekali bahwa narasi radikalisme ini jurus untuk membungkam lawan politik, dan mengalienasi kelompok kritis yang menginginkan perubahan Indonesia, ke arah yang lebih baik.

Narasi radikalisasi ini bukan hanya membungkam sikap kritis, juga menyerang ajaran Islam tentang wajibnya muhasabah/ menasehati pemimpin dan ajaran Islam tentang khilafah.

Di samping itu, akan dijadikan alat legitimasi untuk menekan rakyat untuk selalu tunduk kepada keinginan penguasa, dan tidak lagi berani memperjuangkan Islam yang mendasar. Mereka takut dan panik jika Islam itu bangkit dan mencerdaskan umat.

Rezim menganggap Islam membahayakan persatuan, kebihenekaan, dan investasi modal asing. Tidak ada lagi yang memperjuangkan perubahan menadasar, yaitu Islam.

Penguasa hari ini, bangga dan tak peduli dengan julukan tangan besi.  Mereka menjadikan Islam sebagai sasaran utama proyek radikalisme ini karena geliat kebangkitan akan kesadaran rusaknya sistem hidup, yang berdasarkan sekularisme demokrasi yang dimotori oleh kelompok Islam, dan ulama ideologis yang bertolak belakang dengan penguasa.

Negara hari ini malah sibuk mengurus kekayaan pribadi, bukan raakyat. Negara abai dalam aspek sosial, moral dan agama, sehingga generasi semakin jauh dari Islam.

Upaya penangkalan radikalisme ini tidak mempengaruhi masyarakat. Malah membuat masyarakat menjadi resah, dan tidak tenang dalam menjalankan ajaran agama. Masyarakat sudah banyak yang menolak upaya menag dan presiden memberantas radikalisme ini karena bisa saja menimbulkan gejolak dan persoalan baru di tengah kehidupan masyarakata yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi.

Pandangan Islam

Rasulullah SAW telah menggambarkan kondisi umat akhir zaman, berada dalam kebohongan yaitu, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh kebohongan, saat itu pendusta dibenarkan, orang benar justru dibenarkan, orang benar justru didustakan, penghianat diberi amanat, orang lain yang dipercaya justru dikhianati.

Dalam Islam, penguasa menjadi perisai sekaligus mengurus persoalan rakyat sehingga tindakan yang menghalangi penerapan ajaran agama secara kaffah bisa diselesaikan. Wallahu’alam.[]

*Mahasiswi Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang

Comment