![]() |
Prabowo.[Nicholas/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyampaikan bahwa dirinya memang bukanlah merupakan ahli ekonom, namun dirinya merupakan prajurit militer dan paham Pertahanan Negara serta fungsi utama negara.
“Jeniusnya Founding Fathers (pendiri bangsa) ketika itu, bagian dalam UUD sudah dirancang suatu konsep negara jauh kedepan. Baik itu pasal 33 yang berisikan tentang ekonomi, ada pula pasal Pertahanan bahwa setiap warga negara wajib dan berhak membela negara,” ungkapnya.
Dalam orasinya Prabowo menyatakan, para founders meranca negara, seluruh rakyat wajib dan berhak membela hingga memunculkan konsep Pertahanan Ketahanan Semesta.
Di samping itu dalam menelusur situasi perang yang acap kali terjadi di dunia, lanjut mantan Danjen Kopasus itu , tentunya memiliki sebab musabab yang berbeda-beda, namun ujung-ujungnya ialah merebut Sumber Daya Alam (SDA). Ibaratnya, tutur menantu mantan Presiden RI kedua (2) Soeharto itu, Amerika Serikat (AS) alasan masuk ke Iraq dalam rangka membawa paham ‘Demokrasi’.”Namun di Zimbabwe tidak demokratis, mereka tidak masuk. Terjadi karena tidak ada gas, minyak dan sebagainya. Itulah Pertahanan Keamananan, tidak bisa tanpa ekonomi,” tukasnya.
Anak dari Prof. Dr. Raden Mas Sumitro Djoyoikusumo itupun menuangkan alur pikirannya, dan merasa sedih karena melihat para tokoh, para akademisi yang dibangun oleh orang tuanya kini malah menyebarluaskan filosofi ekonomi yang bertentangan denhgan Ideologi Pancasila.”Bahkan saya pernah dipanggil para tokoh ekonom FE UI, lalu mereka katakan bahwa ekonomi Neolib suatu sistem yang SALAH,” ungkapnya lagi membeberkan.
Adapun ‘Paradoks Indonesia’ buku terbitan Prabowo Subianto itu berisikan refleksi ‘kejanggalan’ yang terjadi di Indonesia dengan tinjauan kritis dari sisi ekonomi. Sambungnya seraya flash back dia mempertanyakan Indonesia yang merupakan negara terkaya kelima (5) dari Sumber Daya Alam (SDA) namun rakyatnya miskin, ia menemukan kekayaan alam di Indonesia, tidak tinggal di Indonesia, itulah yang sempat diungkap oleh mantan Presiden Pertama RI, Ir Soekarno sebelum beliau diadili pada tahun 1931 dengan pidato tokoh Proklamator ‘Indonesia Menggugat’.
“Loh, kok paradoks Indonesia ini hampir sama dengan keadaan Indonesia pada tahun 1931? kok tidak jauh berbeda dengan Tahun 2014, 2017 dimana ‘net of flow, national of wealth’, ditandai dengan peralihan kekayaan Indonesia (Nasional) selama 350 tahun,” ungkapnya penuh tanda tanya besar
“Ini bagaimana mau bicara keadilan? bicara mengenai pendidikan SD, SMP, SMA, untuk kampus-kampus saja, kalau gaji PNSnya kecil, kebanyakan guru mengajar paginya lalu siang ngojek. Ini terjadi di mana mana,” paparnya.
Padahal menurutnya bila dibayangkan negara sebesar Eropa, secara geografis Indonesia hampir sama dengan Eropa Barat yang berjumlah 27 negara itu.”Saya bicara belasan semenjak tahun 2002 lalu, ini ada s emua angka-angka baik rujukan pihak Pemerintah Republik Indonesia sendiri dan Bank Dunia mengenai PDB. Ini angka matematis yang inti pencerahan ialah kekayaan Indonesia tidak tinggal di Indonesia,” paparnya menjelaskan benang merah yang tertuang dalam buku ’Paradoks Indonesia’.
“Kasus korupsi merajalela terjadi berjumlah triliunan, gaji hakim berapa? Mengalir kekayaan nasional, suka atau tidak suka, banyak tidak suka dengan Prabowo pastinya. Di mana kekayaan Indonesia yang mempunyai Bauksit ketiga terbesar di dunia, bahan untuk alumunia, alumunium. Apakah ada motor, mobil, televisi buatan Indonesia ?” tukasnya.
“Artinya kekayaan alam dibeli murah oleh bangsa asing, dijual 3 kali lipat, ini berikan subsidi ke bangsa Asing tadi. Harusnya kita berada dalam keadaan yang sedih, dan kita diakui sebagai bangsa yang tidak pandai,” sindirnya seraya kecewa dan prihatin.
“Setelah hampir 72 tahun merdeka, kesenjangan bukan membaik namun makin melebar. Bangsa Indonesia, bangsa yang rendah diri, tidak percaya dengan diri sendiri, merasa inferior, nampak minder lander konteks,” ungkapnya.
“Kita selalu kagum akan semua yang berasal dari Asing. Kita kira kulit putih lebih baik dari bangsa ini, serasa tidak punya harapan. Silahkan Prof koreksi. Namun saya percaya diri soalnya data Bank Dunia, dan baru keluarkan dimana saya baru dapat 2-3 bulan yang lalu menyebut pula ketimpangan yang semakin lebar,” jelasnya.
Selain itu pula menurut data World Bank (Bank Dunia) yang lebih ‘galak’ dari Prabowo Subianto, masih mengggunakan nominal angka Gimni Rasio, 4,1 dimana artinya koefisien angka yang menggambarkan ketimpangan.”4,1, artinya sebanyak 1 % rakyat Indonesia menguasai 41% kekuasaan. Kalau di sini menurut Bank Dunia sudah 47 %, namun kenyataan di Lapangan sudah 49 %,” jelasnya.
Sedangkan kalau dari pertanahan, menurut Prabowo perkiraan sejumlah 1 % sudah menguasai 80 % tanah. Ini.”Wajib dibaca oleh saudara saudara sekalian, ini semua dibenarkan oleh Bank Dunia (WB), ternyata lebih menyedihkan, Indonesia berada di kondisi parah, dan sangat sangat menyedihkan. Bila berbicara Martabat dan Keadilan saya berbicara tentang Faktual,” tandasnya.[Nicholas]
Comment