Dana BOS Dihentikan, Nasib Generasi Terabaikan

Opini689 Views

 

 

 

 

Oleh: Nurmilati, Ibu Rumah Tangga

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah tengah gencar mendukung pendidikan di Indonesia. Berbagai program dilaksanakan untuk membantu sekolah di Tanah Air agar dapat melakukan pembelajaran lebih optimal. Salah satunya adalah melalui program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) supaya sekolah terutama yang berada di wilayah tertinggal, terluar dan transmigrasi dapat melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan nyaman dan berhasil.

Hal ini tentu saja menjadi angin segar bagi satuan pendidikan di Indonesia, sebab dengan adanya bantuan tersebut, sekolah dapat memenuhi semua kebutuhan untuk menunjang pembelajaran.

Adapun dana segar itu digunakan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), pembangunan dan perbaikan gedung sekolah, penyediaan alat multimedia pembelajaran, kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler, pengembangan perpustakaan, administrasi kegiatan sekolah dan lainnya.

Sedangkan setiap sekolah menerima dana yang berbeda-beda tergantung tingkatan sekolah, jumlah siswa yang terdaftar di NISN Dapodik, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan letak daerahnya. Semakin sulit letak geografisnya, maka makin tinggi pula IKK nya.

Pada tahun ini, negara akan mengeluarkan dana BOS sebesar Rp 52,5 triliun ke 216.662 satuan pendidikan di jenjang SD, SMP, SMA, SMK dan LSB. Sedangkan untuk mendapatkan dana BOS ada syarat dan ketentuan yang dimiliki sekolah sesuai Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020. Namun peraturan tersebut tidak berlaku untuk sekolah swasta dengan iuran mahal, sekolah yang minim peminat dan yang membatasi jumlah peserta didik.

Namun sayang, pemerintah melalui Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan baru terkait pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Ketentuan tersebut tertuang dalam Permendikbud 6/2021 tentang petunjuk Teknis Pengelolaan BOS reguler. Dalam ketentuan itu dijelaskan bahwa syarat sekolah swasta mendapatkan dana BOS reguler adalah memiliki jumlah peserta didik minimal 60 siswa dalam 3 tahun terakhir.

Tak ayal, ketentuan baru tersebut menuai tanggapan negatif dari Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan di antaranya Muhammadiyah, Ma’aruf NU, PGRI Taman Siswa dan Majlis Nasional Pendidikan Katolik. Mereka menilai kebijakan tersebut diskriminatif dan tidak selaras dengan amanah UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu Kemendikbudristek didesak untuk mencabut syarat penerima dana BOS, sehingga baik sekolah negeri maupun swasta dengan berapa pun jumlah siswanya berhak menerima bantuan tersebut.

Akan tetapi, setelah menuai polemik, seperti dikutip tepublika (8/9/2021), Kemendikbudristek akhirnya mengevaluasi terkait hal ini, untuk tidak memberlakukan persyaratan ini pada 2022.

Sementara itu, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyebut banyak sekolah swasta di daerah menampung murid yang tidak diterima di sekolah negeri dan anak-anak dari keluarga tidak berpunya, sedangkan jumlah siswanya sedikit, jika kemudian negara menghentikan dana BOS reguler bukan tidak mungkin mereka makin terpinggirkan bahkan putus sekolah. Sehingga alasan negara menghentikan bantuan dana BOS dengan dalih efisiensi, dinilai terlalu mengada-ada dan menunjukkan pola pikir yang sempit.

“Alasan efisiensi itu tidak masuk akal, sebab justru sekolah-sekolah program Kementerian yang diberi dana BOS reguler, BOS afirmasi, BOS kinerja, itulah yang tidak efisien.”
Republika (8/9/2021).

Unifah menambahkan, pada situasi pandemi seperti ini, yang seharusnya dibela adalah orang miskin, yang tidak memiliki pilihan dan masyarakat yang tidak memiliki akses pendidikan.

Tujuan Pendidikan Bagi Indonesia

Aspek pendidikan dalam suatu negara merupakan hal yang sangat penting untuk selalu ditingkatkan, sebab sistem pendidikan yang berjalan dengan baik dapat melahirkan generasi terdidik dan terpelajar.

Begitu pula dengan tujuan pendidikan Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan yang layak dan setara bagi setiap warga negara di seluruh penjuru negeri supaya tercapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang cerdas.

Akan tetapi, cita-cita luhur bangsa tersebut tidak diimbangi dengan anggaran yang memadai untuk menunjang dan mengembangkan dunia pendidikan, contohnya seperti penghentian dana BOS.

Implikasinya fasilitas dan sarana penunjang kegiatan kependidikan sangat minim dan berimbas pula pada rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kinerja bangsa yang lemah.

Di sisi lain, guru sudah terbebani dengan banyaknya tanggungjawab mulai dari kurikulum, administrasi dan evaluasi, sementara output pendidikan adalah prestasi sekolah yang diukur dari kualitas, efektivitas, produktifitas, efisiensi dan inovasi.

Lantas, dengan kondisi demikian mungkinkah tujuan bangsa dan negara ini bisa terealisasi?

Menelusuri Akar Masalah

Pada dasarnya, yang menimbulkan berbagai persoalan yang menjadikan lemahnya dunia pendidikan itu berpangkal pada kesalahan paradigma dalam proses penyelenggaraan dan pembangunan dunia pendidikan nasional.

Adanya kekeliruan strategi dan kebijakan yang diambil pemerintah, dalam hal ini pencabutan dana BOS yang menilai anggaran tersebut merupakan pemborosan, mengindikasikan jika negara masih mempertimbangkan untung rugi dalam mengatur rakyatnya. Sehingga negara seperti perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan. Dalam negara korporasi, subsidi untuk rakyat dianggap menghamburkan anggaran, begitulah tabiat negara korporasi yang tidak bisa dilepaskan dari sistem politik demokrasi dengan tumpuannya sekularisme kapitalistik.

Sehingga, visi pendidikan sesuai dengan paradigma sistem tersebut yaitu berbasis pada orientasi materi. Maka dari sini diharapkan lulusan sekolah baik setingkat SMA hingga perguruan tinggi sudah siap pakai di dunia kerja.

Sehingga dari sini bisa dilihat, hakikat dan tujuan pendidikan itu sendiri yakni mencerdaskan kehidupan bangsa mulai terlupakan. Selain itu dalam sistem ini, pendidikan ditempatkan hanya sebagai pengukuh penjajahan kapitalisme yaitu hanya untuk memenuhi pasar industri milik para kapitalis global.

Dari sini, tampak jelas kemana arah pendidikan negara saat ini. Tidak dipungkiri, negara yang berdiri atas ideologi kapitalisme sekularisme hanya akan mengedepankan sisi materialistik sehingga terjadi kontraproduktif antara visi dan misi dalam dunia pendidikan.

Sekularisme adalah pemisahan antara agama dari kehidupan, dengan kata lain Islam hanya dijadikan sebagai agama ritual semata, sedangkan kehidupan harus bersih dari campur tangan agama (Islam). Akibatnya, bermunculan  tatanan kehidupan yang jauh dari nilai-nilai agama, contohnya sistem pendidikan yang materialistik liberal dan minim keimanan.

Kerangka Dasar Pendidikan Islam

Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan dasar dan hak setiap warga negara. Sebab pendidikan menjadi jalan formal untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu, sehingga dengan keduanya akan menjadi unsur penopang kehidupan. Hak pendidikan tanpa membedakan usia, jenis kelamin maupun martabat.

Maka dengan demikian, menjadi tugas negara untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan memenuhi pelayanan pendidikan secara menyeluruh.

Selain itu sarana penunjang dan anggaran juga wajib diperhatikan agar tenaga pengajar dan peserta didik mendapatkan fasilitas yang memadai demi kelancaran proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Oleh karena itu, Islam mewajibkan setiap individu muslim menuntut ilmu dengan menjalani proses pendidikan. Sementara itu, Islam mewajibkan negara menyelenggarakan pendidikan atau wajib belajar tanpa memungut biaya kepada seluruh rakyatnya, mulai dari jenjang pendidikan terendah (TK) hingga tingkatan menengah atas (SMU).

Sedangkan untuk perguruan tinggi, negara harus memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siapapun yang berminat dengan kemudahan, biaya gratis dan tanpa membatasi umur.

Maka dari itu, negara harus menjadikan pendidikan sebagai salah satu yang diprioritaskan dan menyediakan anggaran yang memadai.

Selain itu, dalam Islam kurikulum, strategi dan tujuan pendidikan sangat jelas dan tegas. Kurikulum berdasarkan akidah Islamiyah, maka seluruh materi bidang studi serta metode penyampaiannya harus diprogram sesuai sistem Islam.

Rencana pendidikan diarahkan pada pembentukan pola pikir dan jiwa Islami serta membentuk kepribadian Islam dan membekali individu dengan berbagai ilmu dan pengetahuan kehidupan.

Gambaran pendidikan tersebut, pernah diterapkan dalam kehidupan Islam pada masa Rasulullah Saw dan berlanjut pada masa kekhalifahan sesudahnya, sejarah pun menceritakan keberhasilan dan kegemilangan sistem pendidikan Islam pada masa lalu dan tidak pernah terkalahkan oleh negara manapun.

Namun, ketika kaum Muslim berangsur-angsur meninggalkan aturan Islam termasuk dalam hal pendidikan, maka umat dalam keadaan terpuruk dan tertinggal.

Seperti yang sedang dialami dunia pendidikan di Indonesia saat ini, sistem yang carut marut, visi dan orientasi tidak jelas dan pengelolaan yang tidak maksimal, apabila tanpa perubahan mendasar, keadaannya akan tetap begitu dan Indonesia tidak akan mampu bangkit menjadi bangsa yang maju dan terhormat.

Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain selain dengan penerapan sistem pendidikan Islam melalui negara yang berasaskan Islam supaya tercipta sistem pendidikan yang benar.

Sebab hanya dengan aturan Islam yang mampu melahirkan generasi muda yang cerdas dan bertakwa, karena mereka adalah kader yang akan memimpin bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Di tangan generasi inilah yang akan membawa dan menentukan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, agar menjadi bangsa yang lebih maju dan mampu bersaing di kancah internasional.

Comment