Harus Berpihak, Umat Tak Boleh Diam dan Netral Apalagi Tertidur

Opini349 Views

 

 

Penulis: Lulu Nugroho | Muslimah Revowriter

 

RADARINDOMESIANEWS.COM, JAKARTA — Dunia harus berpihak, tak boleh diam dan tak bergeming menghadapi hiruk pikuk kerusakan yang terpampang di depan mata. Tidak boleh berkata ‘netral’ seolah tak berpihak, padahal justru membiarkan kemungkaran merajalela. Saat itulah berarti kita telah berdiri di pihak yang salah.

Hal ini terjadi pada ribuan manusia yang bergerak menuju Gaza atas dasar kemanusiaan. Aksi lintas dunia diikuti lebih dari 50 negara, tergabung dalam Global March to Gaza dengan cara jalan kaki internasional sejauh sekitar 50 kilometer dari Kairo menuju Gerbang Rafah, yang menjadi pintu masuk ke wilayah Gaza.

Mereka menyuarakan tuntutan pembukaan akses kemanusiaan tanpa syarat ke Gaza, penghentian agresi militer Israel, penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Gaza, serta pengakhiran penjajahan atas Palestina.

Mereka menentang blokade Israel atas Jalur Gaza, serta berusaha meningkatkan kesadaran internasional terhadap pelanggaran HAM di Palestina. Peserta aksi damai ini mencoba berkumpul di titik-titik perbatasan Gaza dari berbagai negara (Mesir, Yordania, Lebanon, dll).

Namun Pemerintah Mesir menahan dan mendeportasi puluhan warga asing peserta Global March to Gaza, hanya beberapa jam setelah Kafilah Ash-Shumud dihentikan di gerbang Kota Sirt, Libya Timur, karena alasan izin keamanan.

Otoritas setempat menahan ratusan aktivis, mendeportasi puluhan orang ke Istanbul, dan sebagian paspornya disita. Di Libya, otoritas timur pun menghentikan konvoi solidaritas yang membawa 1.500 peserta dari Tunisia, Aljazair, dan Mauritania, menyebabkan mereka terpaksa berkemah di pinggiran Sirt. (Spiritofaqsanews, 15-6-2025)

Aksi Kemanusiaan

Bukan tentara yang bergerak menuju Gaza, melainkan rakyat sipil. Jelas mereka tidak sebanding berhadapan dengan tentara keamanan Mesir. Rakyat memang bukan tandingan militer. Alhasil mereka tak bisa mencapai Gaza.

Sebelumnya, Gaza Freedom Flotilla Coalition (FFC) dengan kapal Madleen, yaitu sebuah jaringan internasional yang rutin mengirim bantuan kemanusiaan ke Palestina pun terhenti, setelah tentara Israel mencegat di perairan internasional. Greta Thunberg dan 11 aktivis lainnya ditangkap oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada 9 Juni 2025.

Selain Thunberg, kapal yang berangkat dari Catania, Sisilia, membawa 12 kru, pun tak dapat memasuki Gaza, padahal mereka hanya membawa susu formula bayi, tepung, beras, popok, produk kebersihan wanita, peralatan desalinasi air, perlengkapan medis, kruk, dan kaki palsu untuk anak-anak, bukan senjata perang.

Ironis. Tentara muslim di negeri muslim, justru menghalangi aksi kemanusiaan ini. Dengan berbagai cara mereka mengadang, menghalangi masuknya relawan, bala bantuan yang datang dengan berbagai latar belakang dan agama. Hilangnya persatuan akidah telah meluluhlantakkan persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah).

Dunia yang Diam

Dunia memang tampak pendiam belakangan ini. Bukan karena tak mampu, tak memiliki kekuatan, tak ada tentara, atau tak memiliki dana, namun para pemimpin negeri muslim nyaris tak bergeming, melihat saudara muslim terkapar tak berdaya. Mereka terus berorasi dan memberikan solusi semu, yang justru memberi peluang pada penjajahan agar tetap meraja.

Umat nabi saat ini sungguh telah menjadi buih. Tak lagi memiliki daya menghadapi kekuatan yang menghalangi tegaknya agama Allah. Pemimpinnya berpihak pada penjajahan, bahkan kemudian berbalik menghadapi rakyatnya sendiri, seperti musuh.

Kembali pada Islam

Palestina bak sebuah negeri di awan. Dalam kondisi tertekan yang amat sangat, manusia-manusia salih ini terus melantunkan harap lirih kepada Ilahi Rabbi. Asa itu terdengar hingga ke relung hati setiap insan. Tak peduli muslim maupun nonmuslim, semua sepakat bahwa penjajahan terhadap umat ini, harus dihentikan.

Setelahnya, seluruh manusia sontak bergerak atas dasar kemanusiaan, berusaha menghentikan genosida dan menyelamatkan Gaza.

Akan tetapi kondisi ini bersifat reaktif yang lahir dari gharizah baqa, tak rela melihat orang lain tertindas. Atau bahkan bisa jadi gharizah nau’, sehingga lahir sikap peduli dan menyayangi orang lain. Perlu peningkatan pemahaman bahwa di level akidah. Bahwasanya Islam adalah sebuah landasan berpikir (qaidah fikriyah) dan kepemimpinan berpikir (qiyadah fikriyah).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.

Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim. Shahîh HR an-Nasâ`i (VII/82), dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1395). Hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ`i dan lihat Ghâyatul- Marâm fî Takhrîj Ahâdîtsil-Halâl wal-Harâm (no. 439).

Maka, dakwah kepada penerapan Islam kafah perlu terus digaungkan, untuk membangunkan umat yang tertidur, yang terlena membiarkan Islam ditempatkan di area ibadah saja. Sementara Islam sejatinya mampu memimpin dunia, sebagaimana dahulu di masa kejayaannya menguasai 2/3 dunia selama 13 abad.

Saat ia ditempatkan pada kepemimpinan yang tepat, ia akan membangkitkan peradaban, mengembalikan kemuliaan agama Allah, menerapkannya dan menghalau segala hal yang merintanginya.

Tak cukup dengan aksi, konvoi atau bantuan kemanusiaan. Tapi perlu kekuatan militer melalui satu komando, untuk menghancurkan kebrutalan musuh-musuh Islam.

Melindungi Palestina adalah melindungi agama Allah, menjaga tanah para nabi dan membebaskan umat Muhammad. Inilah hujah kita kelak di hadapan Allah al-Khaliq, saat semua manusia diminta pertanggungjawabannya atas semua perbuatannya, yakni saat matahari sejengkal jaraknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَوْمَ نَـطْوِى السَّمَآءَ كَطَـيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبَِ

“Dan pada hari langit Kami gulung, seperti menggulung lembaran kertas.”[]

Comment