Foto/Nicholas/radarindonesianews.com |
Padahal, Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 keseluruhan wilayahnya laut, dengan jumlah pulau mencapai 17.504 dan panjang garis pantai sejauh 81.000 km. Tentunya dari sektor kelautan, Indonesia menyimpan potensi sumberdaya hayati ataupun non hayati yang besar mulai dari perairan pedalaman hingga Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) terbesar Indonesia berasal dari perikanan.
Hadir dalam seminar ini pembicara Laksamana Pertama TNI Yuli Dharmawanto, SH., MH (Direktur Hukum BAKAMLA), Ichsan Firdaus (Anggota Komisi IV DPR RI), Kolonel Laut Dr. Krisno Bintoro mewakili Kastaf TNI AL, Dr.Zulhamsyah Imran (Pengamat Kelautan IPB ), Anton leonard (sekjen HNSI).
Edi Humaidi mengulas praktek penangkapan ikan Illegal merupakan tindakan kriminal lintas negara terorganisir dan menyebabkan kerusakan serius bagi Indonesia dan negara-negara lainya (secara ekonomi, sosial, dan ekologi).”Jelas praktik ini merupakan tindakan yang melemahkan kedaulatan wilayah suatu bangsa !,” tukasnya.
Guna mewujudkan dan memperjelas kedaulatan bangsa Indonesia, pada bulan Oktober 2010 lalu, Indonesia bersama negara yang tergabung dalam Asia-Pasific Economic Development (APEC) bersepakat untuk Iebih gencar memerangi dan mengatasi tindak penangkapan ikan secara illegal. Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Paracas yang merupakan hasil dari pertemuan para Menteri Kelautan darl negara yang tergabung di APEC di Paracas, Peru. Pada bulan Oktober 2014, pemerintah mempertegas pengaturan kelautan Indonesia dengan dlsahkannya UU No. 32/2014 tentang Kelautan. Undang-undang tersebut menjabarkan bahwa pengelolaan kelautan harus sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional.
Pengelolaan kelautan harus merefleksikan kedaulatan bangsa yang dijaga keberlangsungan dan keberlanjutannya. Pengelolaan kelautan bertujuan menjadikan segala sumber dayanya menjadi kebermanfaatan yang mampu mensejahterakan dan memakmurkan rakyat Indonesia. Hal tersebut senada dengan konstltusi dasar Indonesia yakni Pasal 33 UUD 1948 ayat (3) yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasal dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Sementara itu, usai sesi seminar Direktur Hukum Bakamla, Laksamana Pertama
Yuli Darmawanto menyampaikan pada wartawan, bahwa untuk mengendalikan keamanan laut itu ‘unpredictable’.”Dimana digunakan sebagai penyelundupan, kalau situasinya semakin kompleks. Mengapa tidak bersama menyelesaikannya ?” Ungkapnya.
“Itu kan musuh bersama, ayo mari bersama-sama. Kunci pengamanan laut adalah kesinergisan, karena ini adalah kebutuhan praktik kenegaraan yang ada di Internasional. Memang sudah ada formatnya dan mengikuti ke arah sana, soalnya wilayah ASEAN wilayah laut terbesar Indonesia,” Paparnya menekankan.
“Bila semua stakehoulder ada di dalam satu wadah, tidak mengeliminasi satu sama lain, namun hanya menyatukannya saja. Identitas bisa ditentukan nanti, intinya memiliki kewenangan untuk kesemua tindak pidana yang berada di laut,” Jelas Laksamana Pertama Yuli Darmawanto
“Tindakan pencurian Ikan (Illegal Fishing) tidak hanya menimpa merugikan manusia saja, dan lingkungan di laut namun bisa melanggar kedaulatan negara dan merusak hubungan diplomasi antar negara,” paparnya, serata menjelaskan dimana kapal asing saat masuk wilayah Indonesia imbasnya pada pentrasi Sumber Daya Alam (SDA).
Memang untuk kedepan menurut Direktur Hukum Bakamla menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab IUU Fishing, dimana meningkatnya kebutuhan, kemudian dari sejumlah 14 zona fishing di dunia, ada 2 (dua) di Indonesia, salah satunya terbesar di Indonesia.
Lalu selain setelah clusterisasi jenis Ikan, bahkan pencemaran, tindak pidana penyelundupan orang itu pula menurut pemaparan Yuli Darmawanto menyebut tidak bisa berdiri sendiri terhadap sumber daya. “Bahkan muatan kapal tidak hanya minyak, namun juga narkoba, dan ada juga perbudakan disitu,” Paparnya.
“Bakamla hanya ada sekian kapal, dari sejumlah 2300 seluruh instansi penegak hukum, bila seluruh armada dikomparasi sejumlah 2400 an, maka itu diperlukan optimalisasi dan standarisasi belum optimal sejauh ini,” Ungkapnya.
Untuk itu, sambung Laksamana Pertama Yuli Darmawanto menegaskan kedepan diperlukan pencegahan, baik secara preventif (upaya diplomasi dengan negara lain untuk memanage Regional fishing), juga represif dimana secara otomatif bila punya wilayah akan kita jaga, dimana kita jaga dengan upaya preventif. Bila melakukan pelanggaran akan ditindak.
“Diperlukan sistem keamanan laut yang terpadu dan sinergi peranana negara secara menyeluruh menyatukan seluruh stakehoulder. Bukan terpisah-pisah, namun satu sistem soalnya sejauh ini Angkatan Laut, tertentu, lalu KIPP juga masih tertentu,” Ungkapnya menjelaskan langkah dan upaya seutuhnya untuk menjaga dan mempertahankan keamanan laut.
“Alangkah indahnya ke depan itu kalau kapal Pemerintah apapun dalam konteks pembinaan administrasi dan kekuatannya, dalam rangka dan demi menjamin keamanan internasional, mereka hanya satu saja,” Tukasnya.
“Maka itu sistem yang diharapkan nanti dapat mengimplementasikan seluruh unsur alat Pemerintah , yang non kapal perang flek statusnya sama kapal Pemerintah,” Tandasnya.[Nicholas]
Comment