Penulis: Siti Aminah| Aktivis Muslimah Kota Malang
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk katagori tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrem.
Untuk menyelesaikan permasalah itu, pemerintah menargetkan dalam 1 tahun dapat membangun 3 juta rumah melalui program bedah rumah dengan menggandeng berbagai pihak termasuk swasta.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Azis Andriansyah saat peresmian rumah sederhana layak huni yang digagas PT Djarum di Pendopo Kudus, Jawa Tengah, sebagaimana ditulis beritasatu.com, Kamis (24/4/2025).
Kesenjangan ekonomi akibat diterapkannya sistem kapitalisme menciptakan mereka yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Kemiskinan ekstrem berdampak pada masyarakat tidak memiliki rumah layak huni. Apalagi harga tanah dan material bangunan yang setiap tahun mengalami kenaikan. Akibatnya banyak yang tinggal di tempat hunian yang tidak layak, mengancam jiwa dan nyawa masyarakat.
Rumah termasuk kebutuhan primer bagi manusia. Tanpa rumah, manusia akan celaka dan binasa. Karena, rumah memiliki fungsi untuk melindungi manusia dari berbagai ancaman luar. Tanpa rumah, hidup manusia juga menjadi tidak layak. Karena, rumah juga berfungsi sebagai tempat kegiatan belajar-mengajar, ekonomi, sosial, ibadah, rekreasi, pengobatan, dan sebagainya.
Islam menjamin setiap warga negara mendapatkan jaminan kesejahteraan – selain tercukupinya sandang dan pangan adalah terjaminnya perumahan yang tentu layak huni serta berkualitas. Lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak niscaya dapat membuat warga negara memiliki rumah hunian layak tanpa riba.
Korporasi mengendalikan pembangunan perumahan rakyat dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Inilah yang menyebabkan harga rumah mahal. Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan perumahan rakyat.
Islam dengan tata kelola yang sesuai standar hukum syara’ niscaya dapat menciptakan perumahan yang jauh dari pencemaran limbah, sampah, dan zat-zat lain yang membahayakan jiwa.
Regulasi Islam dan kebijakan khalifah juga lebih memudahkan seseorang memiliki rumah. Salasatunya aturan terkait tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka negara berhak memberikannya kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah. Bahan-bahan pembuatan rumah juga mudah didapatkan, sebab sebagian besar merupakan kepemilikan umum.
Mekanisme pemenuhan kebutuhan rumah menurut hukum Islam melalui tiga tahap sesuai dengan kebutuhan dan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan mekanisme tersebut.
1. Memerintahkan untuk Bekerja
Negara memerintahkan semua kaum lelaki (yang mampu) untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri. Selain itu, negara juga memfasilitasi mereka untuk dapat bekerja, misalnya dengan menciptakan lapangan kerja, ataupun memberikan bantuan lahan, peralatan dan modal.
Dengan demikian, perintah dan fasilitas untuk bekerja tersebut memungkinkan mereka memenuhi semua kebutuhan primer bahkan kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Hanya saja, kemampuan dan keahlian bekerja setiap orang pasti berbeda-beda. Hasil kerjanya tentu berbeda-beda pula. Pada gilirannya kemampuan pemenuhan kebutuhan juga berbeda-beda.
Sebagian orang mungkin mampu membeli rumah mewah, sementara yang lain hanya bisa membeli rumah sederhana atau sekadar menyewanya. Lalu, bagaimana jika upah mereka tidak mencukupi untuk membeli, membangun ataupun menyewa rumah?
2. Kewajiban Kepala Keluarga, Ahli Waris dan Kerabat.
Mereka yang tidak mampu membeli, membangun, atau menyewa rumah sendiri, entah karena pendapatannya tidak mencukupi atau memang tidak mampu bekerja, maka pada gilirannya akan menjadi kewajiban kepala keluarga, ahli waris dan kerabatnya, sebagaimana aturan (hukum) Islam menyantuni makanan dan pakaiannya.
Allah SWT berfirman: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal.” (QS. Ath-Thalaq: 6); dan “Dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai.” (QS. At-Taubah: 24).
Sedangan Rasulullah SAW bersabda: “Mulailah memberi nafkah dari orang-orang yang menjadi tanggunganmu, ibumu, ayahmu, saudara laki-lakimu, dan saudara perempuanmu; kemudian kerabatmu yang jauh,” (HR. Nasa’i).
3. Kewajiban Negara
Jika tahap 1 dan tahap 2 tidak bisa menyelesaikannya, maka giliran selanjutnya adalah negara yang berkewajiban menyediakan rumah. Dengan menggunakan harta milik negara atau harta milik umum dan berdasarkan pendapat atau ijtihad untuk kemaslahatan umat, maka khalifah bisa menjual (secara tunai atau kredit dengan harga terjangkau), menyewakan, meminjamkan atau bahkan menghibahkan rumah kepada orang yang membutuhkan. Sehingga, tidak ada lagi rakyat yang tidak memiliki atau menempati rumah.
Demikianlah gambaran singkat mengenai mekanisme pemenuhan perumahan rakyat di dalam sistem Islam. Hasil yang diperoleh dari setiap pelaksanaan mekanisme tersebut cukup jelas dan diurus oleh negara demi menjamin pemenuhan rumah bagi setiap individu. Tidak boleh ada warga yang terlantar, tidak menempati rumah, dan menjadi gelandangan.
Pada sisi lain, regulasi Islam dan kebijakan seorang khalifah juga akan lebih memudahkan seseorang memiliki rumah. Tentu saja berbagai regulasi dan kebijakan khalifah tersebut muncul dari pemikiran dan hukum Islam demi melayani kemaslahatan rakyat sehingga mudah memenuhi kebutuhan rumah yang nyaman bagi keluarga.[]
Comment