“Habib Rizieq tidak akan datang, karena peritiwa hukumnya tidak ada, kalaupun ada tidak ada hubungannya dengan Habib Rizieq, orang yang mendistribusikan dan memproduksinya. Itulah yang harus diperiksa,” ujar Kapitra di Tebet Utara, Jaksel, Selasa (16/5/2017).
Kapitra menerangkan sebenarnya Rizieq akan kembali ke Indonesia pada Sabtu (13/5/2017) lalu. Namun, urung lantaran ada kabar soal penegakan hukum yang tidak dilakukan secara adil.
“Habib Rizieq sudah bersiap kembali ke Indonesia tetapi dengan pertimbangan yang beliau rasakan, bahwa ada ketidakadilan bahwa ini bukanlah penegakan hukum. Ini pembunuhan karakter. Maka beliau memutuskan untuk tidak kembali ke Indonesia,” jelasnya.
Kapitra juga mengungkapkan kasus yang menimpa kliennya itu penuh dengan muatan politik. Rizieq seakan-akan menjadi target dari pembunuhan karakter.
“Muatan politiknya begitu kental sehingga Habib Rizieq harus menjadi target pembunuhan karakter dan untuk menyandera aktivitas bela umat dan bangsa atas kesetiannya terhadap NKRI dan Pancasila,” bebernya.
Kapitra kemudian menjelaskan bagaimana kronologi panggilan kepada Rizieq dari awal. Panggilan pertama dilakukan oleh pihak kepolisian setelah Pilkada usai.
“Pemanggilan tersebut dilakukan setelah Ahok kalah di pilkada, dan itu pun hanya sehari sebelum pemanggilan. Dan Habib waktu itu sedang berjadwal umroh dan ziarah,” papar dia.
Setelah itu, dilayangkan panggilan kedua saat Rizieq berada di Malaysia untuk menyelesaikan studinya. Panggilan kedua pun berdekatan dengan Ahok yang divonis dua tahun penjara.
“Ini ucapan beliau, surat pemanggilan dikirim tanpa ada yang menerima, karena beliau sedang di Malaysia untuk urusan studi S3, dikirim setelah beberapa jam Ahok dipenjara, jadi 2 surat panggilan bersifat amat politis yang terkait kekalahan Ahok di pilkada,” jelas Kapitra.
Kapitra menyesalkan adanya upaya penjemputan paksa. Padahal status kliennya bukan seorang teroris atau koruptor dan masih berstatus sebagai saksi. (rot/TB)
Comment