Mengeksplorasi Stratosfer Dengan Pesawat Tanpa Awak

Berita597 Views
Photo: [Gofur/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang aeronautika kembali
ditorehkan bangsa ini. Pada tanggal 27 Agustus 2016, sukses dilaksanakan
misi ekspedisi menembus langit. Ekspedisi ini menggunakan wahana
pesawat tanpa awak atau dikenal dengan istilah Unmanned Aerial Vehicle
(UAV) yang diterbangkan menuju stratosfer. Pesawat UAV berjenis A1-X1
produksi AeroTerrascan diluncurkan menggunakan balon cuaca setinggi 30
kilometer. 

Momentum
tersebut sebagai uji coba pertama, hasil kerja sama beberapa pihak.
Inspirasi digagas oleh Tim AeroTerrascan, sedangkan AeroGeoSurvey
sebagai tim operator, AeroVisualStudios sebagai tim dokumenter, Global
Inovasi Informasi Indonesia sebagai supporting peralatan dan pabrikasi,
Dengan Senang Hati sebagai konsultan komunikasi, Layaria sebagai video
creators network, GDILab sebagai penyedia social media monitoring tools,
dan Alitt Susanto sebagai video creator. Kegiatan kali ini difasilitasi
LAPAN dengan lokasi kegiatan di Balai Uji Teknologi dan Pengamatan
Antariksa dan Atmosfer LAPAN Garut, Jawa Barat. 
Ekspedisi
tersebut bertujuan untuk mendukung eksplorasi stratosfer dan
mengembangkan riset aeronautika Indonesia. Hasilnya, diharapkan dapat
menjadi data acuan untuk mendukung penelitian lebih lanjut. Data
meteorologi yang diperoleh dapat mendukung penelitian cuaca dan iklim
Indonesia. Tahapan selanjutnya yaitu pendistribusian “Guide Book“
tentang eksplorasi stratosfer mulai dari riset awal, metodologi, cara
kerja, serta pengoperasian sistem menuju stratosfer, untuk memberikan
panduan ke khalayak, sehingga dengan disebarkannya informasi tersebut
turut mendukung percepatan teknologi keantariksaan nasional. 
Fokus
riset kali ini adalah pengembangan wahana ulang alik. Pesawat UAV
dirancang dengan kemampuan kembali ke posisi awal sehingga dapat
digunakan kembali. Hal ini untuk menyempurnakan riset yang pada umumnya
dilakukan selama ini, yaitu tidak bisa kembali ke tempat awal
diluncurkan. Wahana ulang alik yang diterbangkan mengangkut beban hingga
600 gram dengan muatan berupa sensor-sensor untuk memperoleh data
stratosfer dan aeronutika. Pada uji terbang ini, pesawat dengan
kemampuan autopilot dapat menjangkau telemetry hingga ketinggian 12,9
KM. 
Pada
ketinggian 12,9 kilometer (daerah transisi menuju stratosfer), setelah
lepas dari balon cuaca, pesawat terbang stabil dan mampu melakukan
komunikasi (menerima sinyal dan mengirim data). Pesawat ini dilengkapi
dengan fitur anti-icing untuk mengantisipasi temperatur yang bisa
mencapai -70
o C. Adapun sinyal dan data yang diperoleh meliputi kecepatan, posisi, ketinggian, maupun jarak.
Karena
tidak hanya menjangkau lapisan troposfer saja, namun sampai dengan
stratosfer, maka Badan pesawat dirancang sedemikian rupa, dibuat dari
bahan fiber composite yang memungkinkan untuk tetap bertahan dalam
kondisi suhu di lapisan tersebut. Dan ternyata, pada saat menembus
stratosfer, badan pesawat masih mampu bertahan dalam kondisi sub-zero
yang ditunjukkan dengan suhu mencapai -15
oC.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan peluncuran final pada hari
berikutnya, untuk memperlancar workflow dan metoda penerbangan. 
Kepala
LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin mengatakan, hasil ekspedisi ini
akan memberikan informasi mengenai dinamika atmosfer di stratosfer.
Harapannya, kegiatan tersebut mempunyai prospek untuk mengembangkan
teknologi High Altitude Long Endurance (HALE) yang tidak terganggu awan.
Sehingga, UAV dapat bertahan lama dan mengumpulkan banyak data.[Jasyanto]


Comment