Oleh : Dian Sefianingrum, Mahasiswi Universitas Al-Azhar Indonesia
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pernikahan beda agama kini menjadi topik hangat perbincangan publik. Baru-baru ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan permohonan izin nikah beda agama. Permohonan itu disampaikan oleh JEA sebagai mempelai laki-laki yang beragama Kristen dan SW sebagai mempelai perempuan yang beragama Islam.
Selain berdasarkan UU Adminduk, hakim seperti ditulis merdeka.com (25/06/2023), juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat. Pasal 35 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
PN Jakpus menyatakan pengabulan permohonan pernikahan beda agama bergantung pada kebijakasanaan hakim. Dalam penjelasannya, disebutkan yang dimaksud dengan “perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antarumat berbeda agama.
Pernikahan Agama Dari Sudut Syariat
Pada dasarnya pernikahan beda agama di Indonesia dilarang. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya yang dikeluarkan pada Juli 2005 yang ditandatangani oleh Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, menyebutkan bahwa hukum pernikahan beda agama di Indonesia adalah haram dan tidak sah. Namun, dengan adanya UU Administrasi Kependudukan telah membuka peluang pencatatan pernikahan beda agama di kantor catatan sipil dengan syarat sudah ada penetapan pengadilan.
Inilah dampak penerapan sistem sekulerisme. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Alhasil, pembuatan hukum negara tidak disandarkan pada tuntunan Islam bahkan cenderung melanggar aturan agama sebagaimana fakta pernikahan beda agama ini.
Islam memiliki aturan lengkap dan paripurna termasuk aturan muslimah haram menikah dengan laki-laki non muslim. Penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan membawa keberkahan bagi kehidupan umat manusia.
Berbeda dengan sistem sekulerisme yang membentuk masyarakat tidak mampu berpikir benar (shahih). Sistem ini melegalkan liberalisasi atau kebebasan dalam bertingkah laku sehingga standar kebahagiaan disandarkan pada materi dan hawa nafsu belaka. Efek berikutnya, masyarakat mengabaikan syariat Islam yang datang dari Al-Khaliq yaitu Pencipta manusia dan alam semesta.
Masyarakat dalam sistem sekulerisme sibuk mengejar kenikmatan duniawi hingga lupa tempat kembalinya yaitu akhirat. Pemikrian sekuler semakin tertancap di benak masyarakat melalui institusi pendidikan bernuansa sekuler – kapitalistik.
Negara pun menjalankan fungsinya sebagai regulator untuk menanamkan kurikulum tersebut di dunia pendidikan. Dengan demikian, negara dalam konteks sekulerisme tidak menjaga tegaknya hukum Allah dan melindungi rakyat agar tetap dalam ketaatan kepada Allah.
Problematika ini akan tuntas dengan penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islam memiliki aturan dalam berbagai persoalan manusia yang bersumber dari aturan Allah dan RasulNya.
Dalam Islam, negara berkewajiban mendidik dan melindungi umat dari pemahaman yang keliru seperti pernikahan beda agama. Merujuk pada dali-dalil syara’ yang menjadi sandaran hukum Islam, pernikahan laki-laki non Muslim dan perempuan Muslimah dilarang secara mutlak. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 221, Allah Swt. berfirman :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ
Artinya: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah : 221)
Dalam Islam, negara adalah raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Oleh karena itu, negara adalah pihak yang bertanggung jawab menjaga akidah dan memastikan umat berada dalam ketaatan kepada seluruh syariat Allah. Karena pernikahan beda agama antara laki-laki non muslim dan muslimah itu haram, maka negara wajib mencegah pernikahan batil itu terjadi apapun alasannya.
Negara bahkan akan menghukum pelakunya juga pihak-pihak yang mengadvokasinya. Hal ini sangat didukung oleh penerapan sistem pendidikan Islam oleh negara yang mampu diakses seluruh warga negara Islam.
Selain memberikan pendidikan saintek untuk menunjang kemaslahatan hidup di dunia, sistem pendidikan Islam juga bertujuan membentuk kepribadian Islam pada setiap individu masyarakat. Tujuan ini akan menjadikan umat mampu berpikir benar (shahih) karena seluruh persoalan hidup mereka akan disandarkan pada aturan Allah Al-Mudabbir yang berhak mengatur kehidupan manusia .
Ketaatan kepada Allah akan sangat mudah dilakukan masyarakat karena negara menanamkan akidah yang kokoh dalam diri mereka di mana rida Allah adalah ghayah (visi besar hidup) yang harus diraih di dunia dan menjadi sumber kebahagiaan yang hakiki.
Karena itulah, mereka memahami bahwa pernikahan bukan sekadar karena cinta dan luapan hawa nafsu melainkan sebagai bentuk ketaatan pada Allah Swt. Demikian mekanisme Islam dalam mengurai problem nikah beda agama.
Namun, semua mekanisme tersebut hanya akan terwujud dalam sebuah sistem Islam yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan sehari-hari. Maka, untuk mewujudkannya umat harus berupaya mendakwahkan pemikiran Islam ke tengah-tengah masyarakat dan berjuang demi tegaknya syariat.[]
Comment