Perempuan Palestina Terus Mengalami Kekerasan: Telaah Kritis Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

Opini76 Views

 

Penulis: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. | Dosen dan Pemerhati Sosial

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional diperingati setiap 25 November. Realitas memotret beraneka kekerasan terus menghantui perempuan dalam skala yang cukup besar. Tidak memandang status sosial, usia, ataupun yang lainnya. Ruang-ruang publik dan domestik tidak lagi aman bagi perempuan. Terlebih kondisi perempuan di Palestina yang terjadi sudah setahun lebih.

Sejak dibombardir 7 Oktober 2023, Gaza kini menjadi kota dengan wajah tanpa bentuk. Hancur, terkoyak dalam desingan bom-bom yang tragis dan mematikan. Puing-puing reruntuhan teronggok menjadi saksi bisu kebiadaban zionis Israel. Anak-anak dan perempuan adalah pihak yang sangat dominan dalam genosida tersebut. Kondisi mereka sangat menyedihkan sekaligus mengenaskan.

Semua mata tertuju pada Palestina. Dunia digital menyorot genosida di negeri yang diberkahi tersebut hampir setiap detik. Video-video mengenaskan bertebaran di semua platform media sosial. Jeritan anak-anak dan perempuan sungguh sangat menyayat kalbu. Namun, apa yang bisa dilakukan dunia, terkhusus umat Islam hari ini. Ke mana umat Islam yang berjumlah sekitar 2 miliar? Tidakkah darah mereka mendidih menyaksikan penderitaan saudaranya? Terutama perempuan, ibu generasi yang akan melahirkan pemuda-pemuda tangguh.

Hipokritnya Demokrasi

Setahun lebih bukan waktu yang singkat untuk sebuah genosida. Namun, jika merunut sejarah panjang Palestina dan zionis Israel akan ditemui penjajahan yang sebenarnya sudah cukup lama. Sejak Deklarasi Balfour 1948, rakyat Palestina terus mengalami penderitaan demi penderitaan. Pencaplokan tanah oleh zionis Yahudi dan penguasaan lahan secara politik terus terjadi.

Negara-negara adidaya yang digawangi Amerika Serikat bersekutu untuk menjajah rakyat Palestina. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga hari ini.

Dilansir dari laman tempo.co (9/11/2024), Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Volker Turk mengecam “ketidakpedulian” Israel terhadap pembunuhan warga sipil di Gaza. Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi (OHCHR) melaporkan bahwa hampir 70 persen kematian yang terverifikasi di Gaza akibat serangan Israel selama setahun terakhir, menimpa perempuan dan anak-anak. Rinciannya adalah 2.036 perempuan dan 3.588 adalah anak-anak. Sungguh sebuah tragedi kemanusiaan yang sangat tragis.

Kalimat di atas seakan menunjukkan kepedulian PBB terhadap rakyat Gaza. Benarkah demikian? Rasanya terlalu naif jika umat Islam masih percaya pada lembaga internasional tersebut. Pun suara pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), di mana mereka?

Model kebiadaban apalagi yang mesti dipertontonkan agar terkategori pelanggaran HAM? Sudah sangat vulgar pemberlakuan standar ganda dunia Barat bagi umat Islam. Inilah bukti hipokritnya sistem demokrasi kapitalisme.

Jika dianalisis akar masalah Palestina, terlihat sebuah orkestra penjajahan berjamaah di bawah payung sistem kapitalisme. Entitas penjajah Yahudi yang di-support oleh Amerika Serikat dan sekutunya, terus melakukan perampasan tanah kaum muslimin dan genosida di luar batas kemanusiaan. Lalu, mengapa umat Islam tidak mampu membantu saudaranya agar lepas dari derita yang sangat memilukan tersebut?

Kurang bukti apalagi agar umat Islam bisa bangun dari tidur panjangnya? Tak dimungkiri, lembaga-lembaga internasional sibuk mengadakan pertemuan-pertemuan. Publik menilai pertemuan tersebut tidak memiliki daya pressure ke Israel, karena hanya sebatas kecaman dan pemboikotan. Walau sedikit banyak bisa mengguncang ekonomi Israel dan pendukungnya. Namun, Israel tidak mengenal bahasa kecaman, karena terbukti semua kecaman diindahkan.

Paling urgen adalah sikap negeri-negeri muslim. Potensi yang luar biasa, tetapi tidak mampu dibangkitkan. Hal ini disebabkan oleh ide nasionalisme yang memang sengaja dibuat Barat untuk memecah belah umat.

Inilah penyempurna lemahnya posisi umat Islam di mata dunia internasional sekaligus memvalidasi bahwa demokrasi “sukses” memasung umat Islam dalam sekat-sekat bangsa. Ikatan akidah menjadi luntur oleh ikatan kebangsaan. Nadzubillah mindzalik!

Perempuan Mulia dalam Sistem Terbaik

Posisi perempuan sangat mulia dalam pandangan Islam. Tidak ada peradaban yang menyamainya sampai hari ini. Sangat berbeda secara diametral dalam sistem kapitalisme. Perempuan dalam sistem hari ini sangat rentan mengalami kekerasan. Terbukti banyak sekali permasalahan kekerasan terhadap perempuan, baik anak-anak maupun dewasa. Eskalasinya meningkat dari waktu ke waktu.

Oleh karena itu penting mengevaluasi akar masalah terkait problem kekerasan ini. Pun problem lainnya yang terus meluas. Padahal, setiap tahunnya ceremoni perayaan Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional terus diperingati. Namun, tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan sebaliknya. Artinya, ada sesuatu yang salah dalam pengaturannya.

Lihatlah peradaban Islam dengan capaian kesejahteraan yang tanpa batas. Selama kurun waktu 1300 tahun, sistem Islam diterapkan oleh negara dalam semua aspek kehidupan. Bagaimana posisi perempuan? Masya Allah, Islam mendudukkan perempuan sebagai makhluk yang paling mulia. Peran perempuan sangat strategis, sebagai ibu generasi pelanjut peradaban. Di tangan perempuanlah generasi emas tercetak.

Oleh karena itu, penjagaan terhadap perempuan sangat di-support dalam semua aspek. Mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara (sebagai pengambil kebijakan). Dalam keluarga; perempuan jika belum menikah, penafkahan ditanggung oleh ayahnya atau walinya dan jika sudah menikah ditanggung oleh suaminya.

Pun dalam hubungan dan interaksi di masyarakat, diatur oleh syariat. Ketika keluar rumah wajib menggunakan pakaian yang menutup aurat; menggunakan jilbab (baju panjang yang longgar) dan khimar, tidak tabarruj, dan keluar rumah hanya untuk melakukan aktivitas yang dibolehkan syariat. Selanjutnya, jika melakukan safar selama lebih dari 24 jam dalam perjalanan, maka wajib ditemani mahromnya.

Bagaimana peran negara dalam sistem Islam? Inilah peran yang paling urgen dalam penjagaan terhadap perempuan. Negara membuat regulasi yang menjamin keamanan di ruang-ruang publik, misal dengan membuat pengaturan sarana-sarana transportasi yang memisahkan tempat laki-laki dan perempuan.

Paling penting juga adalah mem-filter informasi yang tidak sesuai syariat, misal konten-konten porno. Hal ini untuk mencegah potensi kriminalitas. Dan banyak lagi yang bisa dilakukan negara demi menjaga perempuan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kolaborasi harmonis tersebut meniscayakan terciptanya ketenteraman dalam diri setiap perempuan. Wajar saja jika perempuan-perempuan di kala itu berhasil mencetak generasi emas. Faqih dalam agama dan expert dalam sains, ulama sekaligus ilmuwan.

Sebut saja Az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori pembedahan. Abu Bakar Ar-Razi, ilmuwan paling besar di bidang kedokteran. Lubna, ahli bahasa, matematika, dan kaligrafi. Labana (Cordoba), ahli matematika dan sastra. Maryam Al-Asturlabi, ahli astronomi dan sederet ilmuwan hebat lainnya.

Menjadi sangat jelas bahwa penghapusan kekerasan terhadap perempuan hanya mewujud jika negara menerapkan aturan Sang Pencipta dalam semua lini kehidupan. Dengannya seluruh urusan rakyat diatur berdasar syariat dan akidah Islam. Menenteramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia.

Inilah hakikat penjagaan terhadap perempuan, termasuk problem kekerasan perempuan di Palestina dan di negeri-negeri lainnya. Wallahu a’lam bis Showab.[]

Comment