Oleh : Hawilawati, S.Pd, Muslimah Peduli Generasi
___________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Permasalahan domestik Indonesia semakin beragam, salah satunya adalah semakin tinggi angka stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. (P2PTM Kemenkes RI).
Prevalensi stunting Indonesia berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 mencapai 27,5 persen. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis. Bagaimana jika skala provinsi, khususnya adalah Provinsi Banten?
Berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, sebanyak 294.862 balita di Provinsi Banten mengalami stunting atau masalah gizi kronis.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo seperti dikutip kompas.com (7/3/2022) mengatakan, Provinsi Banten menempati posisi kelima terbanyak balita stunting setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air tahun ini.
Berdasarkan data, tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banten berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.
Semua berada pada kategori status stunting hijau (prevalensi 10 sampai 20 persen), seperti di wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan. Berada di status kuning (prevalensi 20 hingga 30 persen), seperti di Kota Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Adapun status merah (prevalensi diatas 30 persen) di wilayah Kabupaten Pandeglang (37,8 persen).
Stunting terjadi bukan tanpa sebab. Adapun beberapa penyebab stunting di antaranya :
Pertama, ekonomi sulit. Tingginya angka stunting disebabkan rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Rendahnya asupan gizi terjadi dikarenakan banyak keluarga yang berada dalam ekonomi sulit.
Selain rendahnya asupan gizi, di masa pandemi yang cukup panjang, banyak perusahaan yang melakukan PHK besar-besaran, sehingga membuat kepala keluarga kehilangan pekerjaan dan sulit menafkahi keluarga.
Alhasil, kondisi ini membuat daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pokok sangat rendah, sebab harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi. Hal ini tentu sangat mempengaruhi dalam upaya menyediakan asupan dan gizi yang cukup untuk anak-anaknya.
Kedua, buruknya fasilitas sanitasi.
Masih banyak keluarga yang tinggal dengan fasilitas sanitasi yang tidak layak. Hal ini terjadi karena masyarakat berada dalam garis kemiskinan, sehingga sarana dan prasarana tempat tinggal dan lingkungan apa adanya. Ditambah rendahnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan diri dan lingkungan.
Masih banyak ditemui kandang hewan peliharaan atau ternak menyatu dengan tempat tinggal dan kondisi tempat pembuangan limbah rumah tangga atau saluran air yang terbuka dan tidak terjaga kebersihannya.
Ketiga, minimnya akses air bersih.
Air merupakan kebutuhan primer, setiap aktivitas tidak lepas dari kebutuhan air. Sangat Ironis di berbagai wilayah di Banten masih banyak keluarga yang tidak memiliki akses air bersih, jangankan kebutuhan minum bagi masyarakat, air layak pakai untuk kebutuhan mandi, cuci mencuci dan kulak (MCK) saja masih banyak yang kesulitan.
Di kabupaten Tangerang masih banyak terlihat cuci mencuci di kali yang tidak lagi jernih airnya alias tercemar limbah. Realita ini terjadi disebabkan masyarakat tidak memiliki sumber air tanah.
Keempat, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap gizi. Awamnya masyarakat terkait makanan bergizi, sehingga kaum ibu lebih memprioritaskan yang penting bisa makan dan kenyang. Seakan kaum ibu sudah merasa cukup dengan pola makan keluarga yang sudah ada turun menurun tanpa didasari pengetahuan dan ilmu gizi yang baik.
Kelima, kebijakan ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi Kapitalisme telah terbukti menciptakan kesenjangan sosial. Si kaya semakin kaya, sementara si miskin semakin melarat dan sengsara. Tata kelola pangan amburadul, sebab kebijakan import yang kian liberal. Sementara semakin dirasa support kemandirian pangan lokal semakin melemah dengan lahan pertanian yang tidak produktif. Sebab kebutuhan primer atau pangan sudah bisa diperoleh dengan mudah melalui produk import.
Ditambah SDA yang melimpah ruah milik rakyat namun sudah banyak di swastanisasi bahkan diprivatisasi oleh kapital asing, sehingga sumber ekonomi yang melimpah ruah tersebut terhambat dinikmati rakyat untuk memenuhi kebutuhannya, tak terkecuali pangan yang layak untuk kesehatan.
Stunting merupakan permasalahan serius yang harus menjadi prioritas dicarikan penyelesaiannya. Sebab terganggunya kesehatan anak-anak pada hari ini akan berdampak serius di masa depan yang panjang.
Anak merupakan generasi dan aset bangsa yang sangat berharga. Mereka tidak hanya sebagai penggerak ekonomi yang dapat memajukan bangsa tetapi yang terpenting dan utama adalah sebagai subjek estafet pengisi peradaban dan kemajuan masa depan bangsa di berbagai aspek.
Negeri ini terkategori memiliki potensi bonus demografi yang tinggi namun sangat ironis jika secara realita kualitas fisik masyarakat usia produktif lemah dan sakit. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi kualitas aqliyah (daya pikir).
Persoalan stunting di atas terjadi bukan karena faktor individu saja tapi lebih kepada sistem dalam meriayah (mengurusi) rakyat lebih khusus dalam hal pemenuhan kebbutuhan rakyat. Artinya, stunting terjadi karena sistem mulai dari hulu sehingga berdampak ke hilir. Sebab itu selain kondisi hilir harus diperbaiki, pun peran hulu harus benar-benar berperan melayani rakyat dengan menjalankan amanah demi memenuhi kebutuhan rakyat sepenuhnya.
Stunting yang terjadi pada rakyat dan atau masyarakat sebuah daerah merupakan permasalahan besar bagi pemangku kebijakan. Salah satu indikator keberhasilan pemimpin adalah ia mampu memenuhi kebutuhan primer rakyatnya. Sejatinya setiap problematika itu pasti ada solusinya.
Bagaimanakah solusi yang tepat? Berbicara solusi masalah, Islam memiliki peran menjaga kesehatan rakyatnya mulai dari preventif dan kuratif.
Adapun cara pemerintahan Islam menangani stunting sebagai berikut:
Tahapan Preventif
1. Memperluas lapangan kerja. Agar tidak terjadi stunting pada balita, maka pemerintah memiliki peran besar untuk mencegahnya dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga, sehingga kemampuan daya beli pangan bergizi untuk anak-anak bisa terpenuhi.
2. Edukasi kaum ibu dengan ilmu gizi. Kaum ibu pun akan mendapatkan edukasi mumpuni terkait ilmu gizi dan cara pengolahan makanan yang halal, thoyyib dan tehnik atau proses memasak yang benar. Dengan demikian, bisa menyajikan makanan yang sehat bagi anak-anaknya.
3. Menyediakan sanitasi dan akses air bersih. Jika permasalahan stunting tidak adanya ketersediaan sanitasi dan akses air bersih yang layak, maka negara juga akan menyediakan sarana sanitasi. Tidak membiarkan rakyatnya sulit mendapatkan air bersih dengan membangun sumber air tanah yang bisa dialiri ke rumah-rumah penduduk.
4. Memberdayakan pertanian dan hasil pangan lokal. Negara pun tidak akan membiarkan SDA melimpah ruah dieksploitasi swasta atau asing. Sebab SDA akan menjadi sumber ekonomi negara yang diperuntukan bagi kesejahteraan rakyat yaitu memenuhi kebutuhan primer yang cukup dan berkualitas.
Fokus negara di bidang pertanian adalah mensupport untuk produktif, berkembang, berinovasi, mandiri bahkan swasembada. Kemandirian pangan tidak bergantung dengan produk import. Jika dalam hal ini berada dalam food trap, berpotensi negara pengimpor sewaktu – waktu mempermainkan harga dalam kebijakan dagang ekspor import globalnya. Justru negara mensupport bagaimana pertanian domestik berada dalam level swasembada dan bisa mengekspor hasil pertanianya.
5. Kewajiban zakat bagi aghniya. Fungsi seorang pemimpin Islam adalah menjadi junnah (perisai) bagi rakyatnya. Sehingga ia akan terus mengajak rakyat dalam ketaatan kepada Allah Swt, menyeru kepada rakyat untuk melakukan banyak amal sholih. Salah satu bentuk ketaatan adalah menerapkan wajib zakat (zakat mal/harta) bagi seluruh rakyat yang tergolong mampu (memiliki harta) sesuai dengan ketentuan nishab dan perhitungannya.
Penggunaan zakat mal akan di distribusikan kepada mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat), di antaranya fakir dan miskin. Sehingga konsep ta’awun (tolong menolong) sesama muslim akan terwujud dengan baik.
Dengan demikian rakyat lemah dapat terbantukan dalam upaya memenuhi kebutuhan primernya (pangan) dengan menggunakan harta zakat yang telah diberikannya sesuai dengan ketetapan syariat Islam.
Adapun tahapan kuratif, Jika stunting sudah terjadi maka peran pemangku kekuasaan akan terus memberikan pelayanan kesehatan dan gizi bagi anak-anak yang sudah terpapar dengan pelayanan totalitas hingga fisik anak-anak sehat kembali.
Solusi mengatasi stunting di atas pun tentu berkaitan dengan berbagai kebijakan Negara Islam, seperti :
Kebijakan pertanian dalam negeri. Harus produktif, mandiri, swasembada, tidak membiarkan pangan impor masuk jika pangan dalam negeri tercukupi.
Kebijakan perdagangan luar negeri/ekspor impor. Tidak melakukan kerjasama perdagangan dengan negara kafir harbi fi’lan/yang jelas memerangi negara Islam baik secara fisik maupun politik, sebab karakter negara tersebut akan memonopoli pasar. Hal ini akan mematikan pedagang dalam negeri, akibatnya kondisi negeri berada dalam food trap ).
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam. SDA melimpah ruah milik rakyat, haram untuk diprivatisasi atau di swastanisasi sehingga pengelolaannya harus dikembalikan kepada negara sebagai sumber ekonomi untuk mensejahterakan rakyatnya.
Kebijakan ketenagakerjaan. Pemimpin negara wajib membuka lapangan pekerjaan seluas -luasnya kepada kaum laki-laki, sehingga tidak ada kepala keluarga yang nganggur dan tidak mampu menafkahi keluarganya.
Kebijakan kesehatan. Negara wajib memberikan pelayanan kesehatan terbaik dengan biaya murah bahkan gratis tanpa memandang jenis kelamin, ekonomi, bangsa dan agama.
Kebijakan pendidikan. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tak terkecuali bagi kaum perempuan harus mendapatkan pendidikan terbaik terkait ilmu managemen keluarga seperti pengasuhan, kesehatan, gizi bagi keluarganya.
Demikianlah islam meriayah (melayani) rakyatnya dengan sepenuh hati dan totalitas.
Sudah saatnya bangsa ini mengembalikan segala problematikanya kepada syariat islam, pun dalam upaya menjaga kesehatan rakyatnya harus didasarkan Islam. Sehingga status wilayah di negeri-negeri Islam ini bisa mandiri, maju, kuat, mampu memenuhi kebutuhan primer rakyatnya dengan baik. Dengan begitu, dipastikan tidak ada lagi bayi dan balita mungil yang mengalami stunting kronis mengenaskan, Wallahu’alam bishowwab.[]
Comment