Sekolah Rakyat Berkualitas untuk Indonesia Berkelas

Opini101 Views

Penulis: Ainur M. Dzakiyah, S.H |  Praktisi Pendidikan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA —  Pemerintah berencana membentuk Sekolah Rakyat (SR) berkonsep asrama dengan jenjang SD, SMP, dan SMA mulai tahun ajaran 2025-2026. Sekolah Rakyat adalah program Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan akses pendidikan yang layak dan berkualitas bagi masyarakat kurang mampu atau miskin ekstrem.

Sekolah rakyat ini diharapkan bisa mengangkat derajat generasi, sehingga bisa mengentaskan kemiskinan. Nantinya, anak-anak dari desil 1 hingga desil 3 berdasarkan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) tersebut akan dibina secara langsung dan khusus di dalam Sekolah Rakyat.

Sejak dibicarakan di Istana Kepresidenan Bogor pada awal Januari 2025, pembahasan mengenai persiapan Sekolah Rakyat makin intensif. Kementrian Sosial yang mengawal program sekolah rakyat ini menawarkan kepada para Bupati dan walikota di seluruh Indonesia untuk membangun sekolah rayat di wilayahnya.

Probolinggo sebagai kota yang menduduki ranking 4 sebagai kota termiskin di Jawa Timur juga menyambut antusias program ini. Pemkot Probolinggo menyediakan bangunan Rusunawa Baru Kronong untuk digunakan sebagai sekolah rakyat.

Saat meninjau langsung area tersebut, menurut Gus Ipul, bangunan itu bisa dijadikan sekolah rakyat dengan empat rombongan belajar. Fasilitas yang diberikan bersifat penuh, termasuk akomodasi, makan, perlengkapan belajar, dan pembinaan karakter. Sedangkan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo tengah menyiapkan program pemerintah pusat sekolah rakyat di wilayahnya.

Pendidikan berkasta semakin nyata?

Membangun sekolah rakyat dengan tujuan menghapus kemiskinan sepintas tampak bagus. Namun, rencana sekolah rakyat untuk keluarga miskin justru meningkatkan tendensi sekolah berkasta, yakni sekolah khusus keluarga kaya dan rakyat miskin. Padahal pendidikan adalah hak setiap anak didik, tidak memandang ia kaya atau miskin.

Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini rakyat haruslah mendapat perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang sama. Namun kenyataan jauh panggang dari api

Pendidikan berkasta sangat mungkin terjadi dalam sistem pendidikan kapitalistik, yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis dengan orientasi materi.

Tatkala layanan publik seperti sektor pendidikan menjadi ladang bisnis, saat itulah pendidikan menjadi layanan mahal alias berbayar. Kalaulah pendidikan dibuat gratis, biasanya layanan yang diberikan ala kadarnya dengan fasilitas seadanya. Inilah realitas pendidikan dalam sistem kapitalisme.

Pendidikan berkasta muncul karena sekat-sekat sosial yang dibentuk sejak awal sistem ini diterapkan. Kesenjangan sosial antara kaya dan miskin hampir terjadi di semua lini, bukan hanya sektor pendidikan.

Bagi orang tua secara alamiahnya menginginkan pendidikan yang terbaik. Hanya saja pendidikan yang berkualitas membutuhkan kantong yang tebal. Sehingga kondisi finansial menjadi penyaring yang diketahui khalayak.

Di sisi lain kondisi sekolah, guru dan berjalannya pendidikan di negeri yang sudah berjalan menyisakan pekerjaan rumah yang tidak sedikit. Terlebih dengan kondisi output pendidikan yang mengiris hati.

Negara mengambil solusi tambal sulam yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Bahkan, solusi yang diberikan justru mempertegas sekat sosial yang terjadi dalam sistem kapitalisme dan bersifat parsial dan populis saja.

Sejak 2009, Indonesia telah mengalokasikan 20% dari APBN untuk anggaran pendidikan, tetapi realisasinya masih jauh dari harapan. Anggaran pendidikan yang bernilai jumbo terkadang tidak terserap dengan baik karena buruknya pelayanan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Bahkan, yang banyak terjadi justru penyelewangan dana pendidikan.

Ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di dunia pendidikan. Ini karena sistem dan model kepemimpinan kapitalisme tidak menjadikan pelayanan kepada rakyat sebagai tugas pokok yang harus dijalankan penguasa dan jajaran di bawahnya.

Sistem ini juga menghasilkan praktik pengelolaan anggaran yang korup. Negara seakan berperan sebagai pedagang dan rakyat sebagai pembeli. Tidak ada paradigma bahsa jabatan yang mereka emban adalah amanah dan mereka digaji dalam rangka memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2023 terjadi 59 kasus korupsi di sektor pendidikan dengan 130 orang tersangka. Menurut ICW, klasifikasi pertama korupsi di sektor pendidikan yakni penyelewengan anggaran program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), hibah/bansos, dana bantuan mahasiswa, dan Program Indonesia Pintar (PIP). Sepanjang 2016—2021, terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum.

Pandangan Islam tentang pendidikan

Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan kebutuhan pokok. Pendidikan dibutuhkan sebagai sarana mewujudkan misi manusia, sehingga dia mengetahui tugasnya di bumi,yakni sebagai hamba Allah dan pengelola bumi. Agar dapat menjalankan dengan baik butuh belajar. Pendidikan adalah kewajiban dan hak semua individu. Negara harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan pelayanan yang maksimal.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari333 dan Muslim).

Negara dalam sistem Islam memberikan layanan pendidikan dengan fasilitas terbaik berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut:

Pertama, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.

Metode pendidikan dirancang untuk·merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang (Syekh Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, hlm. 8). Negara beranggung jawab untuk mewujudkannya.

Kedua, seluruh pembiayaan pendidikan di Negara dalam Sistem Islam diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum).

Hal ini merujuk pada kitab Nizham al-Iqtishadiy fil Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam) yang ditulis Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Pada bab “Baitulmal” halaman 537 dijelaskan, “Baitulmal sebagai pihak yang berhak dan pemberiannya diserahkan karena adanya kemaslahatan dan kemanfaatan, bukan sebagai kompensasi apa pun. Sehingga akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat, baik kaya atau miskin, baik muslim atau non muslim.

Islam tidak akan membiarkan peluang kebodohan berkembang di kalangan umat Islam hanya karena terhalang biaya pendidikan. negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya di samping gedung-gedung sekolah dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam dalam Bab “Strategi Pendidikan”, hlm 176).

Ketiga, kurikulum pendidikan hendaknya seragam. Tidak boleh menggunakan kurikulum pendidikan selain kurikulum yang ditetapkan negara.

Itulah di antara fungsi pokok Negara sebagai penyelenggara dan penanggung jawab atas pendidikan bagi seluruh rakyat di dalam Sistem Islam. Kapitalisme menghasilkan pendidikan berkasta, sedangkan Islam mewujudkan pendidikan merata dan berkualitas di semua jenjang pendidikan.

Di antara bukti keunggulan pendidikan di dalam sistem Islam yaitu, Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanki abad XI Hijriyah mendirikan madrasah an Nuriyah di Damaskus, di sekolah ini terdapat fasilitas seperti asrama siswa, perumahan staff, pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Fakta yang lain para khalifah memberikan penghargaan sangat besar terhadap para penulis buku yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya. Luar biasa, kondisi pendidikan di masa kepemimpinan Islam.[]

Comment