 |
FPI pekalongan.[Google] |
RADARINDONESIANEWS.COM, PEKALONGAN – Seorang sahabat kami dikelaskaran FPI KOTA PEKALONGAN, kami mengundangnya dengan nama KANG SYAWALI, seorang mantan preman penguasa pasar di satu wilayah di Pekalongan, dulu hidupnya tak tentu arah, mabuk berjudi memalak dan maksiat lain menjadi kegiatan sehari hari, memusuhi FPI ? Jelas sekali, karena baginya FPI adalah pengganggu eksistensi dunia syetannya sehari hari …
Sampai suatu malam ALLOH memberi jalan hidayah kepadanya melalui aksi HISBAH FPI PEKALONGAN yang sekarang ramai disebut PERSEKUSI, beberapa kali warga yang resah akan aktivitas premanisme dan kemaksiatan di wilayah tersebut sudah melaporkan kepada aparatur negara, namun entah kenapa warga seperti tak mendapati perkembangan berarti. Itulah wilayahnya Bang Syawali.
Kembali ke kronologi, malam itu wilayah Bang Syawali coba dibersihkan oleh beberapa puluh Laskar Putih atas permintaan warga yang bingung harus kepada siapa lagi mengadukan diri, Bang Syawali dan ratusan kawannya bersiap melawan, bahkan dengan jumlah yang lebih bsar dan senjata yang lebih mematikan seperti clurit dan golok serta pedang, mereka coba hadang FPI yang hanya bawa pentungan sebagai ikhtiar pertahanan diri dan cuma berjumlah puluhan, masuk lah LASKAR FPI di KANDANG PREMAN.
Lampu tiba-tiba dimatikan sebagai pertanda pertempuran segera dimulai, laskar FPI sudah tau betul resiko yang akan mereka hadapi malam itu, minimal rumah sakit, maksimal mati masuk liang lahat, dan berpisah sementara dengan anak istri di alam dunia yang fana ini, namun tekad sudah bulat, hati sudah mantap, jalankan perintah NABI, kemungkaran tersystem harus disikat, HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID ada di benak laskar malam itu.
Ketika sang komandan sudah memberi aba-aba, hanya pekikkan kalimah TAKBIR sekeras mungkin yang laskar lakukan sembari turun dari kendaraan dan berlari serbu sekumpulan preman, di titik inilah ALLOH menurunkan bala bantuan NYA, preman-preman serasa disambar petir, mereka melongo melihat KENEKATAN laskar yang tetap maju ke arah mereka dengan hanya membawa pentungan, padahal ada pedang dan sajam lainnya di tangan mereka, hati mereka mulai dirasuki kebimbangan apakah akan tetap melawan atau lari, karena preman paham betul mereka menghadapi orang-orang yang tidak takut mati.
Mereka sendiri sadar ada dipihak syetan, andai mereka mati malam itu, mereka sadar mereka akan masuk neraka, sedangkan laskar akan bahagia bersama bidadari, mulailah beberapa preman mundur lari ke belakang yang menjadikan barisan mereka tercerai berai. Melihat kawan-kawannya mundur, kejadian yang hanya sepersekian detik ini menjadikan yang lainpun bingung dan tak bisa berpikir lagi kecuali ikut mundur ke belakang.
Pemandangan yang unik dan langka (kata Bang Syawali saat menceritakan kisah ini dan teringat kejadian malam itu), bagaimana bisa orang bawa golok lari terbirit birit dikejar laskar yang hanya bawa pentungan. Logika akal sehat jelas tak bisa menerima tapi itulah MA’UNAH ALLOH YANG NYATA.
Bang Syawali malam itu betul-betul mendapat HIDAYAH dan bersyukur sekali malam itu tidak mati sebagai musuh Islam. Setelah aksi hisbah selesai dan dia berhasil dilumpuhkan laskar, dia menangis mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada ALLOH di depan para habaib dan ust pimpinan FPI sembari memohon agar dibimbing menuju jalan Ilahi. Allahu akbar.
Saat ini kehidupan Bang Syawali sangat Islami, begitu adzan berkumandang, beliau langsung bangkit untuk penuhi seruan Illahi, apapun kegiatannya beliau tinggalkan, beliau juga rutin hadir di majlis taklim FPI, dan termasuk yang selalu hadir paling awal, beliau di kampung halamannya tetap disegani, judi yang dulu terang-terangan di wilayahnya sekarang beliau sendiri yang basmi. Kegiatan FPI di dalam dan luar kota selalu beliau ikuti, termasuk AKSI BELA ISLAM di Jakarta dan Pekalongan sendiri beliau tak pernah abstain.
Mari kawan ambil hikmah dari kisah ini, apakah kita saat ini merasa lebih baik dan lebih mulia kedudukannya di sisi ALLOH dibanding Kang Syawali?
Hasbunallohu wa nikmal wakil nikmal maula wa nikmannashir, la khaula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adhim. (Andri Thoifur).
Comment