Desi Wulan Sari, S.E, M.Si*: Kejagung Terbakar  Publik Bertanya

Opini494 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kebakaran gedung kejaksaan agung beberapa waktu lalu sempat membuat kaget khalayak ramai. Api yang menyulut gedung sangat cepat menghanguskan hampir seluruh gedung. Padahal posisi gedung berada di tengah-tengah ibu kota.

Banyak kritikan yang disampaikan atas insiden tersebut. Seakan suatu hal yang tidak mungkin jika kebakaran tersebut tidak tertangani secara dini.

Menurut Pengajar Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH) Manlian Ronald A Simanjuntak seperti dikutip CNN Indonesia, 23/08/2020), mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi di Gedung Kejaksaan Agung (kejagung) menunjukkan kegagalan sistem keselamatan yang sangat fatal.

Kegagalan itu, kata dia, terlihat jelas karena sumber air tidak maksimal. Kondisi hidran gedung dan hidran halaman tidak berfungsi maksimal.

Bahkan, ICW menegaskan untuk mencari tahu penyebab kebakaran gedung utama tersebut.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana seperti dilansir detik.com,( 23/8/2020), mendesak agar KPK turut menyelidiki penyebab terbakarnya gedung Kejaksaan Agung. Setidaknya hal ini untuk membuktikan, apakah kejadian tersebut murni karena kelalaian atau memang direncanakan oleh oknum tertentu.

Peristiwa kebakaran seakan menjadi lanjutan dari berbagai rangakaian kejadian yang selalu membuat shock rakyat.

Seperti kerugian Pertamina yang dilaporkan mencapai 11 Miliar, kenaikan iuran BPJS dengan pengurangan fasilitasnya, pembangunan ibu kota baru di tengah pandemi, infratruktur yang gagal dan dipaksakan, serta masih banyak lagi. Semua itu menyebabkan tingkat kepercayaan publik semakin menurun.

Lantas, bagaimana pemerintah mampu berbenah diri dari penurunan tingkat kepercayaan publik sebagai penguasa? Apakah keluhan dan kekecewaan rakyat akan terus diabaikan?

Selagi negeri ini masih tergantung pada sistem kapitalis, maka kebobrokan akan terus terjadi, dan rakyatlah yang akan terus merasakan dampak negatif dari setiap kebijakan kapitalisme itu. Narasi ekonomi akan selalu menjadi fokus eksistensi mereka.

Saatnya masyarakat memberi koreksi dan memberi input kepada pihak terkait dalam mengurus negeri. Semestinya kepentingan rakyat selalu dikedepankan, rakyat jangan selalu menjadi tumbal.

Pemimpin yang menyayangi rakyatnya akan senantiasa melakukan introspeksi diri, serta belajar dari kesalahan yang pernah terjadi.

Jika saja mereka bercermin pada hukum Islam, maka jelas tertulis tujuan seorang pemimpin adalah kemakmuran rakyat. Para khalifah sebagai pemimpin umat, menjalankan kewajiban dan amanahnya mengurus negara berdasarkan Al Quran dan Hadist. Maka tak heran jika selama pemerintahannya, mampu mewujudkan kesejahteraan umat di sepertiga dunia pada masa itu.

Seperti khalifah Umar bin Khatab yang tidak pernah tertutup dari kritikan rakyatnya. Bahkan beliau selalu meminta rakyatnya untuk memberi kritikan jika ada yang tidak berkenan atas kebijakan yang beliau lakukan. ia bahkan menerima kritikan seorang wanita yang disampaikan di depan umum ketika beliau menetapkan batasan mahar bagi kaum wanita. Beliau berkata, “Wanita ini benar dan Umar salah,” setelah mendengarkan argumentasi kuat si Muslimah tadi yang membacakan surat An-nisa’ ayat 20 untuk mengkritik kebijakan Umar.

Rasulullah SAW menegaskan, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Pemimpin negara yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya pula.

Wanita/istri adalah pemimpin terhadap keluarga suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut.

“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bishawab.[]

*Anggota AMK Bogor

Comment