Hidup Bahagia Dengan Rp. 50 Ribu Sehari, Cukupkan Atau Cukupkah?

Berita407 Views
Foto: copyright Kukuh DePhotology Digital Studio
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejak ditemukan dan diterapkannya sistem pembayaran dengan uang, tak
ayal lagi, uang menjadi hal terpenting dalam kelangsungan hidup manusia.
Hampir semuanya bisa dihargai dengan uang. Namun tidak segalanya bisa
dibeli dengan uang, yang salah satunya adalah kebahagiaan. Walaupun 
sebagian manusia masih bisa berdalih dengan ungkapan:
 
 
“No, money can’t buy happiness. But YES, it finances many illusions.” 
 
Kebahagiaan tak terbeli dengan uang, yang bisa didapatkan adalah ilusi. Benarkah demikian?
Hidup
dalam kebahagiaan atau hidup dalam ilusi, keduanya adalah suatu
keniscayaan dan bisa terjadi kepada siapapun. Yang pertama, jelas
diinginkan oleh semua orang. Kebahagiaan dalam hidup memberikan rasa
damai, tenteram dan perasaan selalu berkecukupan, bagaimanapun
kondisinya.Kunci kebahagiaan sebetulnya adalah pada penerimaan mutlak
atas kondisi atau keadaan apapun yang dihadapi. Seberapapun hasil yang
didapatkan dan dimiliki, tetap berusaha untuk mempertahankannya, lalu
sesekali berusaha meningatkannya.
Yang kedua, banyak ditempuh
orang manakala manusia tak puas dengan kehidupan yang dimiliki dalam
keaadaan yang tak sesuai dengan harapan. Lalu berburulah mereka
‘kebahagiaan semu’ yang bersifat sementara waktu. Bak mimpi di siang
bolong atau halusinasi memandang fatamorgana di padang kerontang. Dengan
menggunakan segala cara dan  kekayaan yang dimilikinya,
didapatkannyalah ilusi – ilusi pemuas jiwa. Mereka pun hidup dalam ilusi
yang setiap kali harus ‘dibeli’ dan dinikmati agar sesaat terlupa
dengan kenyataan hidup.
Adakah para pemilik uang triliunan yang
ada di luar negeri adalah para pemilik kebahagiaan? Ataukah justru
mayoritas orang Indonesia yang tak pernah memiliki tabungan dan hanya
memiliki cukup uang untuk makan sehari – hari sajalah para pemilik
kebahagiaan itu? Jawaban yang pasti, hanya di hati mereka sendiri –
sendiri. Yang lain hanya mampu menebak – nebaknya saja. Karena perasaan
bahagia didapatkan dan dimiliki seseorang dalam wujud yang berbeda –
beda. Tiada kan bisa diperbandingkan dengan yang lainnya.
Seorang
petani tua dengan sepetak sawah dan sejengkal kebun di sekeliling
rumahnya, sudah cukup merasa bahagia manakala hasil bertaninya cukup
untuk makan keluarganya dalam keseharian. Lima puluh ribu rupiah sehari,
sudahlah cukup besar baginya dan keluarganya. Namun ada juga
konglomerat kaya raya yang resah dan gelisah dalam kesehariannya karena
selalu memikirkan pencapaian target usahanya agar bisa melakukan invasi
bisnis ke bidang usaha lainnya atau malah untuk membayar hutang atau
pajak yang tertunggak. Lima puluh ribu rupiah baginya adalah segelas
kopi untuk menemani meeting dengan mitra usahanya atau biaya parkir
mobil mewahnya saat belanja di mall perbelanjaan terkemuka di pusat
kota.
Dalam satu momen diskusi bersama sahabat, dia berkata.
“Pokok permasalahannya adalah CUKUPKAH dengan uang 50 ribu Rupiah untuk
sehari bagimu atau CUKUPKAN dengan uang 50 ribu untuk sehari bagimu. Itu
saja. Jawaban alasannyalah yang akan menentukan tindakan selanjutnya
untuk mendapatkan kebahagiaan hidup.”
Hidup memang pilihan dan
terkadang pilihan terbaik adalah berdamai dengan keadaan yang ada.
Karena kebahagiaan tanpa kedamaian hanyalah ilusi yang sementara
sifatnya. Oleh karena itulah kenapa  disebutkan bahwa ‘bahagia itu
sederhana’, karena bahagia hanya membutuhkan perdamaian antara masing –
masing individu dengan kondisi hidupnya masing – masing. Dan tak salah
kiranya jika ada peribahasa asing yang mengatakan bahwa:
 
 

“Tuhan itu sederhana dan penyuka kesederhanaan. Oleh sebab itu diciptakanNya lebih banyak manusia sederhana di muka bumi ini.” 
 
Silakan
dipahami dengan keyakinan dan dari sudut pandang masing – masing, arti
kebahagiaan hidup itu dan tak perlulah kemudian diperdebatkan. Karena
menilai kebahagiaan hidup masing – masing adalah hak asasi orang per
orang.
Dan di samping saya duduk menulis artikel ini,
terdengarlah dua anak manusia yang sedang asyik bermesra. Terdengarlah
kalimat si laki – laki sambil memandang mesra kekasihnya:
“Aku sudah cukup bahagia jika kamu selalu ada di sampingku.”
Kalimat yang hampir membuat tempe mendoan lima ratusan rupiah di tangan saya hendak lepas dari pegangan.[vem]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment