Penulis: Sayidah Aisyah, S. KM | Pendidik dan Aktivis
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Awal tahun 2025 kita dikejutkan dengan wacana revisi RUU Minerba bahwa diizinkannya kampus mengelola tambang. Hal ini memungkinkan karena adanya otonomi kampus yang membuat kampus harus mencari pendapatan mandiri.
Badan usaha milik perguruan tinggi menjadi salah satu pihak yang diusulkan mendapatkan Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP). Rencana ini tertuang dalam revisi UU Mineral dan Batubara yang sudah ditetapkan sebagai usul inisiatif dari DPR RI melalui rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025). Pemberian pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi diusulkan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia.
Wacana ini jelas mengguncang dunia kampus yang notebene adalah pencetak generasi ilmuan dan pemimpin yang unggul. Tidak sedikit kampus yang menentang karena wacana ini sejatinya akan membelokkan orientasi kampus. Disorientasi pendidikan ini terjadi sebagai konsekuensi industrialisasi pendidikan (PT PTN BH).
Salah satunya, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid. Fathul mengaku kurang bisa memahami pola pikir kampus yang justru merespons positif usulan ini dan menyatakan siap mengelola tambang, padahal butuh modal besar untuk bisa melakukannya.
Menurut beliau, ini juga akan menimbulkan berbagai dampak yaitu integritas akademik dipertaruhkan, suara kritis kampus makin parau ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan wewenang, dan terlenanya kampus pada bisnis hingga melalaikannya dari visi misinya sebagai lembaga pendidikan.
Perguruan tinggi merupakan tempat mencetak para generasi penerus yang unggul. Merekalah yang akan melanjutkan estafet menuju peradaban cemerlang. Namun dengan munculkan wacana ini, jelas akan membelokkan tujuan awal perndidikan tersebut dan dialihkan hanya sebagai salah satu pion langgengnya ekonomi kapitalisme.
Di era kapitalisasi yang semakin kental ini, bukan rahasia umum lagi jika sektor pendidikan menjadi salah satu aspek yang diindustrialisasi sehingga kebijakan terus menggiring perguruan tinggi menjadi PTN-BH (Berbadan Hukum) agar bisa mendapatkan pendapatan sendiri (mandiri).
Namun di sisi lain, ini adalah bentuk lepas tangan negara yang seharusnya menjamin seluruh rakyat mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama dan layak menjadi sekedar pembuat regulasi agar perguruan tinggi bisa survive sendiri tanpa subsidi dari negara.
Alhasil, kampus mencari berbagai macam cara untuk bisa mempertahankan kampusnya. Termasuk dengan mengambil kesempatan untuk mengelola tambang. Dunia kampus akan disibukkan dengan kepentingan mempertahankan dan mengembangkan dirinya. Kemudian akan mengarahkan mahasiswa ikut serta di dalamnya mencari pundi-pundi cuan.
Padahal dampaknya jelas sangat besar, kampus yang harusnya idealis akan terlibat dalam pengelolaan tambang yang terang-terangan mengeksploitasi lingkungan, mengabaikan aspek keseimbangan dan kelestarian lingkungan, serta akan menumpulkan sisi kritis kampus yang terlibat di dalamnya karena terikat dengan kepentingan-kepentingan tertentu.
Hal ini tidak sejalan dengan pengaturan Islam dalam mengelola SDA. Islam memandang bahwa kekayaan SDA adalah milik umat. Sehingga negara berkewajiaban mengelola SDA tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada seluruh rakyat dengan cuma-cuma dalam bentuk pelayanan kepada rakyat.
Dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm. 87, Syekh Abu Yasin rahimahullah menjelaskan, “Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang sistematis setelah sekolah. Tujuan pendidikan tinggi adalah penanaman dan pendalaman kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiswa perguruan tinggi, bagi yang telah sempurna pembinaannya di jenjang pendidikan sekolah. Peningkatan kualitas kepribadian ini ditujukan agar para mahasiswa bisa menjadi pemimpin dalam kerangka memantau permasalahan-permasalahan krusial umat, termasuk kemampuan mengatasinya, yaitu permasalahan yang diharuskan dalam Islam atas kaum muslim untuk mengatasinya dengan risiko hidup atau mati.”
Islam menetapkan layanan pendidikan harus diberikan secara gratis. Pembiayaan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi ditanggung negara melalui baitulmal.
Kampus sebagai lembaga pendidikan harusnya fokus membentuk syaksiyah Islamiyah dan generasi unggulan dengan karya terbaik untuk kontribusi kepada umat. Sehingga kita butuh menerapkan Islam dalam institusi negara agar tujuan mulia ini bisa terwujud. Wallahu a’lam bisshowab.[]
Comment