Penulis: Rizka Adiatmadja | Penulis Buku dan Praktisi Homeschooling
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Mengapa judi online begitu laris manis? Padahal jika menang, itu adalah kekalahan yang tertunda. Pun ketika kalah, semua hanyalah umpan untuk menggali rasa penasaran. Mencoba dan terus mencoba hingga kesengsaraan melanda. Bahkan tak sedikit, demi judol terjerat lilitan pinjol.
Racun yang teramat membinasakan. “Bisa” yang kerap membuat pelaku judol tak segan menghilangkan nyawa sendiri karena kecanduan dan tertekan. Kelakuan keblinger yang bisa berujung pada gangguan mental gambling disorder.
Dikutip dari cnbcindonesia.com – Sungguh mencengangkan, ternyata pelaku judol di Tanah Air menembus angka 3 juta. Usman Kansong selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo mengatakan, ada sekitar 3,2 juta pelaku judol di Indonesia. Ia menilai bahwa demand yang terus meninggi, tentu akan membuat suplai menemukan jalan sendiri secara digital.
Usman mengatakan hal tersebut dalam diskusi daring yang bertajuk “Mati Melarat Karena Judi” yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Usman pun mengatakan, Presiden Jokowi meresmikan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring pada Jumat (14/6/2024), dua hal yang diandalkan dalam peresmian tersebut adalah:
Pertama, jalur edukasi dan literasi yang diharapkan menjadi upaya pencegahan. Menkominfo Budi Arie Setiadi, selaku Ketua Harian Pencegahan, diberikan tugas oleh presiden untuk mencerdaskan masyarakat agar mengurangi permintaan judi online.
Kedua, penindakan yang dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Usman pun menyebutnya bahwa Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo dilibatkan untuk men-takedown situs judol ataupun situs yang menampilkan judol. (15 Juni 2024)
Mengapa judol begitu menggurita dan kronis? Benarkah kondisi tersebut adalah kerusakan sistemis?
Kemiskinan dan judol seperti lingkaran setan yang sulit sekali dientaskan. Adapun upaya pemerintah yang menjadi bukti kesadaran bahwa kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Meskipun solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar permasalahan.
Dari sejak dahulu, judi menjadi penyakit masyarakat yang memiliki daya rusak hebat. Orang beriman bisa menanggalkan agama ketika sudah terjerat rayuan judi yang teramat menggoda. Terlebih saat manusia tak memiliki ketaatan, tentulah judi bisa menjadikannya lupa daratan.
Kesulitan hidup yang diakibatkan oleh sistem perekonomian kapitalisme membuat manusia gelap mata. Pemahaman hidup sekuler pun menciptakan tindakan demi tindakan manusia tanpa perhitungan dan tuntunan.
Pelaku judol bukan hanya dari kalangan laki-laki dewasa saja, tak sedikit catatan data yang melibatkan kaum wanita. Bahkan berita terkini menyebutkan, ada ribuan anak-anak yang menjadi pelaku, tak tanggung-tanggung jumlahnya hingga 80 ribu!
Animo yang begitu tinggi, terlebih disebabkan permasalahan ekonomi. Masyarakat yang semakin kesulitan tanpa menemukan solusi pasti. Akhirnya memilih judol sebagai peruntungan yang tentunya penuh ilusi. Kemiskinan dan kesengsaraan yang sistemis bisa membuat manusia melakukan tindakan kriminal yang tidak masuk akal.
Sekularisme dan kapitalisme membentuk tatanan kehidupan yang penuh kebebasan dan hedonistik. Godaan gaya hidup yang semakin menyulut manusia memenuhinya dengan cara instan. Maka, judol menjadi pilihan yang teramat menggiurkan.
Sejatinya, pemblokiran situs, pembekuan rekening bukanlah jalan keluar yang mendasar. Edukasi dan literasi tentunya tidak akan berhasil selama paradigma masyarakat tidak berubah secara totalitas, terlebih ketika tidak ada tindakan atau hukuman yang melahirkan efek jera.
Allah Swt. berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah: 90)
Di dalam Islam, negara bukan hanya rentetan penguasa dan aturan yang punya kebijakan semata. Namun, negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat yang juga harus bisa mencegah dari kejinya perbuatan maksiat.
Institusi Islam menerapkan aturan preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) untuk mengatasi masalah perjudian. Langkah pertama yang dilakukan oleh negara adalah membina dan memberikan pendidikan berbasis akidah Islam kepada seluruh masyarakat. Sehingga semua paham bahwa judi adalah perbuatan haram yang harus dijauhi.
Langkah kedua adalah menutup akses perjudian dalam bentuk apa pun. Tentu negara akan memberdayakan ahli yang kapabel di bidang informasi dan teknologi. Sehingga tidak ada celah sedikit pun yang bisa tiba-tiba melonggar dan membentuk jaringan liar.
Langkah ketiga adalah mengontrol penuh aktivitas masyarakat di dunia siber. Sehingga akan mudah terdeteksi jika ada yang mengakses situs perjudian. Tentu orang yang berwenang adalah yang punya kemampuan menjadi polisi digital.
Langkah keempat adalah menindak tegas sindikat bandar dan para pelaku judi, memberikan sanksi yang yang melahirkan efek jera bagi pelaku dan bagi yang menyaksikan pun tidak tergiur melakukan kejahatan yang sama.
Langkah kelima adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Membuka lapangan kerja yang luas untuk kaum laki-laki sebagai pencari nafkah, memberikan keleluasaan bagi kaum perempuan fokus di ranah kewajibannya sebagai istri dan ibu, mendidik generasi terbaik, tidak dibebankan dengan keterpaksaan menjadi tulang punggung keluarga seperti hari ini.
Sehingga tidak akan ada anak atau generasi yang menjadi pelaku judol dan kemaksiatan lainnya karena hak pengasuhan dan pendidikan pertama di rumah terpenuhi dengan baik. Akidah Islam akan membentuk muslim bertakwa yang tentunya akan fokus melakukan kehidupan di ranah yang halal dan tidak menyelisihi syariat Islam.
Hanya Islam yang mampu menyelesaikan permasalahan kerusakan sistemis termasuk judol. Selama kapitalisme yang mencengkeram kita, tentu kanker demi kanker sistemis akan senantiasa menggurita. Wallahu’alam bisshowab.[]
Comment