Penulis : Ria Nurvika Ginting, S.H, M.H | Dosen FH-UMA
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Gempuran-gempuran Israel ke Palestina sampai hari ini masih terus terjadi. Jika ini terus berlanjut Oktober mendatang telah genap setahun Palestina digempur habis-habisan oleh Israel. Mungkin kita akan mengatakan “tidak terasa setahun”.
Bagaimana dengan rakyat Palestina yang mengalami serangan brutal dari Israel? Setahun sudah mereka terlunta-lunta mencari tempat untuk sekedar berteduh dan menikmati lelapnya tidur ketika malam tiba. Namun hal tersebut sesuatu yang mustahil bagi mereka apabila serangan-serangan Israel terus berlanjut bahkan dengan brutalnya menyerang mereka.
Menurut petugas medis Palestina, yang dikutip Reuters pada Sabtu (7/9/24), serangan udara terhadap dua bekas sekolah yang menampung orang-orang terlantar, satu di Kota Gaza dan satu di Jabalia, menewaskan sedikitnya 12 orang.
Militer Israel mengatakan serangan tersebut menargetkan orang-orang bersenjata Hamas yang beroperasi di kompleks tersebut. lima orang lagi tewas dalam serangan terhadap sebuah rumah di Kota Gaza, kata petugas medis Palestina, dengan total 28 orang tewas pada hari sabtu.
Korban akibat serangan Israel di Gaza terus bertambah. Tercatat hingga hari ini jumlah korban yang tewas mencapai 40.939 orang. Sementara jumlah korban yang terluka mencapai 94.616 orang seperri ditulis antara.com (18/8/2024).
Selain itu, pasukan Israel mengubah “zona kemanusiaan aman” di Jalur Gaza menjadi tumpukan puing-puing dan abu, menyisakan 9,5 persen wilayah yang disebut “zona aman” bagi warga sipil yang mengungsi sebagaimana disampaikan oleh Pertahanan Sipil Palestina di Gaza.
Zona tersebut hanya mencakup sekitar 3,5 persen dari area pertanian, layanan dan komersial, yang kemudian mempersempit ruang tempat warga sipil berlindung. Israel secara sistematis menghancurkan “zona aman.”
Berkurangnya zona aman yang terus berlangsung itu sebagaimana ditulis anyara.com (25/8/24), memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza, karena warga sipil memiliki tempat yang lebih kecil untuk melarikan diri dari aksi kekerasan.
Blokade yang terjadi di Gaza menyebabkan kelangkaan akut pada bahan makanan, air bersih dan obat serta menyebabkan kehancuran pada sebagian besar wilayah tersebut. Sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza yang terkepung telah habis akibat perang yang terus berkecambuk serta kontrol dan penutupan perbatasan oleh Israel, kata Kementerian Kesehatan Gaza. (Antara.com, 25 Agustus 2024).
Sementara itu, perundingan damai untuk menghentikan serangan-serangan ini telah dilakukan. Meski begitu, diakui ada sejumlah hambatan karena pihak Israel yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu terus merubah sikap. Perundingan damai pun tidak terealisasi.
Mandulnya Hukum Internasional
Hampir setahun konflik Palestina dan Israel belum menunjukkan akan adanya penyelesaian. Krisis yang melanda warga Palestina semakin menjadi-jadi dengan semakin brutalnya serangan yang dilancarkan dari pihak Israel.
Persoalan yang melibatkan dua negara ini semestinya menjadi sorotan internasional yang dinaungi oleh PBB. Hukum Internasional mengatur dengan jelas bagaimana seharusnya menyelesaikan konflik seperti yang terjadi antara Palestina dan Israel.
Israel telah melakukan okupasi dengan menggunakan kekerasan. Hal ini sudah lama dilarang dalam aturan hukum internasional yang secara tegas diatur dalam Declaration Principle of International Law Concerning Friendly. Selain itu, Hukum Internasional juga mengatur bagaiman jika terjadi perang antara negara.
Hal ini diatur dalam Hukum Humaniter Internasional. Jika terjadi perang maka setiap negara yang terlibat harus mematuhi aturan hukum humaniter tersebut yang terdapat dalam Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa.
Hukum Den Haag terdiri dari Konvensi Denhaag 1899 dan 1907 mengenai cara dan alat berperang. Konvensi Den Haag 1899 terdiri dari 3 Konvensi dan 3 deklarasi, antara lain Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di darat serta deklarasi larangan penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas cekik dan beracun dilarang.
Sedangkan Konvensi Den Haag 1907 terdiri dari 13 Konvensi, Konvensi yang penting antara lain Konvensi III tentang cara Memulai Permusuhan dan Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat. Selain itu didalamnya terdapat Martens Clause dimana dinyatakan bahwa dalam keadaan apapun harus diperhatikan perlakuan kemanusiaan.
Dalam Protokol Tambahan I tahun 1977 Bab IV mengatur tentang Penduduk Sipil. Dalam pasal 50 Protokol Tambahan I Tahun 1977 ini secara tegas membedakan orang-orang sipil dan non sipil.
Pasal 53 menentukan perlindungan objek-objek budaya dan tempat ibadah. Israel dalam serangannya yang tidak membedakan antara penduduk sipil dan non-sipil. Sebagian besar korban yang tewas akibat serangan militer Israel adalah penduduk sipil.
Selain itu, Israel telah menghancurkan objek-objek yang telah ditentukan dalam hukum Humaniter Internasional tidak boleh menjadi sasaran serangan militer. Israel jelas telah melakukan pelanggaran hukum yang diatur oleh hukum Internasional.
Namun, mengapa penegakan hukum terhadap Israel yang jelas-jelas melakukan pelanggaran sulit untuk dilaksanakan? Hukum Internasional mandul ditengah jeritan Palestina.
Kemandulan Hukum Internasional disebabkan terbentur dengan hak veto. Jika salah satu negara yang memiliki hak veto tidak menyetujui keputusan maka keputusan tersebut tidak dapat terlaksana dan kita tahu salah satu pemilik hak veto adalah Amerika Serikat.
Amerika Serikat selalu memihak kepada Israel termasuk saat Hamas menyerang Israel pada sabtu tanggal 7 Oktober 2023 lalu, Presiden AS Joe Biden memberikan dukungan kepada pemerintahan dan warga Israel. Selain itu, hukum internasional tidak memiliki susunan hirarki sehingga tidak akan bisa mendesak siapa pun tanpa perintah DK PBB.
Solusi Palestina
Penderitaan di bawah langit Gaza semakin mencekam setiap hari. Penduduk Palestina sudah tidak tahu lagi akan mengungsi kemana karena tempat pengungsian semakin sempit. Mereka bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Diblokade hingga kelaparan yang luar biasa dialami para pengungsi.
Bukan mereka tidak butuh donasi logistik namun pembantaian terus beranjut maka solusi untuk Palestina bukan gencatan senjata, bukan tanda-tangan perdamaian dan juga bukan two-state solution.
Sungguh suatu kezaliman kita membiarkan saudara-saudara kita di Palestin terus merasakan pendritaan. Ditindas bahkan dibunuh. Selain itu, saat ini mereka dilanda kelaparan dengan tidak adanya pasokan makanan yang memadai.
Rasulullah saja tidak membiarkan seekor hewan mati karena kalaparan apalagi ini kondisinya manusia. “Sungguh imam (khalifah) itu laksana perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung mereka. “(H.R Muslim).
Syekh Said bin Ali Wahf al-Qahthani dalam kitabnya Al-Jihad fii Sabilillah mangatakan bahwa “Jika musuh telah memasuki salah satu negeri kaum muslim, maka fardu ‘ain atas penduduk negeri tersebut untuk memerangi musuh dan mengusir mereka. Juga wajib atas kaum muslim untuk menolong negeri itu jika penduduknya tidak mampu mengusir musuh. Hal itu dimulai dari yang terdekat kemudian yang tersekat.”
Sehingga yang dibutuhkan oleh Palestina adalah pembebasan yang dilakukan dengan militer karena yang akan dilawan adalah sebuah negara dengan militernya. Namun, saat ini negeri-negeri muslim yang disekat dengan paham nation-state terpecah-pecah hingga kekuatan yang luar biasa mereka miliki jika bersatu, tidak terlihat sehingga musuh tidak merasa gentar.
Bersatunya kekuatan umat islam dalam satu komando internasional akan mampu melakukan perlawanan dengan mengirimkan bantuan pasukan militer ke Palestina.
Status Tanah Palestine adalah Tanah Kharaj sampai kapanpun – sehingga orang-orang Yahudi tidak dapat menduduki apalagi mengusir dan membunuh kaum muslim yang tinggal di tanah tersebut.
Khalifah (pemimpin) akan menyerukan sekaligus memimpin pasukan kaum muslim di seluruh dunia untuk membebaskan Palestine dan menyelamatkan kaum musllim di sana.[]
Comment