Maraknya Pencabulan Anak, Bukti Kapitalis Tak Mampu Atasi Kekerasan

Opini454 Views

 

 

Penulis: Atika Nasution | Guru

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA, Seorang pria berinisial USH (39) seperti dikutip detik Sumut ditangkap Polres Pelabuhan Belawan. USH ditangkap karena mencabuli anak di bawah umur. Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan AKP Riffi Noor Faiza mengatakan korban mengadu ke ibunya jika telah dicabuli oleh.

Namun USH membantah telah mencabuli korban saat didatangi oleh ibu korban. Ibu korban kemudian melaporkan peristiwa itu ke kepala lingkungan (Kepling). Kepling kemudian menghubungi Bhabinkamtibmas.

Tersangka kemudian mengakui perbuatannya setelah ditanyakan oleh Bhabinkamtibmas. Tersangka kemudian ditangkap dan dibawa ke Polres Pelabuhan Belawan pada Jumat (14/2).

Peristiwa ini menunjukkan kembali betapa Indonesia masih tetap darurat kekerasan seksual terhadap anak. Kejahatan dalam keluarga sudah sedemikian maraknya, bahkan makin sadis dan tidak pandang bulu. Semua bisa jadi korban, entah anak, istri, ataupun suami.

Kondisi ini sesungguhnya menggambarkan masyarakat yang sakit. Kebebasan yang diagungkan sistem saat ini telah menjadi racun mematikan bagi akal dan naluri, hingga ayah bahkan tega mencabuli darah dagingnya sendiri.

Terjadinya peristiwa tragis ini, menunjukkan lemahnya pelaku dalam mengontrol dorongan syahwatnya sehingga anak kecil pun menjadi korban.

Ketidakmampuan mengontrol diri terjadi karena orientasi hidup yang bersifat duniawi, termasuk di dalamnya kesenangan jasmani. Bahkan, hingga lupa anak yang di depannya adalah anak dibawah umur. Kekerasan terhadap anak akan terus terjadi selama negara masih mengadopsi sistem sekuler, penerapan pola kehidupan liberal yang serba bebas.

Pola kehidupan ini mempengaruhi cara pandang dan perilaku masyarakat yang lemah imannya sehingga tidak segan melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini tidak mungkin terjadi ketika memiliki kekuatan iman.

Sayangnya, hari ini umat hidup dalam dekapan erat sekularisme kapitalisme. Agama dipinggirkan hanya dalam soal ibadah ritual, sedangkan kehidupan diatur dengan buah pikir akal manusia yang lemah dan terbatas. Semua diukur dengan keuntungan materi dan kenikmatan duniawi.

Akibatnya, berbagai kemaksiatan marak, termasuk pornografi yang berperan dalam meningkatkan kekerasan seksual terhadap anak ini. Di negeri ini, sejatinya sudah ada banyak regulasi untuk mencegah kekerasan terhadap anak, di antaranya Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. UU ini adalah revisi kedua UU No. 23 Tahun 2002 yang menetapkan pemberatan hukuman bagi pelaku yang memiliki hubungan dekat dengan korban dan pelaksanaan kebiri kimia.

Namun nyatanya, sanksi itu pun tidak mampu mencegah tindak kekerasan seksual terhadap anak. Jangankan hukum dunia, siksa di akhirat pun diabaikan. Sungguh cerminan masyarakat yang sangat rusak.
Untuk menghilangkan kondisi rusak ini, hanyalah dengan penerapan syariat Islam.

Tetangga adalah orang yang tinggal dekat dengan rumah yang dalam pandangan Islam juga memiliki kewajiban berbuat baik dan tidak melakukan kejahatan. Namun, kesadaran ini akan terbentuk ketika akidah Islam yang menjadi asas seluruh kehidupan.

Keimanan akan menjadi benteng kuat bagi individu. Semangat amar makruf nahi munkar pada masyarakat juga berperan penting dalam mewujudkan masyarakat yang membenci kemaksiatan.

Hal yang tidak kalah penting, negara sungguh-sungguh menjaga rakyat agar berada dalam kebaikan dan kemulian akhlak. Segala hal yang menimbulkan celah terjadinya kemaksiatan ditutup rapat-rapat.

Penerapan sanksi yang tegas dan menjerakan akan mampu mencegah kejahatan, termasuk kekerasan seksual terhadap anak. Tegaknya tiga pilar tersebut, akan mampu memberantas dan mencegah terjadinya kejahatan keji ini.[]

Comment