Menimbang-nimbang Antara Risma, Djarot dan Rizal Ramli

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA
– Penolakan terhadap Gubernur Basuki Tjahya Purnama, sapaan Ahok, Calon Gubernur DKI Jakarta untuk
Pilkada 2017, terjadi hampir setiap hari di Jakarta dari
pelbagai kalangan. Baik penolakana yang dilakukan dalam
komunitas di tingkat kelurahan, komunitas antar kelurahan, hingga
penolakan dengan berbagai bentuk aksi di depan kantor PDI Perjuangan.
Bahkan juga penolakan tidak hanya dilakukan tokoh masyarakat,
cendekiawan, tokoh agama, aktivis demokrasi, aktivis LSM yang
pro-kampung maupun kota, namun juga berbagai kalangan individu yang
concern dengan etnik dan budayawan.

Osmar
Tanjung, Sekjen Seknas JOKOWI menyatakan, penolakan dilakukan
juga oleh wong cilik, terutama masyarakat miskin kota, nelayan dan
masyarakat lainnya di Jakarta. hingga tokoh yang juga merupakan
Pengurus Komite Penggerak Nawacita menyampaikan pada pewarta. Jakarta,
kamis (8/9).
“Muncul tidak hanya bentuk
aksi, melainkan pernyataan, opini, bahkan juga menulis surat terbuka
ditujukan pada Megawati Soekarno Putri dan Presiden Jokowi. Ada juga
dalam bentuk “meme” serta penolakan di media sosial, yang acapkali
penolakan sembari turut memberikan dukungan untuk calon tertentu seperti
Risma, Walikota Surabaya,” celetuknya.
“Proses
penolakan terus dikapitalisasi bak bola salju ‘snowball’ yang makin
hari semakin keras dan massif,” tukas Sekjen Seknas JOKOWI.
Hal
ini nampak saat peristiwa penolakan Ahok guna diusung PDI Perjuangan, Rabu (7/9) saat Front Wong Cilik berbagai elemen
masyarakat melakukan aksi demonstrasi ke kantor DPP PDI Perjuangan di
Jalan Dipanegoro, Jakarta Pusat. Terlihat dalam aksi itu, massa melayangkan surat ke Megawati dan membacakannya.
“Surat
itu dibubuhi cap jempol darah dan dibaca oleh wanita bernama Desi,
korban penggusuran Rawa Sengon, Tanah Merah, Kelapa Gading, Jakarta
Utara,” papar Pengurus Komite Penggerak Nawacita ini kepada wartawan.
Surat itu berisi curahan hati warga agar Megawati selaku
ketum PDI Perjuangan yang mempunyai otoritas penuh dalam menentukan
calon kepala daerah supaya tidak memilih Ahok untuk jadi Cagub DKI 2017
yang diusung PDI Perjuangan

.”Hitungannya, besar kemungkinan Ahok tidak
diusung PDI Perjuangan untuk maju menjadi calon Gubernur DKI periode
2017-2022. Pertanyaannya sekarang, siapa yang bakal diusung PDI
Perjuangan?, ” imbuhnya lagi sembari penuh tanda tanya besar.

Jika
ditelisik dari kader partai PDI Perjuangan yang belakangan ini
santer disebut namanya, maka pilihannya bakal jatuh ke Risma dan
Djarot.

“Tapi kalau dari ideologi pembangunan menuju Indonesia yang adil
dan makmur, yakni Tri Sakti dan Nawacita. Maka ada nama lain yang
sebulan terakhir ini mulai banyak dapat simpati dan dukungan dari
berbagai kalangan, yakni Rizal Ramli ‘sang patriot dan rajawali
ngepret’, ” tuturnya lagi mengkritisi.

Megawati
sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan menjatuhkan pilihannya di antara
Risma, Djarot dan Rizal Ramli.”Mari kalkulasi secara sederhana. Soalnya,
selain dari Risma sudah menyatakan ketidakinginan dicalonkan menjadi
Cagub DKI. Risma juga telah terikat janji dengan warga Surabaya untuk
menyelesaikan masa tugasnya hingga habis masa jabatannya. Warga Surabaya
lebih membutuhkan Risma,” imbuhnya.
Namun,
Menurut Osmar Tanjung berpandangan apabila Ketum PDI Perjuangan
berkehendak Risma menjadi Cagub DKI, maka sebagai kader yang baik, Risma
akan taat kepada pimpinan partai untuk diusung menjadi Cagub DKI oleh
PDI Perjuangan.
“Ini artinya PDI Perjuangan
kehilangan Surabaya sebagai kota kedua terbesar di Indonesia yang sudah
lama diincar oleh partai-partai besar lainnya, yakni Partai Demokrat dan
Golkar. PDI Perjuangan kalah satu kali karena kehilangan Kota
Surabaya,” cetusnya mengingatkan kembali.
“Namun,
bila nanti Risma tarung dengan Ahok dan lainnya, Risma belum tentu
menang di Pilgub DKI. Jika Risma menang, maka hasilnya hanyalah seri 1-1
yakni menang untuk Jakarta, hilang (kalah) untuk Surabaya,” tuturnya
mengulas kembali.
“Memang, bakal akan ada yang
bilang, kan ada pak Wisnu. Bagi saya, Pak Wisnu bukan kader terbaik PDI
Perjuangan untuk dapat mempertahankan kota Surabaya,” celetuknya
beropini.
“Yang tragis, ialah bagaimana kalau
Risma kalah di Jakarta? Sudah sangat jelas, PDI Perjuangan menjadi kalah
dua kali karena kehilangan dua kota terbesar di Indonesia yakni Jakarta
dan Surabaya. Ini akan berdampak pada Pemilu 2019. PDI Perjuangan akan
terpuruk! Lantas, bagaimana dengan Djarot? Sepanjang yang saya tahu,
Djarot tidak berani dengan gagah menyatakan siap menjadi Calon Gubernur
DKI yang akan diusung oleh PDI Perjuangan. Full stop,” sambung
Osmar
Tanjung Sekjen Seknas JOKOWI dan pengurus Komite Penggerak Nawacita
mengatakan,“Bagaimana dengan sosok Rizal Ramli ? Yang notabene
memperoleh julukan ”sang patriot dan rajawali ngepret”, digadang-gadang
paham Tri Sakti Bung Karno dan konsisten dalam menjalankan Program
Nawacita Presiden Jokowi? Wallahualam. Hanya Tuhan dan Ibu Megawati yang
tahu,” tandasnya..[Nicholas]

Comment