Oleh: Devy Rikasari, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Suatu pagi yang cerah, langit memancarkan cahaya mentari pagi yang tidak begitu menyilaukan mata. Bagi kota industri seperti Cikarang, mendapati langit tanpa asap pabrik adalah suatu kenikmatan tersendiri. Tetapi, ada satu hal yang sering mengusik pandangan dan penciuman. Apalagi jika bukan sampah.
Sampah saat ini menjadi masalah serius, bukan hanya di kota ini namun juga di seluruh dunia. Bahkan ada peringatan Hari Tanpa Kantong Plastik Sedunia (Plastic Bag Free Day) setiap tanggal 3 Juli.
Kehidupan yang serba instan menjadi salah satu penyebab barang-barang sekali pakai menjadi keseharian kita. Namun ada yang kurang disadari yaitu kemampuan tempat pembuangan sampah yang tidak lagi bisa menampungnya.
Milyaran ton sampah terbengkalai meracuni ekosistem bumi, baik di tanah maupun lautan. Plastik-plastik itu tidak bisa terurai, tetapi akan menjadi partikel yang lebih kecil (mikroplastik) yang membahayakan kesehatan hewan juga manusia.
Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) serta Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sampah plastik di Indonesia jumlahnya mencapai 64 juta ton/tahun. Sebesar 3,2 juta ton dari sampah tersebut adalah sampah yang dibuang ke laut. Dalam hal pencemaran di laut, Indonesia menjadi penghasil sampah plastik laut kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok.
Fakta lain yang sangat mencengangkan dikeluarkan oleh Greeneration tahun 2009, satu orang Indonesia rata-rata memakai 700 kantong kresek setiap tahun. Bila diakumulasi ada lebih dari 100 miliar kantong plastik digunakan masyarakat Indonesia per tahun. Ironisnya, untuk jumlah tersebut pembuatannya menghabiskan 12 juta barrel minyak bumi.
Bayangkan, pembuatan kantong kresek memerlukan proses yang sangat panjang. Mulai dari pengeboran minyak bumi (yang membutuhkan dana & SDM yang mumpuni), lalu material ini dikirim ke kilang-kilang menggunakan kapal.
Selanjutnya, material tersebut didistribusikan ke pabrik-pabrik dan diolah sedemikian rupa menjadi polimer yang prosesnya begitu panjang, bahkan sangat panjang.
Setelah jadi, polimer tersebut dicetak, dikemas, dan dikirim ke seluruh supermarket, toko, serta pasar menggunakan truk-truk. Akhirnya sampailah benda itu ke tangan kita dalam berbagai wujud seperti kantong kresek.
Mirisnya, tak lama digunakan, bahkan tak sampai 10 menit lamanya, kresek itu kita buang begitu saja. Berjuta orang melakukan hal yang sama terhadap barang-barang sekali pakai.
Sampah Indonesia Berlayar Sampai Afrika
Pada pertengahan 2015, tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memasang 11 drifter—sebuah pelacak lokasi berukuran mini—pada sampah yang mengalir dari sembilan sungai di Jakarta.
Pemasangan drifter dilakukan untuk memantau seberapa jauh jarak sampah plastik Jakarta berlayar di lautan. Periode pemantauan dilakukan selama setahun. Sangat mencengangkan, ada 1 drifter yang nyasar sampai ke Afrika Selatan. Padahal jarak antara Jakarta dan Afrika Selatan terbentang lebih dari 9.000 kilometer atau hampir dua kali lipat dari jarak Sabang ke Merauke.
Studi mutakhir juga menemukan hasil senada. Sebagian besar sampah plastik, tutup botol, dan barang rumah tangga kecil yang terdampar di Seychelles, Afrika Timur, berasal dari Indonesia. Itu berasal dari sampah yang tidak dikelola dengan baik yang dihasilkan di Indonesia. Riset ini dipublikasikan di jurnal Marine Pollution Bulletin pada Februari 2023.
Bahkan puing-puing sandal pantai, botol, hingga jaring apung yang berasal dari Indonesia bisa bertahan di lautan setidaknya selama 6 bulan hingga lebih dari 2 tahun. Penulis utama penelitian bertajuk ‘Sources of marine debris for Seychelles and other remote islands in the western Indian Ocean’ ini, Noam Vogt-Vincent, berasal dari Departemen Ilmu Bumi University of Oxford.
Masih banyak fakta-fakta mencengangkan lainnya. Tentu membuat siapapun yang mengetahuinya akan merasa gelisah karena khawatir jika gunungan sampah di kemudian hari akan semakin tak terkendali. Lantas bagaimana kondisi anak cucu ke depan?
Sebenarnya sudah banyak komunitas yang tergerak untuk menyelesaikan masalah sampah di negeri ini, namun ternyata hasilnya belum signifikan. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan masih jauh panggang dari api. Masih sering disaksikan, sampah menggunung di pinggir-pinggir jalan, bahkan dibuang ke kali. Sikap konsumtif masyarakat yang mudah tergiur iklan turut menambah runyam persoalan sampah ini.
Jikapun ada kalangan masyarakat yang sadar untuk memilih dan memilah sampah rumah tangga, tetap saja di tempat pembuangan akhir semua sampah itu disatukan kembali. Sehingga solusi secara individual terkesan kurang efektif.
Di sini lain, dunia industri pun belum semuanya menyadari pentingnya menjaga ekosistem yang sehat. Nyatanya kemasan plastik yang tidak ramah lingkungan lebih banyak dipilih para produsen karena lebih murah biaya produksinya dibanding kemasan yang ramah lingkungan.
Rasanya kita perlu berkaca kepada kota Cordoba pada abad 9-10 M di mana jalan-jalan di sana telah bersih dari sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan. Ternyata pada masa itu, Cordoba bukan hanya dipimpin oleh seorang muslim, namun juga menerapkan sistem Islam secara kaffah, tepatnya oleh Bani Umayah. Tokoh-tokoh muslim pada zaman itu telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya diserahkan kepada kesadaran individu menjadi dikelola negara.
Sistem Islam mengatasi persoalan sampah dari hulu sampai hilir. Mulai dari ranah individu hingga kebijakan negara terkait ijin produksi dari perusahaan. Negara dengan kekuasaannya sangat mampu untuk melarang seluruh elemen masyarakat untuk menggunakan plastik sekali pakai, melarang membuang sampah sembarangan, disertai sanksi yang tegas bagi siapapun yang melanggarnya.
Melalui sistem pendidikan Islam, masyarakat dipahamkan tentang anjuran Islam untuk hidup sederhana, menggunakan barang-barang seperlunya, tidak mubazir dan berfoya-foya.
Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Araf ayat 31. “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Di samping itu pola hidup bersih juga dibiasakan sejak kecil mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan publik lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, mulia dan menyukai kemuliaan, bagus dan menyukai kebagusan. Oleh karena itu bersihkanlah lingkunganmu.”(HR. Tirmidzi).
Atas dorongan iman, seluruh komponen baik individu, masyarakat dan negara akan bersama-sama mewujudkan kehidupan yang bersih. InsyaAllah Indonesia bahkan dunia bebas sampah akan bisa diwujudkan. Wallahu’alam bishawab.[]
*Referensi:*
Wardhani, DK. 2020. Bye-Bye Sekali Pakai. Jakarta. Bentala Kata.
https://news.detik.com/x/detail/spotlight/20230613/Sampah-Indonesia-Berlayar-Sampai-Afrika/
https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/28/070000965/saat-sampah-plastik-dari-indonesia-ditemukan-terdampar-hingga-afrika
Comment