Penulis: Fauziah Al-Ghauri | Mahasiswi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Dikutip dari KOMPAS.com (25/4/2025) Pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 baru berlangsung kurang dari satu minggu, namun dugaan kecurangan sudah mulai muncul.
Dalam dua hari pertama ujian, panitia menemukan total 14 kasus kecurangan yang melibatkan para peserta. Pada hari pertama UTBK SNBT, tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan sembilan kasus kecurangan. Lalu, pada hari Kamis (24/4/2024), tercatat ada lima kasus.
Menurut hasil survei, 78% sekolah dan 98% kampus masih mengalami kasus kecurangan, seperti menyontek. Artinya, praktik menyontek masih marak terjadi di sebagian besar institusi pendidikan, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
Dilihat dari sisi kejujuran akademik, KPK melaporkan bahwa 44,75% peserta didik tetap melakukan tindakan menyontek meskipun mereka menyadari bahwa hal tersebut adalah perbuatan yang salah.
Selain menyontek, siswa juga masih terlibat dalam berbagai bentuk kecurangan akademik lainnya. Tingkat ketidakjujuran akademik tergolong tinggi, tercermin dari 57,87% mahasiswa yang mengaku terlibat dalam tindakan menyontek atau plagiarisme setelah melihat rekan mereka melakukan hal yang sama.
Selain itu, 44,59% mahasiswa secara langsung mengakui bahwa mereka pernah melakukan plagiarisme.
Perkembangan Teknologi Untuk Kecurangan?
Menurut Eduart, beberapa peserta menggunakan berbagai cara dan teknologi untuk mencuri soal UTBK.
Penelusuran masih terus dilakukan, dan panitia tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak eksternal, baik dari kalangan peserta maupun non-peserta ujian.
Adanya upaya memanfaatkan teknologi untuk memanipulasi hasil UTBK mencerminkan rendahnya tingkat moral calon mahasiswa.
Peristiwa ini mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai karakter Islami serta membekali generasi muda dengan keterampilan yang memadai.
Dengan kuatnya kepribadian Islam, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah dan untuk meninggikan kalimat Allah.
Akar masalah dari penerapan sistem kapitalisme adalah penekanan pada kompetisi bebas dan hasil materi sebagai ukuran keberhasilan/kebahagiaan, serta pengabaian pada halal dan haram. Akibatnya, banyak siswa terdorong untuk berbuat curang karena tekanan dari keluarga dan lingkungan, takut gagal, dan kalah bersaing. Sistem seleksi seperti UTBK menuntut hasil, bukan proses atau akhlak yang benar.
Kecurangan dalam ujian bukan hanya masalah individu, tetapi juga mencerminkan kelemahan sistem pendidikan yang terperangkap dalam pandangan kapitalistik, di mana kesuksesan diukur berdasarkan angka dan gelar, bukan pada nilai-nilai kejujuran. Akibatnya, tindakan curang menjadi hal yang biasa, bahkan sering diabaikan oleh guru dan lembaga, sehingga pendidikan kehilangan nilai moral yang seharusnya menjadi dasar utama.
Sifat Kejujuran (al-Sidq) dalam Islam
Kejujuran adalah sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam dan harus dimiliki oleh setiap Muslim, karena merupakan pondasi akhlak mulia. Kejujuran mencakup keselarasan antara ucapan, tindakan, dan niat yang tulus. Menjunjung kejujuran bukan sekadar tuntutan etika sosial, tetapi juga merupakan perintah agama yang kuat, sebagaimana ditekankan dalam ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Negara dalam konsep Islam akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan Allah. Dalam pendidikan Islam, akhlak merupakan fondasi utama. Oleh karena itu, kecurangan adalah indikasi lemahnya iman dan rusaknya akhlak.
Semua ini mencerminkan lemahnya akhlak, yang bertolak belakang dengan esensi dari pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam, pendidikan tidak semata-mata mengejar prestasi akademik, melainkan bertujuan membentuk individu yang beriman, berilmu, dan berakhlak luhur, serta menanamkan kesadaran akan pengawasan Allah (taqwa) sebagai prinsip utama dalam bertindak.
Pendidikan dalam Islam juga berfokus pada pembangunan pribadi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak yang luhur dan integritas yang tinggi, sehingga dapat menghadapi tantangan dalam kehidupan dengan penuh tanggung jawab tanpa tergoda untuk melakukan kecurangan.
Solusi Islam: Pendidikan Berbasis Akidah dan Akhlak
Sistem pendidikan Islam yang berakar pada akidah Islam memberikan landasan yang kokoh untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dengan cara yang beretika dan sesuai dengan syariat Islam.
Akidah Islam mengajarkan bahwa setiap aspek kehidupan, termasuk pendidikan, harus dilaksanakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya untuk mencapai tujuan duniawi, tetapi juga untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Islam mengajarkan bahwa kejujuran, amanah, dan tanggung jawab adalah pilar penting dalam mendidik seseorang, baik di dalam maupun di luar pendidikan.
Sistem Pendidikan Islam yang berasas akidah akan mencetak generasi unggul yang berkepribadian Islam, terikat pada syariat Allah, memiliki keterampilan yang handal, dan menjadi agen perubahan.
Sistem pendidikan Islam yang berasas pada akidah Islam tidak hanya mengajarkan pengetahuan duniawi, tetapi juga memupuk akhlak mulia, keimanan, dan tanggung jawab moral.
Hal ini akan mencetak generasi yang unggul, tidak hanya dalam bidang akademis, tetapi juga membentuk pribadi berkarakter Islami yang dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan dunia. Pendidikan Islam menanamkan nilai-nilai yang akan membawa kemajuan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.[]
Comment