Plisit Band Rilis Lagu ‘Panen Rindu’, Sembari Menggugat Iwan Fals

Berita589 Views
Umaryadi Tangkilisan
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sukses melepas single ‘Hanya Bisa Dirasa’ diakhir tahun 2017 lalu, sebuah re-interpretasi karya sendiri, Band Plisit yang bermarkas di Palu, Sulawesi Tengah, kembali melepas single hit, ‘Panen Rindu’, sebuah pesan kultural yang sangat kuat, dalam bingkai selera milenial yang kental. Dan terselip keberanian, khas seniman, didalamnya.
Plisit, masih dalam formasi terbaiknya; Umaryadi Tangkilisan (leader & guitar),  Andri Lawido (drum), Abdi (vox) dan Ryan (guitar), menawarkan sebuah karya yang diproduksi dengan pertimbangan matang dari pelbagai aspek, seperti soal tema lagu, lirik, serta aransemen, termasuk tata suara yang beradaptasi pada selera kekinian, dimana media digital menjadi cara dan gaya mendengar musik hari ini.
Karena lahir ditengah hiruk pikuk pesona Iwan Fals, The King of Indonesia Ballads, maka Plisit pun tak terhindarkan untuk terinspirasi dari Sang Idola, jutaan anak muda hingga orang tua di tanah. 
Tapi, Plisit memilihnya bukan karena sekadar nama besarnya semata, tapi justru menukik lebih tajam, Plisit ter-influences pada ide dan gagasan besar dalam setiap karya-karya Iwan Fals. 
Sebutlah lagu terbaru Plisit, ‘Panen Rindu’, secara tema dan gagasan, sungguh dipengaruhi oleh  lagu ‘Willy’ karya Iwan Fals yang dirilis tahun 1986, yang memberi “kode keras”, kalau tak ingin dikatakan menggugat, pada W.S. Rendra, seorang sastrawan besar, yang dikaguminya, seperti pada salah bait-bait lagunya;
“Si anjing liar dari Jogjakarta
Apa kabarmu ?
Kurindu gonggongmu
Yang keras hantam cadas”
“Si kuda binal dari Jogjakarta
Sehatkah dirimu ?
Kurindu ringkikmu
Yang genit memaki onar”
“Dimana kini kau berada ?
Tetapkah nyaring suaramu ?”
“Si mata elang dari Jogjakarta
Resahkah kamu ?
Kurindu sorot matamu
Yang tajam belah malam”
“Dimana runcing kokoh paruhmu ?
Tetapkah angkuhmu hadang keruh ?”
“Masih sukakah kau mendengar ?
Dengus nafas saudara kita yang terkapar
Masih sukakah kau melihat ?
Butir keringat kaum (orang) kecil yang terjerat
Oleh slogan slogan manis sang hati laknat
Oleh janji janji muluk tanpa bukti”
Iwan Fals, jelas tak hanya menggugah, tapi juga menggugat Willy S. Rendra, idolanya. Mungkin saja, Rendra yang dikenal “galak” dalam karya-karya Puisi Pamflet-nya, pada masa itu, menjelang Pemilu 1987, sebuah momentun politik,  nampak hanya diam saja, tak lagi bersuara lantang seperti biasanya, diam tanpa kata, tanpa puisi kritis, ketika Rezim Soeharto, yang berkuasa tengah semena-mena pada rakyat, ketika itu. 
“Kemanakah Mas Willy yang selama ini saya kagumi keberaniannya?” mungkin begitu bathin, Iwan Fals.
Dan Umaryadi, sebagai penulis lagu Plisit, menangkap dengan cerdas lalu meng-capture-nya, bahwa sikap Iwan Fals, yang menggugat W.S. Rendra, sama pentingnya dengan sikap Adi, sapaan akrab, Umaryadi Tangkilisan, sebagai penulis lagu ‘Panen Rindu’, yang mengagumi Iwan Fals sejak remaja, hingga kini. Tapi kemudian dia merasa ada yang “hilang” dari sosok Iwan Fals saat ini.
Adi mempertanyakannya, atau sebutlah menggugat pula kinerja Iwan Fals sebagai seniman besar hari ini, yang nampak “diam”, baik dalam kata maupun dalam karya,  seperti tersurat jelas dalam lirik lagu ‘Panen Rindu’.
“Dimana kau berada
Lama tak dengar suaramu
Yang menggugat kenyataan
Kini menghilang, pergi menjauh”
“Mungkin kau telah lelah
atau kau terlena
Mungkinkah kini kau tak lagi resah”
“Aku rindu kamu yg dulu 
Yang selalu ingatkan aku saat kehilangan arah”
“Petuahmu, Diam itu bahaya 
Filosofi adalah api yang membakar telinga”
Apakah dimata Adi, nama besar Iwan Fals tinggal nama besar, tapi kehilangan gagasan besarnya, karena kehilangan keberaniannya?
“Bisa jadi, tapi paling penting adalah, soal kerinduan pada masa masa  kuat. Saya merasa kehilangan sosok yang dulu jadi  inspirasi. Seperti kawan  dekat  yang sudah asik  dengan urusan masing-masing. Termasuk Iwan Fals mungkin,  yang makin  dewasa, makin  hati-hati. Lebih mementingkan keluarga. Mungkin juga lebih cari yang aman saja, ” papar Adi, suami Nira Marlina, yang masih terlihat idealis dalam setiap karyanya, meski tidak sekental dulu.
Yang pasti, satu petikan bait lirik lagu Iwan Fals diatas, sebagai berikut:
“Dimana kini kau berada?
Tetapkah nyaring suaramu
Dimana runcing kokoh paruhmu
Tetapkah angkuhmu hadang keruh?”
Secara teknis, sengaja dimasukan ke dalam lagu ‘Panen Rindu’, sebagai insert dalam aransemen lagu, namun Plisit berupaya menyatukannya dengan pas, dipenghujung lagu ‘Panen Rindu’, sebagai pamungkas tentu saja.
Itulah tema sentral lagu, yang memiliki benang merah dengan karya-karya Adi sebelumnya. Terasa sangat personal, namun bisa menyentuh suasana kebathinan manusia, secara universal. Ini tentu saja bakal menyentuh nurani Iwan Fals, saat mendengarnya, karena Adi berhasil mengeksekusinya dengan indah dan harmonis.
“Saya selalu memulainya dengan pendekatan kontemplasi. Bercermin pada pengalaman pribadi, sambil mengamati gejala serupa diluar diri saya. Seringkali menemukan banyak kemiripan. Tapi saya selalu menghindari hal yang imitatif, tapi membuka kemungkinan terinspirasi dari idola saya, Iwan Fals,” aku sahabat Abdee Slank, sejak masih remaja ini.
Lebih dalam lagi, Adi, ayah dari Guma, Bumi dan Uve ini, menjelaskan bahwa ia dan personel Plisit lainnya
senantiasa berupaya menjadikan karya terbaru mereka sebagai karya kekinian. Meskipun masih terasa kuat melodi lagu Balada era 90-an, namun Plisit melengkapinya dengan aransemen kekinian dengan tata suara yang terjaga dan pas buat didengar melalui media digital.
“Kami sadar, lagu ini akan didengar pertamakali di media digital, seperti youtube, sportify, jooks dan agregator musik era milenial ini,” urai Adi, yang juga Koordinator IMF – Indonesia Music Forum Wialayah Palu, yang menjadi idola remaja Palu sejak era 90-an hingga kini.
Aroma Pop Rock dalam nuansa Balada, semakin kental dengan karakter suara suara Abdi, vokalis yang memiliki timbre tipis namun mampu menjangkau nada tinggi dengan baik.
“Momen lagu  Willy, memicu saya untuk  mencatat spirit yangg sama pada lingkunganku,” pungkas Papa Guma, panggilan kesayangan sang istri dan anak-anak padanya, sembari menyampaikan harapannya, bahwa pesan dalam lagunya sampai dihati penggemar Plisit di Indonesia.[Buddy Ac]

Comment