Rindyanti Septiana, S.Hi: Bendera Tauhid, Menyatukan Umat Islam

Berita376 Views
Rindyanti Septiana, S.Hi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini viral di media sosial insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid pada perayaan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober 2018 lalu. Diwarnai oleh ulah sekelompok oknum yang membakar bendera di lapangan Alun-alun Limbangan, Garut. 
Hal tersebut sontak menyulut kemarahan umat Islam. Karena bendera yang bertuliskan kalimat tauhid tersebut bukanlah milik salah satu ormas tertentu, melainkan kalimat syahadat, merupakan bagian dari aqidah kaum muslimin. Berbagai media baik portal dan tv juga radio justru mengopinikan bahwa bendera yang dibakar ialah bendera salah satu ormas tertentu. Jubir ormas tersebut menjawab bahwa itu bukan bendera milik mereka. Melainkan bendera tauhid. Bendera kaum muslimin. 
Sudah seharusnya menyadari dan memahami terkait bendera tauhid. Hingga tak salah dalam mengambil sikap terkait bendera tersebut. 
Bendera Tauhid, Bendera Rasulullah Saw
Rasulullah saw sendiri telah memiliki dua buah bendera, dimana salah satunya dinamakan dengan Liwaa’, sedangkan yang lain dinamakan dengan Raayah. Perbedaan antara Liwaa’ dengan Raayah telah dikenal dalam istilah-istilah ahli politik dan perang serta ahli sejarah. Bahkan perbedaan antara keduanya juga telah dikenal oleh ahli-ahli lain, baik ahli tafsir, ahli hadits, dan lain-lain.
Penghulu para ‘ulama tafsir yang terkenal sangat faqih, yakni Imam Ibn al-‘Arabiy telah menyatakan, “Liwaa’ berbeda dengan Raayah.” Jumhur ‘ulama hadits juga telah membedakan antara Liwaa’ dengan Raayah. Imam Tirmidziy telah menjelaskan perbedaan keduanya dalam bab tersendiri yang diberi nama, al-Alwiyah, dan pada bab lain dengan sub judul, ar-Raayaat. Ini menunjukkan Liwaa’ dan Raayah adalah dua hal yang berbeda (Jaami’ at-Tirmidzi: IV/197).
Ini didukung dengan riwayat al-Waqidiy yang menjelaskan tentang al-liwaa’ al- a’dzam (bendera terbesar) dalam Perang Uhud, “Al-Liwaa’ al-A’dzam diserahkan kepada Mush’ab bin ‘Umair ra, sedangkan Liwaa’ al-Aus (bendera suku Aus) diserahkan kepada Usaid bin al-Hudlair, sedangkan Liwaa’ al-Khazraj (bendera suku Khazraj) diserahkan kepada Sa’ad atau Hubab.” (Al-Maghazi li al-Waqidi: I/225)
Tatkala menjelaskan hadits yang menuturkan Perang Badar, Imam Ibnu ‘Abdil Baar menyatakan, “Al-Liwaa’ diserahkan kepada Mush’ab bin ‘Umair, sedangkan ar-raayah al-waahidah (panji pertama) diserahkan kepada ‘Ali, panji kedua diserahkan kepada seorang laki-laki dari suku Anshar –keduanya berwarna hitam dan berukuran kecil–, sedangkan bendera suku Anshar diserahkan kepada Sa’ad bin Mu’adz.” (Ad-Durur li Ibn ‘Abdil Barr: hal. 102)
Membawa bendera merupakan salah satu tugas yang sangat mulia. Oleh karena itu, bendera tersebut harus dijaga sampai mati. Imam ‘Ainiy dalam kitab ‘Umdat al-Qaariy berkata, “Raayah (panji) tidak akan diserahkan kecali atas ijin dari Imam. Sebab, penyerahan bendera merupakan kewenangan dan tugas dari Imam. Ia tidak boleh dialihkan kepada pihak lain, kecuali atas perintah dari Imam.” 
Bukti yang menunjukkan bahwa membawa bendera termasuk sebuah tugas kenegaraan adalah sabda Rasulullah saw, “Bawalah bendera itu.” Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa membawa bendera termasuk bagian dari tugas kenegaraan (‘Umdatul Qaariy: XII/47).
At-Thabrani dan Abu Syaikh menuturkan dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Abbas, bahwa bendera Rasulullah saw bertuliskan “La ilaha Illa Al-Allah Mohammad Rasul al-Allah”. (Akhlaq an-Nabi wa Adabuhu-Abu Syaikh: hal. 155, no. 426). 
Riwayat senada juga dituturkan at-Thabarani dari Buraidah al-Aslami, dan Ibnu ‘Adiy dari Abu Hurairah. Sedangkan khath (tulisan)-nya adalah khath yang masyhur di masa Rasulullah saw, yakni khath Makkiy(khath Makkah) dan Madaniy (khath Madinah). Ini didasarkan pada keterangan yang disampaikan oleh Ibnu an-Nadim (al-Fahrist: hal. 8).
Menyatukan Umat Islam
Tokoh Islam Solo, KH. Muhammad Ali bin Naharussurur menyebut aksi pembakaran bendera tauhid oleh Banser di Garut merupakan salah satu cara Allah menyatukan umat Islam. Sebab, setelah peristiwa yang terjadi di gelaran Hari Santri nasional itu, aksi bela kalimat tauhid muncul di berbagai daerah di Indonesia seperti yang dikutip dari jurnalislam.com, (23/10/2018)
Ia juga tidak setuju atas tuduhan radikal yang dialamatkan kepada umat Islam yang mempunyai ghiroh membela agamanya. Ia meyakini bendera yang dibakar di Garut tersebut merupakan panji Rasul Ar Rayyah dan bukan milik organisasi HTI.
Bendera tauhid adalah cermin aqidah umat yang menyatukan umat Islam dalam kesatuan. Telah tampak di tengah-tengah umat kerinduan yang membuncah serta bentuk pembelaan yang begitu besar terhadap simbol keyakinannya. 
Lebih menyedihkan ialah, yang melakukan tindakan pembakaran terhadap bendera tauhid tersebut datang dari kalangan umat Islam. Ini pertanda dakwah tetap harus dilakukan. Memahamkan dengan jelas dan terang pada umat Islam tentang bendera kaum muslimin. 
Dari sini maka penting untuk melakukan penyadaran pada umat Islam. Dakwah tidak boleh terhenti, karena itu merupakan kewajiban yang datangnya dari Allah Swt. Berdakwah adalah tugas mulia dalam pandangan Allah Swt, sehingga dengan dakwah tersebut Allah menyematkan predikat khoiru ummah (sebaik-baik umat) kepada umat Muhammad Saw
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS: Ali Imron 110).
Pembelaan terhadap bendera Islam, menjadikan kaum muslimin memahami bahwa mereka ialah umat yang satu (khoiru ummah) dan berupaya pula untuk menerapkan aturan Allah di muka bumi.[]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment