Usai Pertamax Oplosan, Terbitlah MinyaKita Kurang Takaran

Opini536 Views

 

Penulis: Khaeriyah Nasruddin | Mahasiswi Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Usai kasus pertamax, kali ini masyarakat dihadapkan dengan kehadiran MinyaKita oplosan, mencuatnya berita ini akibat sebuah video yang beredar di media sosial yang membandingkan takaran MinyaKita dengan merek minyak lainnya. Mirisnya minyakita dalam kemasan 1 liter hanya berisi 750-800 ml sementara minyak merek lain tetap berisi 1 liter.

Fakta ini juga diperkuat dengan turunnya Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, ke lapangan untuk melukan sidak di sejumlah pasar yang ada di Jakarta dan Solo dan hasilnya seperti diungkap tempo.co (14/3/2025) ada 7 perusahaan yang diduga memproduksi, di antaranya adalah CV Briva Jaya Mandiri (Ponorogo), CV Bintang Nanggala, KP Nusantara (Kudus), UD Jaya Abadi (Surabaya), CV Aneka Sawit Sukses Sejahtera (Surabaya), CV Mega Setia (Gresik), dan PT Mahesi Agri Karya (Surabaya).

Sudah dioplos dikurangi takarannya kini harus dijual di atas HET, harusnya bergarga Rp 15.700 malan dijual Rp 18.000/liter. Amat miris sekaligus membuat rakyat kecil jadi babak belur. Di tengah maraknya PHK dan susahnya lapangan kerja masyarakat harus menghadapi masalah oplosan yang terjadi di bulan Ramadhan saat kebutuhan pokok tengah meningkat.

Kecurangan-kecurangan ini sepertinya tidak membuat jera, mereka bahkan tak segan untuk terus beraksi untuk mendapatkan untung di tengan kesulitan masyarakat mempertahankan hidup. Tentunya kejadian ini sangat merugikan masyarakat apalagi praktik ini telah berjalan cukup lama sementara pemerintah seperti dikibuli karena terlambat mendeteksi.

Kasus-kasus seperti ini juga akan berakhir dengan bergeraknya aparat untuk menutup perusahaan-perusahaan tersebut tanpa memberikan tindakan tegas dan efeknya kasus serupa akan terus berulang, ibaratnya tutup satu tumbuh seribu.

Andai saja kejadian ini tidak viral mungkin saja didiamkan, jadi tak heran bila masyarakat merasa gerah akan melakukan protes dan memviralkan karena no viral no justice.

Tidak hanya itu negara juga terlihat lemah dalam memberikan jaminan keadilan kepada masyarakat sebab kehadiran negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Di sisi lain negara memberikan kebebasan kepada para korporasi untuk menguasai rantai produksi dan distribusi pangan.

Inilah yang terjadi ketika ekonomi kapitalisme dijadikan asas. Oleh karena itu untuk memutus permasalahan sistemik ini dibutuhkan sistem lain yang mampu mengatur dan bertindak tegas pada kecurangan yang terjadi termasuk tak memberikan ruang kebebasan pada swasta dan koporat.

Dalam Islam, kebutuhan masyarakat seperti sandang, pangan dan papan akan dipenuhi dengan memastikan kebutuhan itu tetap mampu dijangkau. Negara juga memperhatikan sektor produksi dan distribusi pangan, misalnya minyak goreng yang merupakan kebutuhan esensial.

Negara memastikan bahan baku utama dikelola dengan baik, seperti menanam kelapa sawit yang cukup dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, menyediakan fasilitas dan tekonlogi pertanian untuk meningkatkan hasil panen.

Tidak hanya itu, negara juga turun tangan dengan memastikan minyak goreng tersebar merata dengan harga terjangkau, mencegah terjadinya permainan harga apalagi tangan-tangan kotor yang melakukan pengoplosan.

Kehadiran Qadhi Hisbah yang melakukan sidak pasar juga membantu pengaturan ini dan kalaupun ada yang melakukan pelanggaran negara memberikan sanksi tegas dan tidak memberikan izin untuk melakuan usaha produksi dan perdagangan.

Demikianlah dalam sistem islam, pengaturan yang dilakukan semata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan mendapatkan untung. Pelayanan pengaturan ini didasarkan pada syariat islam semata. Wallahu ‘alam bisshowab.[]

Comment