![]() |
Ferdinand Hutahaean.[Dok.radarindonesianews.com] |
Kasus penistaan agama yang menjadikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sang Gubernur DKI Non Aktif yang selama ini berada diurutan paling atas tiba-tiba tertelan oleh isu kenaikan BBM, pencabutan subsidi listrik, kenaikan harga cabe dan kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB yang dipertanyakan oleh Jokowi. Padahal dasar kenaikan itu adalah Peraturan Pemerintah yang di tanda-tangani oleh Jokowi sebagai presiden. Aneh bin ajaib, presiden tiba-tiba tidak tahu apa yang ditanda-tanganinya. Ini bukanlah kejadian yang pertama, presiden mempertanyakan kebijakannya sendiri.
Alhasil publik langsung ramai memperbincangkan hal tersebut dan mediapun menempatkan kegaduhan itu sebagai top news atau berita tertinggi ratingnya karena memang melibatkan publik yang tidak sedikit. Ratusan juta masyarakat larut dalam hiruk pikuk isu-isu tersebut dan berhasil menenggelamkan topik terhangat yaitu kekalahan Ahok yang sudah didepan mata dan penjara yang menantinya atas dakwaan menista agama Islam.
Apakah memang berbagai macam isu tersebut sengaja diproduksi oleh penguasa menggunakan instrumen-instrumen kekuasaan sebagai pengalihan isu? Kita tidak tahu, namun kita boleh saja berandai-andai dan menduga-duga. Karena dugaan-dugaan yang disampaikan kepublik bisa berakibat fatal oleh tindakan represif rezim Jokowi dengan menggunakan penegak hukum untuk membungkam semua pemikiran kritis.
Terlepas dari isu yang diciptakan oleh siapapun, kita tidak boleh lengah dan kemudian larut melebur dalam isu tersebut. Di Republik ini, semua bisa saja terjadi. Hal yang aneh bisa jadi wajar dan yang wajar bisa menjadi aneh. Lihat tentang kenaikan biaya administrasi STNK dan BPKB, tidak ada yang mengaku dan semua lempar tanggung jawab. Maka tidak perlu heran jika cuma sekedar menciptakan isu, banyak siluman yang bekerja.
Publik jangan lalai dan melupakan Pilkada DKI Jakarta. Kekalahan Ahok yang sudah di depan mata tentu akan disikapi oleh pendukungnya dengan berbagai macam cara. Ahok dengan dukungan kekuasaan tentu tidak akan tinggal diam dengan situasi dan realitas di lapangan yang menempatkan AHY sebagai kandidat yang akan memenangi Pilkada DKI Jakarta.
Atas semua itu, patutlah kita mewaspadai bahwa patut diduga sedang terjadi penciptaan ruang waktu bagi para siluman untuk mengerjakan dan menciptakan sebuah kecurangan untuk menang. Publik harus mewaspadai segala proses Pilkada. Publik Jakarta yang memang menginginkan Gubernur baru harus menutup ruang dan waktu bagi segala upaya kecurangan. Jangan larut dengan isu-isu sempit karena dengan begitulah para pelaku curang itu mampu mengerjakan kecurangannya. []
Penulis adalah
Ketua/Pimpinan Rumah Amanah Rakyat
Comment