Anggi Rahmi |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Millenials, itulah sebutan bagi generasi yang hidup di era perkembangan teknologi yang sangat canggih atau disebut juga generasi Y. Saking dekatnya dunia pun berada di dalam genggaman mereka. Tapi sayang, generasi yang potensial ini harus tergerus arus kemerosotan moral karena tidak mampu melawan pengaruh-pengaruh liberalisme dan sekuliresme yang menghadang mereka.
Indonesia Darurat LGBT
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat terus menggaungkan perlawanan terhadap perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggelar penelitian komprehensif untuk mengetahui secara rinci penyebab penyimpangan seksual dan karakteristik pelaku LGBT.
Penelitian ini menggandeng Perhimpunan Konselor VCT HIV sebagai pihak yang memahami kondisi di lapangan. Sejumlah temuan pun diungkapkan dalam rapat koordinasi yang dilakukan Senin (23/4) di Istana Gubernur. Ketua Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia Wilayah Sumatera Barat Katherina Welong mengungkapkan penelitian diambil di 4 titik di Sumbar. Yakni Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Solok, dan Kabupaten Solok.
Responden penelitian ini berjumlah 147 orang yang memang diambil dari kelompok berisiko dan memang seluruhnya berperilaku LGBT. Penelitian yang berlangsung sejak Februari-April 2018 ini menggabungkan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini bukan mewakili kondisi aktual di lapangan, namun memberikan gambaran mengenai perilaku LGBT yang ada.
Katherina lantas membacakan hasil penilitiannya. Pertama tentang estimasi jumlah pelaku LGBT di Sumatra Barat. Riset ini menyebutkan, diperkirakan terdapat 14.469 orang pelaku hubungan Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) atau gay di Sumbar.
Salah satu peneliti, Akfikri, kemudian melanjutkan pembacaan hasil riset. Dilihat dari distribusi usia, pelaku LGBT paling banyak di Sumbar berusia 15-25 tahun, porsinya bahkan 75 persen dari 147 responden yang diteliti. Soal pendapatan, pendapatan tertinggi yang diperoleh responden berkisar antara Rp 1-3 juta per bulan.
Fakta angka selanjutnya, 43 persen pelaku LGBT masih tinggal dengan orang tuanya. Di peringkat kedua, pelaku LGBT mengaku tinggal di indekos. Dari riset ini juga terungkap bahwa 51,7 persen responden mengaku menyesali penyimpangan seksual yang dialami, sementara 46,9 persen tidak menyesal. Mayoritas pelaku LGBT juga memilih berkelompok dalam melakukan sosialisasi antarpelaku LGBT.
Riset ini juga mencoba menggali sebaran profesi pelaku LGBT. Sebanyak 26,3 persen dari responden bekerja sebagai wiraswasta, 3,8 persen sebagai PNS, 16,9 persen sebagai karyawan BUMN dan swasta,dam 18,1 persen mahasiswa dari berbagai kampus dan jurusan, termasuk jurusan yang berkaitan dengan agama.
Sementara aktivitas seksual, paling banyak dilakukan di indekos yakni 51,8 persen responden, 20,1 persen dilakukan di hotel, dan 15,6 persen dilakukan di rumah orang tua.
Dalam bergaul, sebanyak 58,7 persen responden mendapat pasangannya dari media sosial dan 21,7 persen menemukan pasangan dari komunitas. Bila dirinci lagi, Faecebook merupakan media sosial paling banyak digunakan bagi pelaku LGBT untuk ‘bergaul’ yang sebesar 41,8 persen.
Menyusul Whatsapp 18,9 persen, Twitter 6,6 persen, Wechat 18,9 persen, dan media sosial lainnya 13,8 persen. “Harus ada antisipasi terkait hal ini karena menyangkut pengawasan orang tua,” katanya.
https://m.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/04/23/p7n3wf415-ini-fakta-angka-soal-lgbt-di-sumatra-barat.
Potret Buram Generasi Millenials
Fakta mengerikan di atas hanyalah salah satu saksi bisu potret buram generasi millenials yang terjadi di Indonesia saat ini. Tragisnya hasil penelitian menunjukkan terdapat kurang lebih 2.501 orang waria di Sumatra Barat. []
Penulis adalah seorang mahasiswi jurusan Syariah UIN Imam Bonjol, Padang, semester IX
Tulisan ini pernah dimuat di republika online
Comment