Fatmawati Thamrin*: Solusi Kelangkaan Elpiji

Berita382 Views
Fatmawati Thamrin
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Masalah kelangkaan gas ini tidak ada habis habisnya. Masyarakat dibuat pusing kocar kacir. Apalagi ibu rumah tangga, pada waktu harus dgunakan malah habis. Kalau lagi tidak ada gas maka jalan lain untuk memenuhi isi perut, terpaksa ibu-ibu membeli makan jadi, namun jika ini lakukan dalam jangka waktu lama, dana pemasukan dan pengeluaran keluarga akan tidak imbang. Kelangkaan gas ini akan berimbas ke pengeluaran yag lain. 
Meski PT Pertamina telah memastikan bakal menambah kuota elpiji 3 Kilogram (kg) untuk Kabupaten Berau. Namun, Kasubbag Bina Perekonomian, Bagian Perekonomian, Sekretariat Kabupaten (Setkab) Berau, Indah Ariani tak berani menjamin bisa memenuhi kebutuhan Berau. Menurutnya, selama ini distribusi elpiji 3 Kilogram sudah cukup banyak dan cukup untuk kebutuhan masyarakat miskin di Berau. Namun, ia menyebut penyaluran elpiji 3 kg di lapangan masih salah sasaran. 
Hal ini disebutnya pada saat operasi pasar penukaran elpigi 3 kg. Dimana, banyak oknum yang memanfaatkan elpiji melon tersebut untuk mencari keuntungan. “Saat penukaran elpiji kami minta KTP-nya dulu baru bisa ditukar. Nah informasinya banyak yang menukar lalu dijual kembali di warung,” katanya kepada Berau Post.

Untuk penindakan, Indah mengaku pihaknya tidak bisa menindak dengan memberikan sanksi karena tidak memiliki bukti. Karena hanya mendengar informasi dari masyarakat. “Seandainya ada foto atau bukti, mungkin kami bisa tindak dengan tidak mengizinkan menukar elpiji,” sebutnya. apabila penyaluran elpiji 3 kg tepat sasaran sesuai dengan peruntukannya, maka besarnya kuota yang diberikan saat ini sudah mencukupi dengan jumlah masyarakat miskin Berau. Di sisi lain, persoalan yang ada di lapangan, kata dia, masih banyak masyarakat yang memilih membeli di warung atau pengecer dibanding membeli di pangkalan yang menjadi distributor terakhir penyaluran gas elpiji 3 kg tersebut. 

Masyarakat saat ini pola pikirnya sudah kapitalistik neoliberal, melakukan segala cara untuk mendapatkan keuntungan dengan cara apapun. Walaupun gas elpigi 3 kg sudah disediakan cukup untuk masyarakat, dilapangan distribusinya kemudian bermasalah. Karena elpiji ini dibagi 2 yakni subsidi dan nosubsii. Sehingga menggiring oknum melakukan penyalahgunaan dengan penimbunan, sehingga menghambat peredaran gas elpiji 3 kg ini. Suberdaya migas sendiri justru dikuasai swasta dan asing yang tidak berpihak kepada rakyat. Sehingga elpiji yang dihasilkn bukan untuk kesejahteraan rakyat, tapi asas jual beli yang keuntungnnya lari kepada swasta dan asing. Masalah ini hanya sedikit dari imbas sistem kapitalistik neoliberal, belum lagi dampak sekala negara.
cengkraman neoliberal dan kapitalisme di Indonesia semakin kuat saja.Hal ini terlihat dalam sekian puluh tahun perjalan politik ekonomi Indonesia. Sekalipun sering berganti-ganti haluan politik ekonomi, tetap saja tujuan-tujuan dibentuknya Indonesia tak pernah tercapai. Corak politik ekonomi sosialisme dan kapitalisme yang pernah diukirkan di Indonesia hanya menjadi noda hitam dalam sejarah, ini karena menabrak ralitas dan bersifat ekploitatif kepada masyarakat. Untuk kapitalisme yang sekarang tengah bercokol, ukuran kesejahteraannya terletak pada pendapatan nasional (per capita income) bukannya kesejahteraan orang per orang. Dengan ukuran ini tidak diperhatikan lagi tercukupinya kebutuhan orang per orang dan distribusi kekayaan yang proporsinal. Melainkan cukup menjamin terjadinya produksi barang dan jasa, kemudian distribusi terjadi dalam mekanisme pasar yang kompetitif dan spekulatif. Untuk faktor-faktor produksi juga diberi kebebasan yang besar kepada tiap individu untuk menguasainya.
Jika politik ekonomi kapitalisme telah terbukti memperburuk wajah perekonomian Indonesia, haruskah kita terus melangengkan sistem kapitais ini. Esensi dari ekonomi kerakyatan adalah penguasaan negara terhadap sumber-sumber kekayaan negara dan pengelolaan faktor-faktor produksi dengan asas musyawarah dan kekeluargaan, atau kita kenal dengan koprasi. Tapi tidak semua konsep yang terdengar baik akan baik pula dalam realitas penerapan. Ekonomi kerakyatan menjadi sumbang karena sejak awal dibangunnya Indonesia berasas pada ideologi yang salah. Itulah sekularisme, baik terpola dalam sosialisme pada rezim Soekarno maupun kapitalisme neoliberal pada rezim sesudahnya hingga saat ini. Ini juga bukan persoalan karakter asli masyaraat Indonesia, karena terpolanya sosialisme dan kapitalisme dalam politik ekonomi Indonesia adalah murni hasil rekayasa manusia, atau lebih karena faktor eksternal.
Karena itu konsep ekonomi kerakyatan tidak ditopang oleh struktur masyarakat yang kuat. Lemahnya karakter masyarakat Indonesia ini disebabkan tidak mapannya Ideologi yang diembannya. Dari ideologi yang rusak ini, konsep ekonomi kerakyatan selalu tumpul pada level aparatur negara yang memiliki idealisme buruk. Maka tidak ada solusi lain selain politik ekonomi Islam, karena konsep politik ekonomi selain Islam hanyalah turunan atau wajah lain dari sosialisme dan kapitalisme. Islam bisa manuntaskan permasalahan-permasalahan akut di Indonesia saat ini, maka syarat pertama adalah terjadinya Revolusi Besar. Karena hanya menjadi ajang bunuh diri jika memaksakan perbaikan dari dalam sistem Indonesia saat ini. Tapi sebelum revolusi besar terjadi, terlebih dahulu politik ekonomi Islam harus menjadi pemahaman umum di kalangan rakyat Indonesia.
Politik ekonomi Islam memandang bahwa setiap orang wajib dipenuhi kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan memenuhi kebutuhan sekundernya. Sehingga tidak akan ada oknum yang menimbun elpigi untuk mencari uang. Dalam pemenuhan kebutuhan itu tidak akan dibedakan antara warga muslim dan warga non muslim, semua mendapat hak yang sama. Untuk memenuhi kebutuhan itu maka harus tercipta iklim kondusif untuk menciptakan kesempatan dan lapangan kerja.
Islam mengatasi kelangkaan migas dengan mengelola kekayaan umat dan distribussinya untuk kemakmuran rakyat. Dalam pemenuhan pandangan Islam terkait politik ekonomi ini maka Islam menetapkan tiga pilar. 
Pertama, konsep kepemilikan yang dibagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. 
Kedua, pengelolaan kepemilikan tersebut. Kepemilikan individu mencakup sumber-sumber kekayaan yang bukan bagian dari fasilitas umum dan sumberdaya alam yang jumlahnya berlimpah, seperti tanah pertaian, rumah, kendaraan, industi makanan dan tekstil, dll. Sumber kekayaan ini bebas dikembangkan dan diolah oleh individu untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kepemilikan umum mencakup fasilitas umum dan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti jalan, sungai, laut, selat, terusan, panas bumi, tambang minyak, tambang emas, dan tambang mineral lain. Pengeloaan kepemilikan umum diarahkan kepada negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. kepemilikan umum haram dimiliki individu, swasta, terlebih asing. Maka dalam Islam sumber kekayaan dan faktor-faktor produksi tidak dibebaskan dimiliki individu, karena dari kebebasan itulah akan tercipta jurang kesenjangan di masyarakat. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api (HR Ibnu Majah).
Kepemilikan negara mencakup fai, kharaj, ghanimah, jizyah, ’usyur, BUMN yang dibentuk oleh negara dan harta lain milik negara  yang tidak termasuk kepemilikan individu dan kepemilikan umum. Pendapatan dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara inilah yang menjadi bagian dari APBN negara atau baitul mal.
Ketiga, distribusinya. Dalam distribusi kekayaan dan faktor-faktor produksi. Allah SWT berfirman, “Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian.”(QS al-Hasyr [59]:7). Lewat dalil ini Allah SWT menetapkan asas distribusi dalam tatanan ekonomi Islam. Distribusi kekayaan menjadi antitesa dari mekanisme produksi barang dan jasa yang dianut oleh kapitalisme. Dengan distribusi kekayaan maka negara akan melihat pertumbuhan ekonomi melalui tercukupinya kebutuhan individu per individu, jadi ukuran kesejahteraan bukan lagi pada terjadinya produksi dan tersedianya barang dan jasa di pasar juga bukan berdasarkan pendapatan nasional (per capita income). Dengan metode distribusi kekayaan ini akan mencegah terjadinya spekulasi pasar, penimbunan barang, dan monopoli pasar.
Politik ekonomi bukan hanya soal penerapannya saja, tapi juga terkait dengan siapa yang menerapkan dan untuk siapa diterapkan. Tata kelola politik ekonomi juga adalah mengurus seluruh urusan rakyat, maka haruslah diikat dalam institusi negara. Islam memandang seluruh perbuatan manusia harus terikat dengan hukum syariat Islam. Maka Islam telah menetapkan model negara untuk mengatur interaksi dan aktifitas manusia, dalam sistem islam yaitu Khilafah Islamiyah.
Perangkat politik ekonomi Khilafah harus berdiri dengan seluruh perangkat-perangkat sistem lainnya. Dengan sistem pendidikan Islam akan menjamin masyarakat bisa menalar setiap masalah dengan cerdas. Dengan sistem hukum Islam akan menutup celah penyimpangan dan pelanggaran masyarakat dalam semua aktifitasnya. Dengan sistem pemerintahan Islam akan terbentuk aparatur negara yang jujur, bermoral, dan berintegritas. Dengan sistem sosial kemasyarakatan Islam akan menciptakan budaya masyarakat yang luhur dan berbudi. Kesemua perangkat sistem Khilafah ini saling terintegrasi dan saling menguatkan. Karena dasar masyarakat dibangun dari kesamaan perasaan, pemikiran dan peraturan, maka Islam adalah ideologi yang mampu membenahi perasaan, pemikiran, dan peraturan masyarakat. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem islam, yang allah swt buat.
Tidak boleh perekonomian yang kuat berada ditengah buruknya moral pemerintah dan masyarakat. Karena baik dalam aktifitas pribadi maupun negara, Islam menetapkan nilai ibadah dalam semua aktifitas itu. Maka tuntutan menegakkan Khilafah wajib bagi semua umat Islam dan tuntutan rasional lagi luhur bagi non muslim dan semua manusia. Alahu a’lam Bishshowwab.[]
*Ibu rumah tangga, tinggal di Sangatta
Foot note:
PROKAL.CO, TANJUNG REDEB 04/05/2019- 

Berita Terkait

Baca Juga

Comment