Harga Minyak Goreng Melejit Masyarakat Menjerit

Opini657 Views

 

 

Oleh: Eno Fadli, Pemerhati Kebijakan Publik

__________

RADARONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) harga minyak goreng naik dengan kisaran harga Rp 17.300 per kilogram untuk minyak goreng curah dan Rp 18.350 per kilogram, sedangkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 12 ribu sampai Rp 13 ribu.

Dengan lonjakan harga minyak goreng yang beberapa bulan belakangan ini terjadi membuat resah masyarakat, karena beban harga yang begitu tinggi membuat masyarakat terutama ibu rumah tangga dan pelaku UMKM menjerit.

Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurman, kenaikan harga minyak goreng ini imbas dari kenaikan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) internasional, dikarenakan harga minyak goreng dalam negeri tidak bisa terlepas dari mekanisme pasar internasional, sebab banyak produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit.

Malaysia sebagai penyuplai sawit terbesar mengalami penurunan produksi sawit, hal ini menyebabkan penurunan pasokan sawit dunia, kenaikan harga ini juga dipengaruhi krisis energi di Uni-Eropa, Tiongkok dan India sehingga negara-negara tersebut melakukan peralihan ke minyak nabati, ditambah lagi adanya gangguan logistik karena berkurangnya jumlah kontainer dan kapal yang disebabkan Pandemi (Liputan6.com, 06/11/2021)

Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri kemungkinan harga minyak goreng yang melonjak tinggi dikarenakan adanya penimbunan minyak goreng, dan ini harus diawasi agar tidak ada pihak yang bermain (cnbcindonesia.com, 10/11/2021).

Tentu saja kenaikan harga ini mempengaruhi pergerakan ekonomi, Pelaku UMKM sebagai pelaku ekonomi mengeluh setelah terimbas selama pembatasan Pandemi, mereka baru saja mulai menggeliat kembali namun dihadapkan dengan harga minyak tinggi, dan tentunya mempengaruhi biaya produksi dan penjualan mereka.

Hal ini juga dirasakan oleh ibu rumah tangga karena minyak merupakan kebutuhan dapur yang harus ada, mau tidak mau mereka harus membelinya karena butuh, tingginya harga minyak membuat mereka harus merogoh kantong lebih dalam lagi dan harus menghemat pemakaian minyak goreng.

Realitasnya di tengah kegelisahan masyarakat, pemerintah justru berencana akan melarang peredaran minyak goreng curah per 1 Januari 2022. Pemerintah beralasan kebijakan yang dikeluarkan ini akan menjaga harga minyak goreng agar tetap terkendali.

Minyak goreng curah yang merupakan produk turunan minyak kelapa sawit yang tidak murni diproduksi dari minyak goreng bekas pakai diklaim berbahaya bagi kesehatan serta harga minyak goreng curah selama ini tergantung kepada harga minyak sawit mentah (CPO), berbeda dengan minyak goreng kemasan yang dapat disimpan dalam jangka waktu panjang dan bisa diproduksi terlebih dahulu, sehingga bisa mengendalikan harga (Tempo.com, 30/11/2021).

Tentunya hal ini menambah keresahan. Pelaku UMKM yang proses produksi memilih minyak curah karena dinilai lebih murah dibandingkan dengan minyak goreng kemasan, begitupun dengan sebagian masyarakat yang menggunakan minyak goreng curah, walaupun mereka tau minyak goreng curah tidak sehat tapi mereka tidak peduli karena harganya yang murah.

Faktanya dari kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah mengenai pelarangan peredaran minyak goreng curah sebagai solusi agar harga minyak goreng biar tetap stabil tidak dirasakan oleh masyarakat pada umumnya, justru kebijakan ini dinilai menguntungkan pengusaha-pengusaha yang mempunyai modal besar sebagai produsen minyak kemasan.

Konsekuensi inilah yang selalu diterima masyarakat yang hidup dalam pengurusan negara yang berlandaskan kapitalistik. setiap kebijakan yang dikeluarkan selalu tidak berpihak pada masyarakat apalagi sampai menyelesaikan permasalahan mereka, masyarakat seringkali diminta bersabar menghadapi gejolak harga yang sering terjadi dan kebijakan yang dikeluarkannya pun cenderung menguntungkan para kapital.

Padahal masalah minyak goreng termasuk masalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara.

Tata kelola kebutuhan pokok yang buruk pada pemerintahan kapitalistik menjadi pangkal melonjaknya harga minyak goreng. Negara hanya terbatas sebagai regulator dan melayani para kapital, hal ini terlihat dari setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah malah mempermudah investasi korporasi sehingga produksi minyak goreng dikuasai oleh korporasi yang orientasinya untung dan rugi.

Pengaturan dan pengawasan yang lemah terhadap rantai tata niaga menjadikan spekulan dan kartel tumbuh subur, serta penentuan harga masih berpatokan pada bursa komoditas yang tidak berkaitan langsung pasokan/produksi, menjadikan gejolak harga yang tidak terkendali. Sedangkan perlindungan yang diberikan pemerintah hanya sebatas penetapan HET dan bea ekspor/ impor saja.

Sejatinya yang dibutuhkan untuk menurunkan harga minyak yaitu dengan penerapan tata kelola kebutuhan pokok yang benar dan itu akan ditemui pada tata kelola yang berlandaskan syariah Islam. Sebagaimana syariah mengatur negara hadir untuk melayani atau mengurus rakyatnya dan memberikan perlindungan padanya, dengan bertanggung jawab dan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya tentunya dengan menjalankan sistem ekonomi Islam.

Di mana negara akan mengambil langkah-langkah:

1. Menjaga pasokan dalam negeri dengan membuka akses lahan yang sama bagi semua rakyat untuk berusaha sehingga tidak ada pengistimewaan pada korporasi atau para kapital, memaksimalkan produktifitas lahan dan mensuport para petani melalui modal, edukasi dan pelatihan, serta adanya dukungan sarana produksi dan infrastruktur yang menunjang dari pemerintah.

2. Dalam pendistribusian negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif dengan mengawasi rantai tata niaga dan menghilangkan penyebab terganggunya kondisi ekonomi.

3. Mengawasi pasar agar penentuan harga tetap mengikuti mekanisme pasar.

Mekanisme inilah yang harus diambil untuk mengatasi melonjaknya harga minyak bukan malah mengambil kebijakan yang menyulitkan rakyat. Karena masalah kenaikan harga minyak merupakan persoalan yang tersistematis maka dalam penyelesaiannya pun harus dengan cara yang tepat dan benar.Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment