Hermawan Sulistyo: Tolak Pabrik Semen, Bangunan Kantor Jangan Pakai Semen

Berita418 Views
Hermawan Sulistyo.[Dok.radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Upaya pemerintah mempercepat pembangunan infrastuktur sudah on the track, sehingga jangan dijegal dengan aksi-aksi penolakan pembangunan pabrik semen dengan dalih penyelamatan lingkungan semata. Indonesia tidak bisa mengejar ketertinggalan ketersediaan infrastruktur dari negara-negara Asia lainnya, jika pembangunan pabrik semen dihalangi. Masalahnya, semen adalah komponen yang sangat penting dalam pembangunan infrastuktur.

“Kalau nggak boleh membangun pabrik semen, apa lantas kita harus impor. Kalaupun impor, apa kita ini sudah kelebihan devisa?,” kata founder CONCERN Strategic Think Tank, Prof (Ris) Dr Hermawan Sulistyo, Rabu (18/1/2017).

“Pertanyaan saya, mereka yang menolak pabrik semen itu rumahnya pakai semen nggak? Kalau mereka menolak pembangunan pabrik semen, jangan berkantor di bangunan yang pakai semen. Kalau masih menggunakan semen, tapi mereka menolak pembangunan pabrik semen, itu munafik namanya,” katanya.

Pengamat yang akrab disapa Kikiek itu mendukung kebijakan Jokowi yang antara lain konsentrasi dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, pembangunan rel kereta. Selama ini, salah satu yang membuat investor kurang tertarik berinvestasi di Indonesia, karena masalah infrastruktur yang membuat ekonomi biaya tinggi.

Dikatakan, pembangunan infrastruktur harus didukung oleh ketersediaan semen sebagai salah satu komponen terpenting. Apa yang dicapai pemerintah Jokowi hingga medio 2016 lalu, yang berhasil mempercepat pembangunan jalan nasional sepanjang 2.225 km, jalan tol sepanjang 132 km, dan jembatan sepanjang 16.246 m, atau sebanyak 160 jembatan, tidak lepas dari ketersediaan semen. Pembangunan jalan nasional sepanjang 703 km, jembatan sepanjang lebih dari 8.452 m, demikian pula pembangunan perkeretaapian baik di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, maupun Sulawesi, juga membutuhkan dukungan ketersedian semen. Begitu pula program tol laut, dimana pemerintah menetapkan 24 pelabuhan sebagai Simpul Jalur Tol Laut, dan juga 47 pelabuhan non-komersil dan 41 pelabuhan, semuanya itu membutuhkan semen.

(Baca: Perpanjangan Masa Pensiun Kapolri, Badrodin Mau, Tapi…)

Untuk membangun infrastruktur tersebut, kata Kikiek, dibutuhkan dukungan ketesediaan semen. Persoalannya, dalam situasi seperti sekarang ini, kalau harus mengimpor, maka hal itu akan memberatkan neraca perdagangan dan membebani devisi Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pabrik semen seperti Semen Rembang yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia, perlu didukung. “PT Semen Indonesia kan memiliki rencana yang jelas dalam rehabilitasi lingkungan, termasuk penghutanan wilayah yang akan ditambangnya. Tugas kita, memastikan dan mengawasi agar rencana itu secara konsekuen dijalankan. Kalau di Jawa nggak boleh ditambang untuk semen, lantas di mana,” kata Hermawan.

Dia menambahkan, apa yang dilakukan PT Semen Gresik (anak usaha PT Semen Indonesia) di plant Gresik dan Tuban, sudah memberi gambaran positif bagaimana mereka mampu menghidupkan sawah yang semula hanya panen sekali menjadi tak pernah kekeringan karena adanya suplai air dari waduk bekas penambangan semen.

Kebutuhan semen di Indonesia akan terus meningkat, dilihat dari tren yang ada. Pada tahun 2010, kebutuhan semen nasional mencapai 40,77 juta ton dengan produksi di dalam negeri 40,72 juta ton. Permintaan tahun 2011 naik menjadi 47,99 juta ton, dengan produksi nasional hanya 45,43 juta ton. Pada tahun 2012 kebutuhan 55,16 juta ton dan produksi di domestik masih 54,96 juta ton.

Pada 2017, konsumsi semen di Tanah Air diproyeksikan mencapai 84,96 juta ton, naik dari tahun 2012 yang masih sekitar 54,96 juta ton. Oleh karena itu, Indonesia harus menggiatkan investasi industri semen, agar bisa memenuhi permintaan yang terus naik di dalam negeri. Jika tidak, kebutuhan yang terus meningkat, maka akan diisi semen impor dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia yang telah kelebihan produksi.

Dengan posisi itu, Indonesia pun menjadi tujuan investasi industri semen yang menarik, baik pemain domestik maupun asing. Hal ini karena Indonesia memiliki bahan baku utama semen, yakni batu kapur dan tanah liat yang melimpah. Selain itu, terdapat pula batubara untuk pasokan energi yang murah, yang mendukung industri tersebut, mudah didapatkan. “Kenapa perusahaan asing yang bikin pabrik semen dibiarin, sementara BUMN malah direcokin. BUMN itu milik negara, artinya ada uang rakyat di situ,” kata Kikiek.

Dikatakan, tidak ada pembangunan apa pun yang tidak berdampak, karena memang setiap pembangunan pasti membawa dampak. “Untuk itulah, tinggal bagaimana kita mengendalikan dampak tersebut, supaya tejadi keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan dampak pembangunan yang dikhawatirkan akan muncul seperti masalah lingkungan dan sosial.

Dalam pembangunan fisik, lanjutnya, maka yang perlu ditekankan, bahwa fokus pertama dan terutama adalah kesejahteraan penduduk setempat di sekitar lokasi pembangunan fisik.Pada kasus Rembang, point yang dipersoalkan para pemrotes Pabrik semen Rembang adalah isu lingkungan. Padahal, isu tersebut (terutama kelangkaan air) masih bersifat hipotetis. Semua baru “akan” dan belum terjadi. Ketika pabrik dituding membuat cadangan air mengering, ternyata air malah melimpah setelah manajemen membangun sumur dan tandon air.[tb]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment