Oleh : Sri Maulia Ningsih, S.Pd, Anggota Muslimah Media Konawe
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — PT pertamina (Persero), lewat anak usaha Pertamina Patra Niaga resmi mengumumkan menaikkan harga sejumlah produk bahan bakar khusus (BBK) atau BBM non subsidi minggu 10 Juli 2022. Kenaikan harga meliputi, pertamax turbo, pertamina dex dan dexalite serta LPG non subsidi bright gas. (10/07/22, Tirto.id)
Pertamina mengklaim bahwa kenaikan harga karena mengacu pada harga minyak saat ini. Mereka beralasan bahwa kenaikan harga minyak tersebut sudah sesuai aturan. Sementara harga bahan bakar seperti pertalite, solar dan LPG tiga kilogram tidak mengalami perubahan harga. Penerapan harga yang tidak naik sebagai upaya Pertamina menjaga daya beli masyarakat.
Keberadaan BBM nonsubsidi maupun subsidi sama penting untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan domestik.
Sekalipun penguasa mengklaim kenaikan harga LPG dan nonsubsidi merupakan langkah yang wajar karena LPG non subsidi umumnya dipakai oleh industri dan rumah tangga kelas menengah atas namun jika BBM terus menerus mengalami kenaikan harga daya beli masyarakat akan menurun hingga akhirnya tidak mampu membeli. Sebagai contoh, seperti dikutip kompas.com (30/3/2022), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Aceh harus menghentikan pengoperasian pabrik amonia sejak 2 minggu terakhir akibat kekurangan pasokan gas sebagai bahan baku.
Tentu realita ini menjadi sebuah paradoks sumber minyak dan gas yang begitu melimpah ruah di negeri ini namun sumber daya alam tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri.
Untuk cadangan migas saja sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com (22/3/2032), sekretaris jenderal Aspermigas, Mose Rizal mengatakan, “potensi migas di indonesia sangat besar, cadangan minyak kita ada 4,2 milyar barel, sementara banyak lapangan-lapangan lain yang belum tereksplor.”
Mirisnya potensi yang luar biasa ini tidak diiringi dengan pembangunan infrastruktur migas yang memadai bila dibandingkan dengan populasi penduduk 260 juta dengan konsumsi BBM 1,4 barel per hari, sedangkan kapasitas pengolahan minyak di kilang Pertamina hanya sebesar 1,1 juta barel per hari.
Sementara hasil produksi minyak tersebut tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri saja tetapi sebagian hasil tersebut ada yang diekspor sebagai komitmen kontrak dengan produsen migas.
Dengan begitu, meskipun sebagai eksportir migas dalam bentuk minyak mentah, namun negeri ini juga menjadi importir migas yang sudah dikelola oleh pihak luar. Sebagai contoh Indonesia membeli minyak dari Singapura yang bahan baku minyak mentahnya datang dari indonesia pada Januari-September 2019 nilai ekspor minyak mentah Indonesia ke Singapura adalah 546,71 Juta dolar As ini mencapai 43,49 persen dari total ekspor minyak mentah Indonesia.
Alasannya, seperti dilansir kompas.com (23/5/2022) karena Singapura memiliki kapasitas minyak yang besar sehingga dengan kapasitas yang besar itu Singapura mampu mengolah minyak bumi yang diimpor ke Asia Tenggara dan Timur Tengah untuk kemudian diolah menjadi BBM yang siap diekspor.
Kondisi seperti ini membuat Indonesia yang memiliki sumber daya alam migas tetap menjadi importir migas. Semua ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme di negeri-negeri yang kaya sumber daya alam. Kapitalisme membiarkan sumber daya alam dikuasai swasta. Di sisi lain, kapitalisme memposisikan negara hanya sebagai regulator, tidak boleh ikut campur dalam mekanisme pasar bebas. Akibatnya investasi maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam pengelolaan migas tidak bisa dihindari.
Oleh karena itu umat membutuhkan sistem kepemimpinan yang benar dalam mengelola sumber daya alam atau migas, sehingga hasilnya bisa membawa kesejahteraan bagi rakyat dan kekuatan bagi negara. Sistem itu tidak lain adalah sistem kepemimpinan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.
Untuk pengelolaan migas, dalam konsep Islam – dipandang sebagai sumber kekayaan alam yang sangat penting dalam bidang industri dan domestik, maka diterapkan beberapa kebijakan.
Pertama, kilang migas merupakan bagian kepemilikan umum yang memiliki konsekuensi tidak untuk diprivatisasi oleh swasta.
Pengelolaannya diambil alih oleh negara secara mutlak sebab kekayaan milik umum jenis ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat, karena membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya besar. Islam akan mengeksplorasi bahan tersebut dan hasilnya dimasukkan ke Baitul Maal dan pos kepemilikan umum.
Kedua, hasil Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) bisa diberikan langsung kepada masyarakat berupa subsidi BBM kepada rumah tangga. Pasar pun gratis atau negara menjualnya untuk konsumsi rumah tangga bukan untuk mencari untung tetapi dijual hanya sebatas harga produksi.
Akan tetapi negara boleh menjual jika dijual dengan cara wajar untuk keperluan produk komersial
Islam akan mengalokasikan minyak gas bumi untuk penggunaan manufaktur, pertanian dan petrokimia sehingga industriaisasi negara tetap berjalan tanpa takut kekurangan bahan baku.
Jika penjualan kepada pihak luar negeri sistem Islam boleh mencari keuntungan semaksimal mungkin, tentu penjualan ke pihak luar negeri ini harus dipastikan terlebih dahulu konsumsi dalam negari sendiri tercukupi. Selain itu, swasembada energi ini bisa dijadikan kekuatan diplomasi sebagaimana yang dilakukan Rusia kepada Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Ketiga, hasil keuntungan penjualan komersil dan keluar negeri digunakan untuk belanja keperluan pengelolaan harta kepemilikan umum seperti administrasi, perencanaan, eksplorasi, pemasaran dan distribusi sehingga sistem Islam mampu membangun kilang-kilang minyak yang canggih dengan teknologi tinggi, yang dampaknya mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan exploitasi secara berkelanjutan untuk kemaslahatan umat.
Profit penjualan minyak tersebut didistribusikan untuk menjamin kebutuhan masyarakat seperti sekolah, membangun rumah sakit dan kebutuhan umum lainnya. Sehingga semua rakyat bisa menikmati pelayanan umum secara gratis dan berkualitas. Inilah konsep pengelolaan migas yang ditawarkan untuk umat. Konsep ini telah terbukti membawa kemaslahatan bagi rakyatnya selama 1300 tahun lamanya.
Jadi, tidakkah kita berfikir untuk menerapkan sistem yang telah terbukti membawa kesejahteraan bagi rakyat? Allahua’lam bishowab.[]
Comment