Maksiat di Bulan Ramadhan, Jangan Habya diatur Tapi Hentikan

Opini253 Views

 

Penulis: Ihta Tiana S. Pi | Pendidik dan Aktivis Muslimah

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan, ampunan dan rahmat serta kasih sayang dari Allah SWT. Ramadhan seharusnya dijadikan sebagai momentum dalam memperbanyak, berlomba, mengumpulkan amal kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Baqarah: 183).

Puasa bukan hanya tentang menahan haus dan lapar melainkan agar kita menjadi orang orang yang bertakwa. Namun, mencermati fakta yang terjadi selama Ramadan, masih banyak kemaksiatan yang terjadi.

Contohnya, kasus “tempat hiburan” di Jakarta, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M.

Dalam pengumuman itu, terdapat pengaturan mengenai operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadhan. Sejumlah diskotek di Jakarta boleh beroperasi selama Ramadhan. Operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadhan hanya diatur, tak ditutup (Republika 02/03/2025).

Bahkan di Aceh kota Serambi Mekah itu, dianggap terlalu kaku ketika melarang tempat hiburan ditutup saat puasa dan untuk tahun ini, Pemkot Banda Aceh tak lagi melarang tempat hiburan tersebut beroperasi saat siang hari selama bulan suci Ramadhan (Viva 27/02/25).

Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama Ramadhan, menunjukkan kebijakan penguasa yang tidak serius memberantas kemaksiatan. Padahal bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling mulia. Bulan yang di dalamnya penuh ampunan, rahmat, dan keutamaan.

Sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk memuliakan bulan suci ini tapi bagaimana mungkin itu bisa terwujud ketika di sisi lain para penguasa tidak serius menangani hal ini?

Layaknya domba yang digembala, masyarakat pasti akan mengikuti dan mencontoh apa yang diperintah tuannya, akibatnya lahirlah sikap individualis yang sejatinya kita saling menjaga dalam kebaikan tapi menjadi seseorang yang hanya mementingkan hak pribadi saja.

Inilah potret buram peraturan sistem kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan, bahkan kehadiran Ramadhan pun tak mampu mencegah praktik kemakasiatan. Pemimpin seharusnya menjadi perisai bagi masyarakat dalam upaya membentengi dari kemaksiatan bukan sebaliknya.  Pemimpin seperti ini akan terwujud hanya dalam naungan pemerintahan islam yang menerapkan aturan Islam di seluruh aspek kehidupan termasuk pariwisata dan hiburan.

Imam Abu Hamid al Ghazali mengumpamakan din dan kekuasaan (kepemimpinan) sebagai saudara kembar, Ad-din itu asas dan penguasa itu penjaganya, maka apa-apa yang tidak ada asasnya, ia akan roboh, dan apa-apa yang tidak ada penjaganya, maka ia akan hilang.

Seorang imam (khalifah) diperintahkan oleh Allah Taala dan Rasul-Nya untuk memerintah manusia yang ada di bawah kekuasaannya dalam ketaatan. Ia menerapkan semua hukum Allah, baik yang bersifat pencegahan maupun sistem sanksi sehingga mampu mencegah umat dari perbuatan maksiat.

Kita butuh junnah (pelindung) yaitu pemerintahan Islami agar ibadah yang kita lakukan menjadi khusuk bukan hanya di saat Ramadhan bahkan di hari lainnya.

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita salah satu hamba-Nya yang tidak merugi di bulan Ramadan karena kemaksiatan yang kita lakukan.

Semoga Allah Ta’ala selalu membimbing kita agar Ramadhan dipenuhi dengan ketaatan kepada-Nya. Amiin Ya Rabbal Aalamiin. Wallahu’alam bisshawab.[]

Comment