Paket Kebijakan Ekonomi Dan Daknya Terhadap Ekonomi Nasional

Berita894 Views
KMI gelar seminar nasional bertajuk Paket Kebijakan Ekonomi dan dampaknya terhadap ekonomi nasional.[Nicholas/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kaukus Muda Indonesia atau KMI selenggarakan seminar nasional bertajuk,”Paket Kebijakan
Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional” di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Rabu
(2/11).
Edy Humaidi, ketua KMI mengemukakan, tugas
aktivis pada masa era Reformasi bukan hanya Soeharto dimaksudkan harus
jatuh, namun juga mengawal era reformasi sampai saat ini.
”Maka itulah,
KMI terus berupaya mengawal Pemerintah sampai sejauh
ini. Terlebih pada Pemerintahan Jokowi-JK yang telah mengeluarkan paket
kebijakan ekonomi hingga sebanyak XIII, Namun nyatanya dalam paket
kebijakan ekonomi tersebut, belum ada hal-hal yang signifikan dan
menonjol terhadap ekonomi sejauh ini,” ungkap Edi.
Maka
itulah lanjutnya, supaya Indonesia tidak terperosok dalam menghadapi pertumbuhan
ekonomi dunia, bahasan terkait paket kebijakan ekonomi itu menarik serta
sangat berharga dan penting buat pencerahan bagi kami semua. Dari diskusi ini diharap bisa menjadi oase untuk mengupas paket kebijakan
ekonomi ini. Menariknya ada beberapa asosiasi, Hipmi, Kadin, Apindo, karena regulasinya cukup banyak, namun terasa tidak tersampaikan
sesuai dengan yang disampaikan oleh pemerintah.
Seminar yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia menghadirkan pembicara seperti Ketua Bidang
Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindra
Wardhana, Enny Sri Hartati (Direktur Institute for Development of
Economic and Finance atau INDEF ) dan Azhar Lubis (Deputi Bidang
Pengendalian dan Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM
). 
Danang Girindra Wardhana, Ketua
bidang Kebijakan Publik APINDO, menyebutkan, timbulnya berbagai
bentuk aksi demonstrasi yang acapkali terjadi di Indonesia setidaknya
akan mengakibatkan kekhawatiran pada dunia industri, selain itu
berdampak pula pada kawasan industri di Indonesia yang rentan
sekali dengan keamanan sosial. 
“Untuk atasi
persoalan aksi ini perlu ada tindakan tegas dari pemerintah Indonesia,
agar demo-demo ini tidak akan terulang di masa depan,” ungkapnya 
Bahkan
menurut Danang menyampaikan yang terjadi sekarang adalah adanya
pergeseran dari budaya dialogis, duduk bersama, dirembug bersama menjadi
budaya aksi demontrasi atau unjuk kekuatan.Seperti misalnya dengan
demonstrasi yang digelar oleh buruh yang menuntut upah yang layak dan
kesejahteraan terjadi sekarang ini. 
“Oleh karena itu paradigma berfikir
harus dirubah, hingga secara keseluruhan iklim investasi akan tercipta
dengan baik. Kuncinya adalah pemerintah harus berdialog untuk mencari
solusi dengan duduk bersama dengan pengusaha dan pekerja,” jelasnya. 
Ketua
Apindo bidang kebijakan publik ini yakin Presiden Jokowi dengan
pribadinya sangat terbuka dan dapat mendengar aspirasi pekerja dan
pengusaha dan beliau sangat senang mengajak dialog berbagai kalangan
melalui dialog meja makannya beliau. Tantangan terbesar berinvestasi di
Indonesia, terletak pada regulasi yang tidak bisa diprediksi. Akibatnya,
pelaku usaha kesulitan melakukan perencanaan usaha di Indonesia. 
Danang
juga menyatakan harapannya supaya Pemerintah berupaya keras memberantas
penyakit inkonsistensi dan ketidaksinkronan antarlembaga negara, baik
di tingkat pusat maupun daerah. 
“Hingga bisa
memberikan kepastian regulasi bagi pelaku usaha sebagai upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. 
Sebagai
contoh, di tengah upaya pemerintah melakukan deregulasi berbagai
kebijakan guna menyehatkan iklim investasi di Indonesia, muncul
Undang-undang (UU) No.33/2014 tentang jaminan produk halal yang
mensyaratkan semua produk harus mendapatkan sertifikasi halal. 
“Harus
melakukan sertifikasi halal untuk segala macam produk tentu saja
menambah beban bagi dunia usaha juga. Inilah salah satu bentuk
inskonsistensi regulasi yang ada di Indonesia,” ujarnya. 
Menurut
Danang, Bila pemerintah menginginkan terjadinya reindustrialisasi
dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi para investor dalam dan luar
negeri, semestinya menerapkan regulasi yang konsisten mendukung
perbaikan iklim investasi. 
“Pasalnya, dalam
melakukan perencanaan usaha, para pelaku bisnis melakukan perhitungan
hingga 20 tahun ke depan,” tambahnya seraya mengungkapkan bahwa
kementerian dan lembaga dalam jajaran pemerintaha yang menampilkan
citra inkonsistensi. 
Dia
mencontohkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan telah
mencabut regulasi tentang izin gangguan (hinder ordonantie/HO). 
Namun,
pada praktiknya di daerah pinggiran Jakarta, izin tersebut masih
ditagih oleh pemerintah daerah setempat. “Izin ke BKPM cuma tiga jam
tapi untuk mendapatkan persyaratan yang hendak dibawa ke BKPM itu
lamanya minta ampun. Tanpa HO, usaha tidak bisa dijalankan,” tutur bekas
Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ini. 
Direktur Institute for Development
of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyampaikan kalau
review atas paket kebijakan ekonomi bagi kebijakan ekonomi nasional
review 2 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, tentunya banyak rapor birunya
yang tersampaikan ke publik, 
Bahkan, sambung
Eni bila merujuk dari proyeksi yang diutarakan oleh IMF, bahwa Indonesia
masih diurutan ke-3 di dunia untuk 20 negara terbesar. Tapi kalau
melihat posisi di ASEAN saja, bandingkan dengan Vietnam, Laos, dengan
Philipina, mereka tumbuh 6%, Vietnam saja 6%,
Laos, Kamboja 7%. India masih di atas 7%. Betul ada perlambatan ekonomi
global, namun tidak semua terpuruk.
Direktur
INDEF itu menilai, membaiknya peringkat kemudahan berusaha atau ease on
doing business
Indonesia dari 106 ke 91 belum menunjukkan dampak positif
dari deregulasi kebijakan pemerintah. Menurutnya survei yang
dilakukan oleh Bank Dunia itu hanya dilakukan di Jakarta dan Surabaya.
Karenanya, semua pihak diingatkan untuk tidak larut dalam euforia
perbaikan data makroekonomi semata. 
“Tapi harus lebih mendalam melihat
indikator kesejahteraan masyarakat seperti konsumsi yang rendah serta
penyerapan lapangan kerja yang rendah dan daya saing yang saat ini
turun,” jelasnya.
Kuncinya adalah Investasi dan Eksport. Dalam Industri Manufaktur, masih di bawah kalau melihat formulitas, tranformasi Kemenko. 
Azhar Lubis, Deputi Bidang
Pengendalian dan Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
mengutarakan pemerintah akan mempercepat proses perizinan investasi
dengan membentuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
di daerah. 
“Usul
ini akan segera diproses di Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, Dinas
Penanaman Modal ditargetkan bisa mengintegrasikan perizinan dengan
pemerintah daerah, yang selama ini dinilai kurang harmonis,” katanya. 
Ia
juga meminta peran aktif pelaku usaha untuk melapor jika menemukan
peraturan daerah yang menghambat investasi, BKPM akan melakukan
verifikasi dan mempertemukan pelaku usaha, pemerintah daerah, serta
perwakilan Kementerian Dalam Negeri. 
“Jika terbukti menghambat
investasi, perda itu direkomendasikan untuk dicabut,” paparnya
menjelaskan.[Nicholas]

Comment