Rakyat Geram, Marah Dan Menderita Sampai Kapan?

Opini566 Views

 

 

Oleh: Widya Rahayu, Lingkar Studi Muslimah Bali

__________

Kondisi perkenomian negeri ini kian lama kian menurun dan tingkat kemiskinan kian meningkat akibat salah urus pejabat.

Bagaimana tidak! Ibarat kemalangan yang tidak ada hentinya, harga bahan pokok naik, harga BBM jenis Pertamax Per 1 April 2022, Pertamax mengalami kenaikan menjadi Rp12.500. Pertamax naik dengan alasan harga minyak dunia naik padahal yang kita tahu Indonesia termasuk produksi minyak terbesar dunia.

Harga bahan pokok yang kian lama kian meningkat seperti ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu sedang naik. (Kompas, 2/4/22).

Tidak ada kata nanti kenaikan tarif PPN tidak bisa ditunda lagi. Begitu kebijakan pemerintah untuk menyelamatkan keuangan negara yang kian mengkhawatirkan dengan menaikksn PPN 10% menjadi 11 %.

Kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya sudah biasa terjadi menjelang Ramadhan. Namun tahun ini rakyat benar-benar diperas habis oleh rezim yang tidak punya hati nurani.

Bagaimana tidak, kondisi masyarakat berada dalam kesulitan. Jika  hal ini terus terjadi, lama kelamaan masyarakat tidak akan kuat bertahan, belum lagi kebutuhan lainnya.

Di mana sebenarnya tugas Rezim Demokrasi saat ini, yang seharusnya meriayah umat di tengah wabah, justru malah sebaliknya mencekik rakyat ditengah wabah. Innalillahi wa innaillaihi rojiun.

Rakyat dilarang mengkritik, rakyat tidak boleh marah dan rakyat harus percaya dengan kebijakan rezim demokrasi. Sampai kapan Rakyat harus diam? Rakyat Geram! Rakyat Marah! Rakyat Menderita

Hanya Islam solusi yang dapat mengatasi kehancuran negeri akibat sistem demokrasi sekuler. Sistem Islam menjamin keadilan dan menjamin kesejahteraan di bawah pimpinan khalifah.

Selama ini, sebagaimana khalayak umum ketahui, bahwa segala macam kebijakan hanya bertumpu pada aturan manusia. Mereka, para wakil rakyat yang duduk di gedung besar dan megah itulah yang membuat beragam aturan.

Sebagai pemegang kebijakan harusnya dapat menjadi pemimpin yang bisa meriayah rakyat. Bersamanya, rakyat merasa aman, nyaman, dan tenteram. Imam seperti ini tidak akan membuka kesempatan rakyat untuk mengeluh. Rakyat pun akan selalu mencintai pemimpinnya.

“Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintaimu, kamu menghormati mereka dan merekapun menghormati kamu. Pun sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepada kamu. Kamu melaknat mereka dan mereka pun melaknatmu.” (HR Muslim).

Jika tidak dapat menggunakan akal, pikiran, dan perbuatan untuk menyelesaikan masalah ini maka sepatutnya kita menyerahkan masalah ini pada Allah Swt. Sebab, hanya kepada Dia kita berharap.

“Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al-Baqarah: 38).

Sistem kepemimpinan Islam akan berupaya seoptimal mungkin atasi krisis keuangan negara tanpa membebankan rakyat dengan berbagai pungutan.

Selain itu, pemegang kebijakan juga akan melakukan sidak kepada penjual ataupun distributor yang berbuat kecurangan (menimbun barang dengan sengaja agar harga naik). Para penjual yang curang atau menimbun akan dikenai sanksi yang tegas sehingga tidak akan berani menimbun lagi.

Pemerintah tidak akan memalak rakyatnya dengan mematok harga kebutuhan pangan karena Islam mengharamkan mematok harga. Namun, pemerintah akan melakukan hal-hal di atas untuk menstabilkan harga.

Rasulullah saw mengatakan, “Barang siapa melepaskan kesusahan duniawi seorang muslim, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.” (HR Muslim)

Sudah menjadi tanggung jawab pemimpin untuk melepaskan Dan meriayah rakyatnya. Allah menjanjikan ganjaran bagi pemimpinan yang amanah dengan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Masyaallah. Wallahualam.[]

Comment