Ramadhan Bukan Sekadar Euforia Tapi Hikmah

Opini424 Views

 

Penulis: Angesti Widadi | Guru

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Rasa syukur yang tak terhingga terucap ketika umat Muslim menjumpai bulan Ramadan. Bulan Ramadan adalah bulan yang paling dinantikan oleh umat Muslim sejagat raya. Bulan Ramadan adalah bulan dengan banyak program spesial di dalamnya.

Dalam menyambut bulan Ramadan, umat Muslim turut mempersiapkan banyak hal. Ada banyak sekali tradisi yang dilakukan oleh mereka, menyesuaikan adat dan kebiasaan masing masing wilayah. Seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Jawa Barat. Mereka melakukan tradisi “Munggahan” yakni acara makan besar bersama orang-orang tersayang.

Di sisi lain, sebagian masyarakat Jawa Tengah sibuk dalam membersihkan dan merapihkan rumah, karena memegang tradisi bahwasanya untuk menghormati bulan suci Ramadan, maka seisi rumah juga harus dalam kondisi yang bersih.

Masing-masing daerah memiliki ciri khasnya tersendiri dalam menyambut bulan Ramadan. Namun satu yang pasti dan semua umat Muslim pasti melakukannya. Mereka semangat dalam melakukan kerja bakti besar dalam membersihkan masjid dan lingkungan sekitar.

Mereka semangat dalam membagi jadwal imam tarawih beserta khatibnya. Untuk beberapa daerah tertentu, terdapat program pembagian menu takjil secara bergantian yang dilakukan dalam satu lingkungan RT.

Euforia semangat itu hampir dirasakan oleh semua masyarakat di Indonesia. Tidak hanya umat Muslim saja yang berbahagia dalam menyambutnya, bahkan kaum non Muslim pun turut riang karena mereka dapat berburu takjil yang tersebar di manapun mereka berada.

Rasa senang mereka begitu membuncah ketika bertemu dengan bulan suci Ramadan. Di mana saat minggu pertama masjid sangat penuh oleh jamaah hingga tak tersisa lagi shaf salat.

Saat di mana semua orang sangat antusias dalam melaksanakan ibadah suci bulan Ramadan. Itulah yang terjadi di minggu pertama bulan Ramadan. Semua orang berpacu dalam euforia beribadah.

Jika ditelisik secara mendalam, bulan Ramadan memiliki siklus yang sama dalam setiap tahunnya. Euforia semangat itu hanya ada ketika menyambut bulan Ramadan dan di minggu pertama. Pasalnya ketika memasuki minggu kedua di bulan Ramadan, nampak ada sedikit perbedaan.

Barisan shaf salat di masjid mulai renggang. Perlahan jamaah mulai meninggalkan barisannya. Ada yang kalah dengan rasa lelah dan juga bosan dalam mengikuti ritme Salat Tarawih.

Banyak juga masyarakat yang sudah melakukan tradisi hilir mudik ke kampung halamannya masing-masing. Di Indonesia, hilir mudik saat bulan Ramadan adalah sesuatu yang seolah diwajibkan dan sudah menjadi tradisi yang berkembang di Masyarakat.

Euforia masyarakat dalam menyambut bulan Ramadan hampir tidak dapat dirasakan lagi. Semangat mereka mulai luntur dengan beberapa alasan. Mereka hanya merasa senang dan antusias saat proses penyambutan bulan suci nan mulia ini. Mereka hanya berambisi dan menggebu-gebu saat di hari hari pertama di bulan Ramadan.

Tiba saatnya di mana proses penentuan apakah ibadah kita selama di bulan Ramadan berhasil atau tidak. Malam Lailatul Qadarlah yang menjadi penentunya.

Malam Lailatul Qadar terjadi pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Di mana pada hari itu, masyarakat sudah kehilangan euforianya. Di mana pada saat itu masyarakat lebih mementingan kepentingan tradisinya.

Selain tradisi hilir mudik, masyarakat juga disibukkan dengan berbelanja pakaian baru untuk merayakan lebaran. Mereka membuat alasan bahwasanya untuk melaksanakan Salat Idul Fitri, pakaian mereka harus sempurna.

Sejatinya, dari awal penyambutan bulan Ramadan hingga awal bulan Syawal, masyarakat hanya mengikuti tradisi yang berkembang di masyarakat saja. Masyarakat sudah kehilangan hikmah dalam memaknai bulan suci Ramadan.

Pasalnya sebagai kaum Muslim yang mengikuti sunnah Rasulullah Saw, kita wajib beribadah dengan benar dan hidmat di bulan paling istimewa yang hanya datang setahun sekali.

Dimanapun kita berada, hendaknya kita ikut meramaikan barisan shaf Salat Tarawih. Dimanapun kita berada, hendaknya kita memburu kunci keberhasilan ibadah kita pada saat Malam Lailatul Qadar.

Jika kita mengaku umat Rasulullah Saw, hendaknya semangat beribadah kita dalam bulan suci Ramadan murni karena Allah semata. Bukan hanya sekadar euforia dan mengikuti tradisi yang ada di Masyarakat.

Bagi umat Muslim, bulan Ramadan menjadi investasi pahala yang menggiurkan. Bagaimana tidak? Banyak pahala ibadah yang Allah lipat gandakan di bulan tersebut. Beribu kemuliaan Allah berikan kepada umat Muslim di bulan Ramadan.

Bahkan doa doa yang kita lantunkan di bulan Ramadan tidak dapat ditolak oleh Allah Swt. Maka, masihkah kau mau untuk menggadaikan pahala mu demi tradisi semata??

Keuntungan umat Muslim dalam berinteraksi dengan Allah di bulan Ramadan tidak dapat tergantikan dengan apapun. Penggadaian pahala kita untuk ditukar dengan sebuah tradisi, bagaikan seekor kucing yang menolak daging demi tempe.

Sebagai umat Muslim, kita harus memperkuat iman dan takwa kita di bulan suci Ramadan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mendekatkan diri kepada orang-orang saleh dan bergabung dengannya.

Dengan begitu, kita dapat menjaga semangat spiritual kita untuk istikamah beribadah di bulan Ramadan dari awal hingga akhir.

Adapun dalil-dalil yang dapat menguatkan iman kita di bulan Ramadan serta memurnikan niat kita kepada Allah Swt adalah:

“Barang siapa yang berpuasa karena penuh keimanan di bulan suci Ramadan dan mengharap pahala dari Allah Swt, maka diampuni dosa dosa di masa lalu.” (HR Muslim dan Bukhori).

Diriwayatkan oleh Abu Huraira (RA) bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:

“Ramadhan telah datang kepadamu. (Ini adalah) bulan yang penuh berkah, di mana Allah menutupimu dengan berkah, karena Dia menurunkan rahmat, mengurangi dosa dan mengabulkan doa di dalamnya. Allah melihat pesaing Anda (dalam perbuatan baik), dan membanggakan tentang Anda kepada malaikat-Nya. Jadi, tunjukkan kebaikan Allah dari diri Anda, karena orang yang malang adalah orang yang dirampas (bulan ini) dari rahmat Allah , Yang Perkasa lagi Maha Tinggi.” (HR Tabarani). Wallahu a’lam bis shawwab.[]

Comment