Rantika Nur Asyifa*: Rakyat Diperbudak, Mengapa Lambat Bertindak?

Opini466 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – asus dugaan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xin 629 belum lama ini terus bergulir. Kejadian tersebut mengakibatkan meninggal dan dilarungnya 4 orang ABK asal Indonesia. Tak hanya itu sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan. Kasus ini secara tidak langsung membuktikan masih adalah perbudakan di era modern.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai kejadian ini sudah mengarah kepada perbudakan modern atau modern slavery. Dia melihat ada indikasi perlakuan pihak perusahaan kapal yang sudah mengarah kepada pelanggaran terhadap manusia berupa tindak perbudakan atau ekspolitasi secara berlebihan yang menyebabkan kematian.

Dalam keterangannya seperti dilansir KepoNews, (9/5/2020 ), Anggota DPR tersebut mengatakan bahwa apa yang menimpa para TKI ABK di kapal Long Xing 605, LongXing 606 dan Long Xing 629 sudah mengarah kepada modern slavery.

Dari enam elemen perbudakan modern, kasus yang menimpa para ABK ini terindikasi mempunyai tiga elemen diantaranya seperti buruh kontrak, pekerja paksa dan perdagangan manusia.

Menurut Sukamta kasus ini bukanlah kasus sederhana dan menduga ada jaringan mafia perbudakan di balik kasus tersebut yang mempunyai operator perusahaan pengerah tenaga kerja di banyak sekali negara.

Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu meminta bantuan Interpol untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. Sehingga kejadian serupa tidak terulang.

Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, Shofwan Al Banna Choiruzzad, mengatakan Pemerintah Indonesia harus tegas dalam merespon dugaan perbudakan WNI anak buah kapal (ABK) di kapal nelayan berbendera China. Pemerintah harus menyampaikan tekanan diplomatik agar China menyelidiki dugaan itu secara terbuka dan menyeluruh.

Dalam laman kumparan (8/05/2020), dia menegaskan agar Indonesia menuntut investigasi independen terhadap kasus ini. Jadi tidak bisa diserahkan kepada China saja. Karena ini menyangkut warga negara Indonesia, maka minta China membuka diri terhadap investigasi Independen Indonesia. Ini tergantung kekuatan diplomatik juga.

Suatu yang sangat aneh dan tidak rasional bahwa di era modern ini masih saja terjadi kasus perbudakan yang menjatuhkan martabat manusia itu sendiri.

Tidak adanya pembelaan negara terhadap rakyat, membuat angka perbudakan di Indonesia akan semakin meningkat. Saat kecaman Internasional datang karena sikap tak manusiawi terhadap pekerja, pemerintah justru menunjukkan pembelaan terhadap asing.

Berharap pembelaan pada negeri yang menerapkan sistem sekularistik ini seperti hayalan di tengah terik matahari. Sekularistik hanya berasaskan manfaat, bukan kewajiban negara terhadap rakyatnya.

Sistem yang telah rusak ini, tak akan mampu memberikan solusi kongkrit untuk ummat. Segala problematika yang terjadi di tengah-tengah ummat, penyebabnya ialah diadopsinya sistem sekular dalam kehidupan berbangsa dan ini sangat bertentangan dengan nilai nilai kebangsaan dan kemanusiaan.

Sedangkan dalam Islam, kepentingan rakyat lebih didahulukan oleh negara. Semua kebutuhan pokok yang menunjang kelangsungan hidup difasilitasi tanpa diskriminasi.

Semakin banyaknya masalah yang menimpa rakyat, membuktikan bahwa kita membutuhkan pelindung yang bisa menjaga dan segera bergerak ketika permasalah terjadi menimpa ummat. Wallahu a’lam.[]

 

*Aktivis Dakwah, Penulis, Pemerhati Remaja

Comment