Dariani, S. Pd.: Demokrasi, Ruang Kompromi Bagi Politisi

Berita383 Views
Konawe Dariani, Penulis
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan dari Tuan Guru Bajang Muhammad
Zainul Majdi atau yang
akrab
disapa TGB yang secara tegas menyatakan bahwa dirinya
secara pribadi akan mendukung Jokowi menjadi presiden periode kedua. Seperti
dilansir dalam media Okezonenews.
com, 07/07/2018, Tenaga Ahli Kantor
Staf Kepresidenan (KSP), Ali Mochtar Ngabalin mengaku merinding setelah
mengetahui Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGB mendukung Joko Widodo
(Jokowi) dua periode.
“Sebagai orang
beragama, saya merinding karena itu saya tidak ragu, dan apa yang salah dari
dukungannya kepada Presiden Jokowi bahwa 5 tahun saja tidak cukup
,” kata Ngabalin ditemui di acara Rembuknas 98 di daerah
Kemayoran, Jakarta Pusat
.
Ngabalin mengaku mengenal dekat sosok Tuan Guru Bajang
TGB

sebagai Gubernur NTB dua periode. Menurut Ngabalin,
kinerja pemerintahan Jokowi sangat dirasakan oleh masyarakat NTB yang
bersinergi dengan kebijakan
.
Tak hanya itu, Politikus Golkar tersebut juga menyatakan, TGB merupakan
sosok yang agamis. Apabila TGB sudah memutuskan untuk mendukung Jokowi untuk
dua periode, keputusan tersebut dianggap Ngabalin diambil dengan penuh
kematangan.

Kapasitas intelektualnya tidak diragukan ya. Beliau alumni Al-Azhar, Mesir. Kemudian seorang
doktor, keilmuannya
hafidz Alquran. Jadi, saya
percaya kalau beliau mengambil satu keputusan itu pasti lewat istikharah
,” terang Ngabalin. Ia meminta semua pihak agar menghormati keputusan TGB mendukung Jokowi dua periode, meskipun partai tempat TGB
bernaung yakni Demokrat masih menjadi lawan Jokowi untuk Pilpres 2019.
Hal tersebut tentu saja membuat publik kaget. Sebab, sebagian besar warga sudah mengenal sosok TGB. Namun bagi mereka yang masih awam, pastilah belum tahu siapa itu TGB sebenarnya.
TGB atau Tuan Guru Bajang adalah nama panggilannya. Adapun nama lengkapnya
adalah Muhammad Zainul Madji. Semasa kecil TGB tumbuh di tengah-tengah keluarga
ulama sehingga pendidikan agama adalah prioritas utama bagi TGB. Setelah dewasa
TGB memperdalam ilmu agamanya dengan menghapal Alquran 30 juz. Setelah
menuntaskan hafalan Alqurannya, TGB 
berangkat menuju Mesir untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi di
Universitas Al Azhar pada fakultas ushuluddin jurusan Tafsir dan ilmu-ilmu
Alquran. Singkatnya, TGB menyelesaikan pendidikannya master dan doktor di
universitas yang sama sehingga jejak pendidikan agama yang terpaut di hatinya
sangatlah kuat sehingga wajar kalau TGB diberikan gelar ulama.
TGB juga memiliki dua istri dengan enam anak, tetapi kemudian TGB
menceraikan istri pertamanya. Setelah pulang dari melanjutkan sekolah
doktornya, TGB kemudian memutuskan terjun di dunia politik sehingga mengantarkannya
menjadi Gubernur NTB dua periode. Itulah profil singkat TGB yang penyataan
dukungannya kepada Jokowi membuat publik ribut.
Setelah menahan hujatan dari masyarakat tentang keputusannya untuk
mendukung Jokowi dua periode, ulama dan sekaligus Gubernur NTB ini angkat
bicara seperti dilansir di media V
iva.co.id, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi
akhirnya mengeluarkan pernyataan terkait dinamika politik Indonesia dan
dukungannya kepada Joko Widodo di Pemilihan Presiden 2019.
Pernyataan menggetarkan TGB disampaikan melalui unggahan tiga paket video
di akun Instagramnya, Jumat, 6 Juli 2018. Pernyataan itu berisi tentang
pesan-pesan kepada seluruh tokoh dan guru bangsa agar tidak lagi mengutip
ayat-ayat perang dalam Alquran dalam kontestasi politik tanah air.
Berikut kutipan pernyataan TGB:
Apa aset
kita yang tidak terlihat sebagai bangsa? Aset yang tidak terlihat itu adalah
persaudaraan dan persatuan kita sebagai bangsa. Kita ini bersaudara. Apakah
bapak-bapak berani mengatakan bahwa anda adalah yang haq, sementara lawan
politik adalah yang bathil seperti kafir Quraisy? Siapa yang berani? Kalau saya
tidak berani.
Siapapun yang mendengar ucapan saya ini, tokoh-tokoh, guru-guru yang saya
muliakan. Tolong berhentilah berkontestasi politik dengan mengutip ayat-ayat
perang dalam Al-Qur’an. Kita tidak sedang berperang. Kita ini satu bangsa.
Saling mengisi dalam kebaikan.
Kalau kita berkontestasi politik atau apapun, letakkan itu dalam fastabiqul khoirot. Letakkan itu dalam lita’arafu. Beda-beda gagasan,
semangatnya adalah untuk ta’aruf, saling mengisi dan saling belajar. Siapa yang
bisa menyelesaikan masalah Indonesia sendirian? Hanya bisa dilakukan jika kita
semua bersama-sama.
Apa yang kemarin ada di media-media. Saya banyak sekali menerima pertanyaan
tentang masalah ini. Tuduhan-tuduhan juga banyak. Hujatan-hujatan juga lebih
banyak. Ya tidak apa-apa. Kan kita hidup itu kalau ungkapan para ulama, membuat
semua orang senang atau menyenangkan semua orang itu sesuatu yang mustahil.
Jadi kalau kita mau bikin senang, ya kepada yang menciptakan manusia saja
lah. Itu urusannya pasti baik. Kalau kita berusaha mencari ridha dan keridhaan
Allah supaya mencintai kita, itu pasti menguntungkan. Tapi kalau kita
berepot-repot untuk mencari kecintaan manusia, atau menjilat manusia, itu
biasanya akan kecewa dan tidak akan membawa kebaikan apa-apa
.”
Fakta atas
pernyataan TGB ini
menjadi bukti dari kerusakkan
sistem demokrasi yang selama  ini menjadi
rujukkan dalam  memilih pemimpin
. Sayang seribu sayang, dalam sistem demokrasi tidak ada yang 
namanya teman sejati dan tidak ada pula musuh sejati yang ada
hanyalah kepentingan sejati. Kalaupun TGB memutuskan untuk mendukung Jokowi  menjadi presiden dua periode itu adalah  hal biasa di dalam sistem demokrasi.
Jadi berhenti untuk sakit hati dengan pernyataan dari TGB. Anggap saja sebagai pembelajaran untuk kita bahwa pemimpin
yang sejati

itu akan lahir dari sistem yang sejati juga. Jika kita ingin menemukan pemimpin yang sejati maka
kita harus kembali pada sistem yang sejati pula
. Sistem yang tidak pernah berubah dari zaman Nabi Muhammad SAW sampai  berakhir
dunia nanti. Sistem apakah itu? Sistem Islam. Sis
tem yang merupakan alternatif paling
handal dalam memilih pemimpin yang sejati.
Islam adalah agama yang sempurna, di antara kesempurnaan Islam ialah
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah
SWT (
hablumminallah) maupun hubungan dengan manusia
(hablumminannas), termasuk di antara masalah kepemimpinan di pemerintahan.
Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain
juga bisa bermakna tanggung
jawab.
Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT mengingatkan kita
bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi
kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut
kekuasaan dari siapapun yang dikehendaki-Nya, seperti dalam surat Ali Imran
ayat 26.
Katakanlah: Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”
Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab. Ia bukan fasilitas
tetapi pengorbanan. Ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras. Ia juga bukan
kesewenang-wenangan bertindak, tetapi kesewenangan melayani. Selanjutnya
kepemimpinan adalah keteladanan berbuat dan kepeloporan bertindak.
Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang
harus diberikan kepada orang yang benar-benar ahli, berkualitas dan memiliki
tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik. Inilah
beberapa kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang
sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, harmonis,
dinamis, makmur, sejahtera dan tentram.

Dan sistem Islam telah membuktikannya dengan melahirkan pemimpin sejati
seperti Umar Bin Khaththab
ra. yang tidak pernah tinggal tenang di rumahnya. Beliau selalu
berkeliling ke

rumah rakyatnya untuk mengetahui kondisi mereka bahkan
beliau sering mengabaikan kebutuhannya hanya demi  rakyatnya.
MasyaAllah! Wallahu a’lam bisshawab.[]

Penulis adalah seorang guru di SMPN 3 Asera, Sulawesi Tenggara

Berita Terkait

Baca Juga

Comment