RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Dalam pemilu kita mengenal demokrasi, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilu serentak 2019 dengan lima kotak suara dan memilih dua lembaga (eksekutif dan legislatif) dalam hari yang bersamaan. Tentu hal ini menjadi metode dan sistem baru di Indonesia.
Keserentakan ini tentu melahirkan banyak persoalan, baik sejauh manasyarakat dapat mengenal dan mengetahui calon pemimpin nya, salah satu media yg paling sederhana untuk masyarakat mengetahui pemimpin nya adalah melihat hasil lembaga survei. Pilihan pemilih memang sangat dipengaruhi oleh hasil lembaga survei bukan atas dasar pilihan pemilih secara rasional yg nerdasarkan kajian dan pertimbanagan nya.
Lembaga survey, dengan berbagai macam hasil risetnya seolah-olah menjadi wakil suara rakyat untuk menentukan siapa tokoh yang akan diusung dalam Pilpres nanti. Namun demikian, hasil analisa lembaga survey dengan berbagai tmacam metodologi ilmiahnya tidak serta merta mengami kekurangan.
Hasil survei juga tidak mampu menentukan soerang pemimpin. Yg dapat menentukan seorang pemimpin hanya pilihan pemilih. Jika di lakukan kajian topoly pemilih di indonesia masih sangat bercorak. Pemilih pada prinsip nya sudah menentukan pilihanan nya, selanjutnya adalah bagaimana calon pemimpin dapat meyakinkan pemilih untuk memilih nya.
Pemilih di indonesia masih berkarakter reaksioner, reaksioner dalam hal ini artikan menentukan pilihan tidak berdasarkan kajian atas informasi dan program, karakter pemilih seperti ini biasanya ada pada pemilih milenial. Selain itu ada juga pemilih yg berkarakter idelogis, pemilih semcam ini selalu melihat pada perspektif ideologi partai politik.
Upaya menjadikan pemilihbyg cerdas masih jauh dari harapan. Pemilu 2019 menjadi tugas kita bersama untuk menciptakan iklim politik yg sehat, hal itu bisa tercipta jika proses pendidikan politik dilakukan secara masif oleh semua elemen sebagai upaya mencerdaskan pemilih. Karena pemilu 2019 dengan 5 kotak suara dan jumlah caleg untuk DPR sekitar 575 caleg setiap partai politik yg terseba di 80 dapil. Hal ini tentu membutuhkan upaya pendidikan pemilih yg masif.
Pendidikan politik dengan tujuan untuk menjadikan pemilih cerdas menjadi langkah dan konsentrasi PB PMII di bidan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya PB PMII akan memaksimalkan sumber daya kader yg saat ini tersebar di 248 cabang se indonesia. Literasi riset menjadi langkah awal untuk menjadikan kader terus menjaga nalar kritisnya. []
Comment