R. Mega Kusumawati: Sistem Zonasi Dan Perbaikan Sistem Pendidikan

Berita524 Views
R. Mega Kusumawati (Kanan berkacamata) dalam salah satu kegiatan kampus.
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belakangan, ramai perbincangan tentang Sistem Zonasi dalam PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2018/2019. Sehingga menjadi tema hangat yang diangkat oleh media mainstreem nasional. Bahkan viral di media sosial karena menimbulkan kegeraman orang tua murid dan kerusuhan di beberapa sekolah. 
Mari kita lihat fakta yang ada pada sistem zonasi ini.
Dikutip dari akun instagram resmi kemendikbud @kemendikbud.ri dan Pemendikbud Nomor 14 Tahun 2018, beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai sistem zonasi dalam PPDB 2018 diantaranya :
1. Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda) wajib menerima calon peserta didik berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan kuota paling sedikit 90% dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
2. Domisili Calon peserta didik yang termasuk dalam zonasi sekolah didasarkan pada alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Sementara untuk calon siswa diluar zonasi dapat diterima melalui beberapa cara yakni :
a. Melalui jalur pestasi dengan kuota paling banyak 5% (lima persen) dari total keseluruhan siswa yang diterima.
b. Alasan perpindahan domisili orangtua/wali atau alasan terjadi bencana alam/sosial dengan paling banyak 5% (lima persen) dari total keseluruhan siswa yang diterima. (edukasi.kompas.com)
Hal yang dapat disimpulkan dari fakta yang ada saat ini tentang sistem zonasi adalah sungguh suatu hal yang wajar jika para orang tua murid geram dengan hal ini. Mengapa? Alih-alih memudahkan penyelenggaraan, malah membuat kekisruhan karena merugikan calon peserta didik diluar zonasi.
Faktanya calon siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah memiliki peluang 90%, sedangkan calon siswa diluar zonasi hanya memiliki peluang 5% itupun dengan berbagai syarat dan pertimbangan dari sekolah. Hal ini seolah memberikan kita pertanyaan besar tentang kemana sebenarnya hak untuk calon siswa diluar zonasi? Bukankah pendidikan itu hak untuk semua rakyat? Inilah hasil dari pengambilan kebijakan sepihak oleh Pemerintah. 
Pemerintah seharusnya bisa memenuhi setiap hak-hak rakyat terutama dalam pendidikan, bukan malah mempersulit. 
Dalam Islam, pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara tanpa memperhatikan zonasi. Berkualitas dan gratis untuk semua jenjang dengan pembiayaan dari harta milik negara. 
Selama berabad lamanya, sistem pendidikan berbasis Islam mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tapi juga memiliki ketaqwaan yang tinggi dan karyanya bisa menjadi rujukan keilmuan kekinian. Contoh nyatanya adalah Ibnu Sina (Avicena), peletak dasar ilmu kedokteran. Alkhawarizmi sang ilmuan matematika, dll.
Dengan memperhatikan kualitas yang mencakup: standarisasi fisik dan fasilitas sekolah yang memenuhi output berkualitas sesuai standar ajaran Islam, standarisasi kualitas guru dan tenaga oprasional sekolah berikut standarisasi kurikulum.
Dengan demikian pendidikan bisa terselenggara tidak hanya menguntungkan bagi peserta didik tapi juga guru dan penyelenggaranya, yaitu negara, karena menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Menguntungkan, tidak hanya di dunia tapi juga memiliki visi keakhiratan. Wallahu a’lam.[]

Penulis adalah mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang,
Fakultas Agama Islam, Semester 3

Comment